Latest Movie :
Recent Movies
Showing posts with label CERITA DEWASA. Show all posts
Showing posts with label CERITA DEWASA. Show all posts

Kenikmatan Antara Guru Dan Murid



Kenikmatan Antara Guru Dan Murid

Sebagai siswa sebuah SMU Swasta, aku bukanlah murid yang pintar tapi juga tidak bodoh-bodoh amat. Biasa-biasa saja. Tidak bisa dibanggakan. Yang bisa aku banggakan adalah wajahku yang ganteng dengan bentuk tubuh yang atletis. Tinggi jangkung dan berat yang seimbang. Dan paling aku banggakan adalah ukuran kemaluanku yang luar biasa besarnya, panjangnya 22 cm dengan diameter 5 cm. Membuat iri teman laki-lakiku.

Namaku Doni, cukup terkenal di sekolahku. Mungkin karena aku bandel dan sering berganti-ganti cewek. Banyak teman sekolahku yang pernah aku tiduri. Mereka tergila-gila setelah menikmati kontolku yang luar biasa dan tahan lama kalau bersetubuh.

Sore itu, setelah semua pelajaran selesai aku bergegas pulang kerumah. Semua buku-buku sudah kumasukkan kedalam tas. Kustart sepeda motorku menuju jalan raya. Tapi di tengah perjalanan aku baru ingat, pulpenku tertinggal di dalam kelas. Dengan tergesa-gesa aku balik lagi ke sekolahku. Setelah mengambil kembali pulpenku, aku berjalan lagi menuju parkir sepeda motorku. Untuk mencapai tempat parkir, aku harus melewati ruangan guru.

Ketika melewati ruangan guru-guru, aku mendengan suara mendesah-desah disertai rintihan-rintihan kecil. Aku penasaran dengan suara-suara itu. Aku mendekati pintu ruangan, suara-suara itu semakin keras. Aku semakin penasaran dibuatnya. Kubuka pintu ruangan, dengan berjalan mengendap-endap, aku mencari tahu darimana datangnya suara-suara itu. Begitu mendekati ruangan Bu siska, aku terkejut. Disana kulihat Bu Siska, guru bahasa Inggrisku yang telah setahun menjanda, sedang bercumbu dengan Pak Rio, guru olahragaku, dalam posisi berdiri.

Bibir mereka saling kecup. Lidah mereka saling sedot. Tangan Pak Rio meremas-remas pantat Bu Siska yang padat, sedangkan tangan Bu Siska melingkar dipinggang Pak Rio. Mereka yang sedang asik tak tahu akan kehadiranku. Aku mendekati arah mereka. Aku membungkukkan badan dan bersembunyi dibalik meja, mengintip mereka dari jarak yang sangat dekat.

Mereka menyudahi bercumbu, kemudian Pak Rio duduk dipinggir meja, kakinya menjuntai kelantai. Bu Sisca berdiri didepannya. Bu siska mendekati Pak Rio, dengan buasnya dia menarik celana panjang Pak Rio. Tak ketinggalan celana dalam Pak Rio juga diembatnya. Hingga Pak Rio setengah telanjang. Bu Siska menguru-urut kontol Pak Rio. Kontolnya yang tidak begitu besar, sedikit demi sedikit menegang. Bu Siska membungkukkan tubuhnya, hingga wajahnya pas diatas selangkangan Pak Rio. Kontol Pak Rio diciuminya.

"Isep.. sayang.. isep.. kontolku" suruh Pak Rio.
Bu Siska tersenyum mengangguk. Dia mulai menjilati kepala kontol Pak Rio. Terus turun kearah pangkalnya. Bu Siska sangat pintar memainkan lidahnya dikontol Pak Rio.
"Oohh.. enakk.. sayang.., truss.., truss".

Pak Rio mengerang ketika Bu Siska mengulum kontolnya. Seluruh batang kontol Pak Rio masuk kemulutnya. Kontol Pak Rio maju mundur didalam mulut Bu Siska. Tangan Bu Siska mengurut-urut buah pelirnya. Pak Rio merasakan nikmat yang luar biasa. Matanya merem melek. Pantatnya diangkat-angkat. Aku sangat terangsang melihat pemandangan itu. Kuraba-raba kontolku yang menegang. Kubuka retsleting celanaku.Kukocok-kocok kontolku dengan tanganku. Birahiku memuncak. Ingin rasanya aku bergabung dengan mereka, tapi keinginan itu kutahan, menunggu saat yang tepat.

Lima belas menit berlalu, Pak Rio menarik dan menjambak kepala Bu Siska.
"Akhh.., akuu.. mauu.., ke.. keluar sayang" Pak Rio menjerit histeris.
"Keluarin aja sayang, aku ingin meminumnya" sahut Bu Siska.
Bu Siska tak mempedulikannya. Semakin cepat dikulumnya kontol Pak Rio dan tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal kontol Pak Rio seirama kocokan mulutnya. Kontol Pak Rio berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.

Dan crott! crott! crott! Pak Rio menumpahkan spermanya didalam mulut Bu Siska. Bu Siska meminum cairan sperma itu. Kontol Pak Rio terus dijilatinya, hingga seluruh sisa-sisa sperma Pak Rio bersih. Kontol Pak Rio kemudian mengecil didalam mulutnya.

Pak Rio yang sudah mencapai orgasme kemudian turun dari meja.
"Kamu puas sayang dengan serviceku" tanya Bu siska.
"Puas sekali, kamu pitar sayang" puji Pak Rio sambil tersenyum.
"Gantian sayang, sekarang giliranmu memberiku kepuasan" pinta Bu Siska.
Bu Siska melepaskan gaunnya, juga pakaian atasnya, hingga dia telanjang bulat. Astaga ternyata Bu Siska tak memakai apa-apa dibalik gaunnya. Aku dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh mulusnya, putih bersih, ramping dan sexy dengan buah dada yang besar dan padat, juga bentuk memeknya yang indah dihiasi bulu-bulu yang dicukur tipis dan rapi.

Bu Siska kemudian naik keatas meja, kakinya diselonjorkan kelantai. Pak Rio mendekatinya. Memek Bu Siska diusap-usp dengan tangannya. Jari-jarinya dimasukkan, mencucuk-cucuk memek Bu Siska. Bu Siska menjerit nikmat.
"Isep sayang, isep memekku sayang" pinta Bu Siska menghiba.
Pak Rio menurunkan wajahnya mendekati selangkangan Bu Siska. Lidahnya dijulurkan kememek Bu Siska. Disibaknya bibir memek Bu Siska dengan lidahnya. Pak Rio mulai menjilati memek Bu Siska.
"Oohh.. truss.. sayang.., jilatin terus.., akhh" Bu Siska mendesah.
Pak Rio dengan lihainya memainkan lidahnya dibibir memek Bu Siska. Dihisapnya memek Bu Siska dari bagian luar kedalam. Memek Bu Siska yang merah dan basah dicucuk-cucuknya. Kelentitnya disedot-sedot dengan mulutnya.
"Oohh.., enakk.., truss.., truss.., sayang" jerit Bu Siska.

Hampir seluruh bagian memek Bu Siska dijilati Pak Rio. Tanpa sejengkalpun dilewatinya.
"Akkhh.., akuu.. mauu.. ke.. keluar.. sayang" erang Bu Siska.
Memeknya berkedut-kedut. Otot-otot memeknya menegang. Dijambaknya rambut Pak Rio, dibenamkannya keselangkangannya.
"A.. akuu.., keluarr.., sayang" Bu Siska menjerit histeris ketika mencapai orgasme. Memeknya sangat basah oleh cairan spermanya. Pak Rio menjilati memeknya hingga bersih.

"Kamu puas Sis?" tanya Pak Rio pendek.
"Belum! Entot aku sayang, aku ingin merasakan kontolmu" pinta Bu Siska.
"Maaf Sis! Aku tak bisa, aku harus pulang".
"Nanti istriku curiga, aku pulang sore" sahut Pak Rio menolak.
"Kamu pengecut Rio! Dikasih enak aja takut!" kata Bu Siska jengkel.
Matanya meredup, memohon pada Pak Rio. Pak Rio tak mempedulikannya. Dia mengenakan celananya, kemudian berlalu meninggalkan Bu Siska yang menatapnya sambil memohon.

Ini kesempatanku! Pikirku dalam hati. Nafsu birahiku yang sudah memuncak melihat mereka saling isap, ingin disalurkan. Setelah Pak Rio berlalu, kudekati Bu Siska yang masih rebahan diatas meja. Kakinya menggantung ditepi meja. Dengan hati-hati aku berjalan mendekat. Kulepaskan baju seragamku, juga celanaku hingga aku telanjang bulat. Kontolku yang sudah menegang, mengacung dengan bebasnya. Sampai didepan selangkangan Bu siska, tanganku meraba-raba paha mulusnya. Rabaanku terus keatas kebibir memeknya. Dia melenguh. Kusibakkan bibir memeknya dengan tanganku. Kuusap-usap bulu memeknya. Kudekatkan mulutku keselangkangannya. Kujilati bibir memeknya dengan lidahku.

"Si.. siapa.., kamu" bentak Bu Siska ketika tahu memeknya kujilati.
"Tenang Bu! Saya Doni murid Ibu! Saya Ingin memberi Ibu kepuasan seperti Pak Rio" sahutku penuh nafsu.
Bu Siska tidak menyahut. Merasa mendapat angin segar. Aku semakin berani saja. Nafsu birahi Bu Siska yang belum tuntas oleh Pak Rio membuatnya menerima kehadiaranku.

Aku melanjutkan aktivitasku menjilati memek Bu Siska. Lubang memeknya kucucuk dengan lidahku. Kelentitnya kusedot-sedot.
"Oohh.., truss.. Don.., truss.. isep.. sayang" pintanya memohon.
Hampir setiap jengkal dari memek Bu siska kujilati. Bu Siska mengerang menahan nafsu birahinya. Kedua kakinya terangkat tinggi, menjepit kepalaku.

Lima belas menit berlalu aku menyudahi aktivitasku. Aku naik keatas meja. Aku berlutu diatas tubuhnya. Kontolku kuarahkan kemulutnya. Kepalanya tengadah. Mulut terbuka menyambut kehadiran kontolku yang tegang penuh.
"Wow! Gede sekali kontolmu!" katanya sedikit terkejut.
"Isep Bu! Isep kontolku!" pintaku.

Bu Siska mulai menjilati kepala kontolku, terus kepangkalnya. Pintar sekali dia memainkan lidahnya.
"Truss.. Buu.. teruss.., isepp" aku mengerang merasakan nikmat.
Bu Siska menghisap-isap kontolku. Kontolku keluar masuk didalam mulutnya yang penuh sesak.

"Akuu.. tak.., tahann.., sayang! Entot aku sayang" pintanya.
"Ya.., ya.. Buu" sahutku.
Aku turun dari meja, berdiri diantara kedua pahanya. Kugenggam kontolku, mendekati lubang memeknya. Bu Siska melebarkan kedua pahanya, menyambut kontolku. Sedikit demi sedikit kontolku memasuki lubang memeknya. Semakin lama semakin dalam. Hingga seluruhnya amblas dan terbenam. Memeknya penuh sesak oleh kontolku.
Aku mulai mengerakkan pantatku maju mundur. Klecot!Klecot! Suara kontolku ketika beradu dengan memeknya.
"Ooh.., nik.. matt.., sayang.., truss" Bu Siska mendesah.

Kuangkat kedua kakinya kebahuku. Aku dapat melihat dengan jelas kontolku yang bergerak-gerak maju mundur.
"Ooh.., Buu.., enakk.. banget.., memekmu.., hangat" desahku.

Sekitar tiga puluh menit aku menggenjotnya, kurasakan memeknya berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.
"Akuu.., tak.. tahan.., Don, aku.. mau.. keluarr" jeritnya.
"Tahan.. Buu.., aku.. masih tegang" sahutku.
Dia bangun duduk dimeja memegang pinggangku erat-erat, mencakar punggungku.
"Akkhh.., akuu.. keluar" Bu Siska menjerit histeris.
Nafasnya memburu. Dan kurasakan memeknya sangat basah, Bu siska mencapai orgasmenya. Ibu guruku yang sudah berumur 37 tahun menggelepar merasakan nikmatnya kusetubuhi.

Aku yang masih belum keluar, tak mau rugi. Kucabut kontolku yang masih tegang. Kuarahkan kelubang anusnya. Kedua pahanya kupegang erat.
"Ja,.jangan.., Don" teriaknya ketika kepala kontolku menyentuh lubang anusnya.
Aku tak memperdulikannya. Kudorong pantatku hingga setengah batang kontolku masuk kelubang anusnya yang sempit.
"Aow! Sakitt.. cabutt.., Don.., aku.. sakitt.. jangan" teriaknya keras.
Kusodok terus hingga seluruh batang kontolku amblas. Kemudian dengan perlahan tapi pasti kugerakkan pantatku maju mundur.

Teriakan Bu Siska mengendor. Berganti dengan desahan-desahan dan rintihan kecil. Bu Siska sudah bisa menikmati sentuhan kontolku dianusnya.
"Jadi dicabut ngga Bu" candaku.
"Jangan sayang, enak banget" katanya sambil tersenyum.

Kusodok terus lubang anusnya, semakin lama semakin cepat. Bu Siska menjerit-jerit. Kata-kata kotor keluar dari mulutnya. Aku semakin mempercepat sodokanku ketika kurasakan akan mencapai orgasme.
"Buu.., akuu.. mauu.. ke.. keluarr" aku melolong panjang.
"Akhh.. akuu juga sayang" sahutnya.

Crott! Crott! Crott! Aku menumpahkan sperma yang sangat banyak dilubang anusnya. Kutarik kontolku. Kuminta dia turun dari meja untuk menjilati kontolku. Bu Siska menurutinya. Dia turun dari meja dan berlutut dihadapanku. Kontolku dikulumnya. Sisa-sisa spermaku dijilatinya sampai bersih.

"Kamu hebat Don, aku puas sekali" pujinya.
"Aku juga Bu" sahutku.
"Baru kali ini memekku dimasuki kontol yang sangat besar" katanya.
"Ibu mau khan terus menikmatinya" kataku.
"Tentu sayang" jawabnya sambil berdiri dan mengecup bibirku.

Kami beristirahat sehabis merengkuh kenikmatan. Kenikmatan selanjutnya kudapatkan dirumahnya. Bu Siska, guruku ternyata hyperseks. Dia kuat sekali ngentot. Satu malam bisa sampai empat kali. Selanjutnya Bu Siska menjadi salah satu koleksi cewek-cewek yang pernah kutiduri. Kapanpun aku mau, dia tak pernah menolaknya. Dan yang paling dia sukai adalah disodomi. Dia juga menyukai pesta seks.

Cukup Sekian....

Kenikmatan Sesaat Yang Memuaskan Bathin



Kenikmatan Sesaat Yang Memuaskan Bathin

Kisah ini terjadi beberapa bulan silam, saat kapal tempatku bekerja merapat di pelabuhan Yokohama, Jepang. Hari itu salju turun dengan derasnya, maklum saat itu pertengahan bulan desember. Setelah kapal kami selesai merapat didermaga dengan sempurnanya, Nakhoda saya, yang orang Jepang, mengajak saya jalan-jalan kerumahnya. Rumah Nakhoda saya itu tidak jauh dari areal pelabuhan Yokohama, kami cukup naik taksi sekitar 10 menit saja. Sesampai di rumahnya, saya diperkenalkan dengan istri dan anak-anaknya. Harus diakui bahwa anak perempuan sulung Nakhoda saya, memiliki kecantikan raut wajah yang betul-betul asli Jepang, dengan kulit yang kuning, mata sipit dan body yang aduhai. Saya begitu terkesima dengan kecantikannya, dan sempat berkhayal yang bukan-bukan. Kami saling berjabat tangan dan mengucapkan salam perkenalan.
"Hi, nice to meet you," kata anak Nakhoda saya itu.
"You too," jawabku.
"What is your name?" tanya gadis itu.
"I'm Robert, and you?," jawabku sambil menanyakan namanya.
"My name, Ayumi, " jawabnya.

Selanjutnya kami duduk di ruang tamu dan bercerita ngalor-ngidul, bersama-sama dengan ibu, ayahnya dan adik-adiknya. Saat kami bercerita, sesekali saya berusaha mencuri-curi pandang kearah Ayumi, terutama ke bagian pahanya yang putih mulus. Hal itu membuat penisku sering ereksi sendiri. Namun sejauh itu saya masih berusaha untuk dapat mengendalikan diri.

Setelah kurang lebih satu jam kami saling berbagi cerita, Nakhodaku mengatakan bahwa ia dan istrinya akan pergi ke rumah saudaranya yang sedang punya hajatan. Dan ia menyuruh saya untuk menunggunya di rumah saja, sampai dia kembali. Sebelum mereka pergi Nakhoda saya berbicara sebentar kepada Ayumi. Memang mereka berbicara dalam bahasa Jepang, namun sedikit-sedikit saya bisa mengerti artinya, yaitu ia menyuruh Ayumi untuk tinggal menemani saya dan menyiapkan makan untuk saya.
"Robert-san, kamu tinggal saja dan silahkan istirahat," kata Nakhoda saya dalam bahasa Indonesia.
"Yes, Captain," jawabku.
"Robert-san, Jangan malu-malu kalau mau makan, Ayumi akan siapkan makanannya," katanya lagi kepadaku dan Ayumi.

Setelah mereka pergi, saya duduk-duduk saja di ruang tamu sambil menonton televisi. Suasana rumah itu begitu sepi, karena nakhoda saya pergi bersama istri dan adik-adik Ayumi. Sedang asyik-asyiknya nonton, tiba-tiba Ayumi datang, kali ini dia sudah mengenakan Kimono, kamipun bercerita sambil nonton televisi. Dari penuturannya, saya tahu kalau Ayumi ini baru berusia 17 tahun dan duduk di SMU kelas dua. Pantas ia begitu kelihatan remaja dan cantik. Kami duduk tidak terlalu berjauhan, dan karena itu saya dapat sesekali mencuri pandang ke arah dua bukit kembarnya yang cukup kelihatan di balik kimono yang ia pakai.

Kelihatannya udara yang dingin membuatku sedikit menggigil, kucoba memegang tangannya dan ia tidak menolak.
"Ayumi-san, are you cold? " tanyaku
"Yes, I'm very cold, " jawabnya
Saya memberanikan diri untuk memeluknya, ternyata ia tidak menolak bahkan semakin merapatkan badannya kedadaku. Tanganku gemetaran saat bersentuhan dengan buah dadanya yang mulai membesar seiring usianya. Entah setan apa yang merasukiku, perlahan-lahan saya mengangkat dagunya dan menciumnya. Ayumi pasrah dan membalas ciumanku. Kami berciuman cukup lama dan saling memagut bibir dengan gairah nafsu yang sama membaranya.
"Robert-san, you are very handsome", Ayumi berkata, disela-sela kami berciuman.
"Same Ayumi-san, you are very beautiful, " kataku membalas.

Tanpa terasa tanganku mulai bergerak kearah payudaranya, dan mulai membelai dan sesekali meremasnya.
"Oh.. hsst, hsst, Robert-san, please," Ayumi mendesah dengan nikmatnya.
Pelan-pelan kubuka kimono yang menutup tubuhnya, ternyata dibalik kimononya ia tidak memakai pakaian dalam sehingga tubuhnya yang mulus segera saja terpampang jelas di mataku. Pentil susunya yang kemerah-merahan bertengger dengan indahnya diatas dua bukit kembarnya yang membusung indah. Betul-betul bagaikan puncak gunung Fujiyama, yang memang kelihatan jelas dari jendela rumahnya. Tanpa menunggu lama, kubopong dia ke atas sofa yang ada diruang tamu itu. Kembali kulumat bibirnya yang kecil memerah, sambil tanganku membelai lembut bukit kembarnya. Rupanya Ayumi juga tidak mau ketinggalan, ia membuka kancing-kancing bajuku dan melepas ikat pinggang celanaku. Tangannya dimasukkan ke dalam celanaku dan mulai meremas-remas batang kemaluanku. Akibat perbuatan Ayumi itu, kemaluanku semakin tegang, dan membuat mata saya juga meram-melek kenikmatan.

Setelah kurasa cukup melumat bibirnya, kini bibirku mulai kuturunkan kearah pentil susunya, dan mulai menjilatinya pelan-pelan.
"Oh my god, Robert-san, please, please touch me, suck it," Ayumi terus meracau tak keruan.
"Don't worry, honey. I will to do," kataku sambil terus menjilati pentil susunya. Sementara itu tanganku terus bermain-main diselangkangnya dan mengusap serta membelai lembut goa yang ada disela-sela momo-nya (BHs. Jepang = Paha). Jari jemariku terkadang lembut memasuki liang vaginanya dan terasa ada cairan hangat disitu. Menyadari hal ini saya segera berjongkok didepan sofa dan pahanya Ayumi kurentangkan lebar-lebar. Segera saja kujilati vaginanya dengan penuh nafsu.

"Auh.. hmm.. hst.. Robert-san o kudasai," Ayumi kembali meracau dalam bahasa Jepang.
Saya berusaha membuat suasana serileks mungkin, dengan terlebih dahulu mengecup liang vaginanya dan menghirup aroma khas perempuan yang begitu mempesona. Mungkin inilah aroma sejati sashimi dan sushi, pikirku dalam hati. Lidahku bermain liar di liang vaginanya dan sesekali kuhisap lembut klitorisnya yang bagaikan buah cherry terselip di sela-sela daun. Saking enaknya, tanpa sadar Ayumi menjambak-jambak rambutku.
"Oh.. uh.. mmh.." desah Ayumi keenakan.

Sluph.. clep.. clup.. lidahku berdecak berirama menghirup semua cairan hangat yang terus membanjiri liang vaginanya Ayumi. Rupanya Ayumi tak mau terus menerus kupermainkan, dia segera beranjak dan sekarang gantian saya yang duduk bersandar di sofa. Sekejap Ayumi memperhatikan batang kemaluanku kelihatan begitu tegang menantang.
"Oh Robert-san, it is very nice and very big, like is the Yokohama Tower," katanya terkagum-kagum sambil memegang dan mengocok-ngocok batang penisku. Sementara itu batang penisku semakin menegang dan kepalanya semakin merah kehitam-hitaman mengkilat.
"Yes, honey. But it is not Yokohama Tower, it is Monas Tower," balasku sambil tertawa geli dalam hati.

Tidak puas hanya memandang dan mengocok-ngocok batang penisku, kini Ayumi mulai menjilati dan mengulumnya. Lidahnya bermain lincah di pangkal dan kepala penisku, yang membuatku menggelinyang kegelian. Nafsuku semakin membuncah, akibat batang penisku yang terus-terusan dikulum dan disedot.
"Umm.. esht.. oh honey.. oh god," kataku keenakkan.
"Clup.. clep.. srlup.. setiap hisapan mulut Ayumi menimbulkan bunyi yang tak lagi berirama dan menghadirkan sensasi gairah tersendiri ditelingaku.

Sementara itu, jari-jariku terus bermain diliang vaginanya. Kumasuk keluarkan jari-jariku, sambil sesekali melakukan gerakan-gerakan membentuk oval mengikuti lekuk bentuk liang vaginanya. Cairan hangat yang semakin banyak keluar dari liang vagina, telah membasahi semua telapak tanganku.
"Oh, honey. Please fuck me," Ayumi yang sudah tidak dapat menahan gejolak nafsunya bangkit dari posisi jongkok dan naik keatas pangkuanku. Dipegangnya batang penisku dan pelan-pelan memasukkannya keliang vaginanya.
"Oh honey, it is very big, but I like it," Ayumi berkata sambil berusaha menekan pantatnya ke bawah untuk memasukkan batang kemaluanku.

Bless.. plok.. semua batang penisku telah masuk ke dalam liang vaginanya Ayumi. Terasa kehangatan menjalari setiap pori-pori yang ada di batang kemaluanku. Selanjutnya dia mulai menggenjot-genjot, menaik-turunkan pantatnya yang putih mulus dan melakukan gerakan-gerakan berputar yang berirama.
"Ouhk.. uhs.. yes.. oh yes.." Ayumi mengerang-ngerang kenikmatan.
"Oh honey, yes.. oh yes.." akupun tak kalah nikmatnya.
Beberapa saat sempat kuperhatikan sisa-sisa batang kemaluanku yang berada di luar liang vaginanya Ayumi, kelihatannya begitu perkasa bagaikan pohon yang berusaha menembus awan. Vaginanya Ayumi kelihatan begitu indah, berwarna kemerah-merahan.

Posisi Ayumi sekarang berganti, ia mengambil posisi menungging membelakangi saya. Inilah posisi Doggy style, yang memang saya gemari. Dalam posisi doggy style itu, saya bebas memandang vaginanya Ayumi yang begitu menantang untuk segera kususupi batang kemaluanku.
"Ups.. aukh.. yes honey, yes.." Ayumi mendesah-desah tak beraturan saat kumasuk-keluarkan batang kemaluanku di vaginanya.
"Oh.. usmh.. hah.. hah.." nafasku menderu-deru menikmati permainan ini.
Selang tiga menit kemudian rupanya Ayumi yang sudah semakin tak kuat menahan gairahnya berbalik dan mengambil posisi terlentang di sofa.
"Please honey, please come in, kudasai," Ayumi berkata dalam bahasa Inggris dan Jepang memintaku segera melakukan permainan puncak.
"Okay honey, okay," kataku sambil mengambil posisi dan mengarahkan penisku tepat ke lubang vaginanya.

"Uckh.. uhst.. yes honey," Ayumi mendesah saat kumasukkan penisku ke vaginanya.
Terasa sedikit sempit, namun penisku lancar saja memasukinya karena vaginanya sudah begitu basah. Selanjutnya, segera saja saya mulai dengan permainan puncak ini. Penisku kumasuk-keluarkan dengan irama yang teratur. Clep.. clup.. cres.. terdengar bunyi yang begitu menggairahkan saat penisku mulai beraksi. Ayumi rupanya tak mau ketinggalan, ia segera saja mengimbanginya dengan menggoyang dan memutar-mutar pinggulnya.
"oh, honey. I love you, honey. Uh.. shh..," Ayumi kembali mendesah-desah kenikmatan.
"Yes honey, I love you too," jawabku tak kalah nikmatnya.
"Ump.. hssh.. ouhk.. oh yes," Ayumi mendesah-desah semakin tak karuan.
"Ush.. ahh.. ohh..," sayapun mendesah-desah merasakan kenikmatan yang indah ini.

Kami menikmati permainan puncak ini dengan segenap perasaan, sambil sesekali bercakap-cakap. Beberapa saat kemudian rupanya Ayumi sudah tidak lagi kuat menahan gairah nafsunya, tangannya dengan kuat mencengkram bahuku dan pinggulnya digoyang-goyang semakin cepat.
"Oh honey, I'm coming. I'm coming, oh.. ah..," Ayumi mendesah semakin tak keruan.
"Oh yes, honey. Yes. I'm coming too," kataku yang juga sudah tak kuat menahan desakan-desakan nafsuku.
Gerakan maju mundur segera saja kupercepat dan Ayumi-pun semakin cepat menggoyang dan memutar-mutar pinggulnya. Beberapa saat kemudian kamipun mencapai puncak Fujiyama bersama-sama.
"Oh honey, oh.. uah.. umph..," desah panjang Ayumi saat mencapai puncak kenikmatan.
"Uhmp.. uhss.. ouhk..," desahku saat cairan lahar panas tumpah keluar dari lubang penisku dan membanjiri vaginanya Ayumi.

Ayumi memeluk erat tubuhku, seakan-akan tidak ingin melepas lagi. Jari-jari tangannya mencengkram erat punggungku, kedua kakinya melipat dan menekan pantatku. Sementara itu, saya sendiri memeluk tubuhnya dengan erat dan melumat habis bibirnya.

Kenikmatan terindah ditengah derasnya salju bulan Desember yang begitu berkesan. Sejak saat itu, setiap kali kapal saya bersandar di pelabuhan Yokohama Jepang, saya dan Ayumi selalu merengkuh kenikmatan bersama, terkadang di rumahnya atau di hotel.

*****

Teriring salam hangat dari atas geladak MV. Osaka Maru

Cukup Sekian....

Napsu Birahi Yang Terpendam Sama Tante




Napsu Birahi Yang Terpendam Sama Tante

Aku benar-benar jadi ketagihan berhubungan sex dengan wanita-wanita yang umurnya jauh lebih tua dariku. Hubungan cintaku dengan Ibu mertuaku masih terus berlanjut sampai saat ini. Jika aku sudah sangat rindu akan tubuh Ibu mertuaku, aku menelpon Ibu mertuaku, kami janjian untuk bertemu di salah satu hotel, yang lokasinya dekat dengan bandara.

Pagi pagi sekali aku berangkat, setelah kami berjumpa, kami tumpahkan semua rasa rindu kami, sehari penuh kami tidak keluar kamar mengejar sejuta kenikmatan.

Aku dan Ibu mertuaku benar benar memanfaatkan waktuku yang singkat, karena sore harinya aku harus segera kembali ke Jakarta. Saat menunggu dibandara, jika birahi ku datang, aku dan Ibu mertuaku masuk ke toilet bandara yang cukup sepi. Langsung kusingkap roknya, kuturunkan CDnya, kuturunkan celana dan CD ku sebatas lutut, dari belakang langsung kutancapkan kontolku kelubang memek Ibu mertuaku, kogoyang maju mundur pantatku dengan sangat cepat, agar secepat mungkin kami raih kenikmatan. Mungkin aku sudah gila, aku jatuh cinta sama Ibu mertuaku sendiri.

Banyak diantara pembaca sekalian yang bertanya tanya tentang hubungan sexku dengan Indri istriku? Dalam hubungan sex, Indri, tidaklah sehebat ibunya, dalam bercinta istriku tidak suka dengan gaya yang aneh aneh. Bahkan Untuk melakukan oral sex saja, Indri enggan melakukannya, jijik, katanya.

Dalam berhubungan badan, aku dan Indri lebih banyak mengunakan gaya konvensional dalam bercinta. Apalagi Indri istriku termasuk wanita karier yang cukup berhasil, kadang kadang disaat aku ingin bersetubuh istriku sering menolaknya, capek sekali, katanya.

Tapi bukan itu yang menjadi alasan aku harus selingkuh dengan ibunya atau dengan wanita setengah baya lainnya. Aku bangga akan istriku.

Hanya saja, dengan Indri semua fantasi sexku tidak pernah kesampaian, terlalu monoton, Dengan Ibu mertuaku atau dengan wanita setengah baya lainnya yang pernah kusetubuhi, aku bebas berexpresi, dan fantasi sexualku juga bisa terpenuhi.
Dengan mereka, aku benar benar merasakan kepuasan sexual yang luar biasa.

Sekarang aku akan melanjutkan ceritaku, tentang hubunganku dengan Ibu Mila, setelah persetubuhan kami yang pertama.

*****

Saat keesokan harinya, ketika aku sudah tiba dikantor, aku hanya senyum senyum sendiri membayangkan Ibu Mila atasanku, orang yang begitu ditakuti dikantorku ini, akhirnya menyerah pasrah dalam pelukanku, memohon mohon agar ladangnya segera dicangkul dan sirami oleh air kehidupan yang begitu nikmat. Aku hanya tersenyum sendiri kalau mengingat apa yang terjadi semalam antara aku dengan Ibu Mila.

Aku benar benar menunggu kedatangan orang yang paling berpengaruh dikantorku, dan ingin sekali melihat reaksi dan expresi Ibu Mila kepadaku. Setelah lewat setengah jam, Ibu mila belum Muncul juga. Dari Yena, sekretaris Ibu Mila aku tahu, bahwa hari ini Ibu Mila tidak masuk kantor karena kurang enak badan. Banyak teman teman yang tersenyum lepas, karena bisa bebas bekerja tanpa perlu ada yang ditakuti.

Cuma aku yang tidak senang atas peristiwa ini, karena aku ingin sekali melihat expresi wajah Ibu Mila. Ya sudahlah Akupun sibuk dan larut dengan pekerjaanku. Tanpa terasa sudah jam sepuluh pagi, tiba tiba aku dikejutkan oleh suara dering Hpku, tanda bahwa ada pesan yang masuk. Aku lihat ternyata Ibu Mila yang mengirim pesan, segera kubaca isi pesan tersebut.

"Pento.., kamu lumayan juga diatas ranjang, jadi wajar, kalau Ibu mertuamu sampai hamil. Hari ini saya nggak masuk kerja, saya tunggu kamu dirumah saya, jam satu siang. Minta izin sama Siska bilang saja kamu sakit.

Mila."..

Uh dasar.. Bos, Sudah jelas jelas Ibu Mila kubuat KO di atas ranjang, masih bilang aku hanya lumayan. Tapi aku bersyukur juga, berarti hari ini aku bisa mengentot Ibu Mila lagi. Langsung terbayang semua kenikmatan yang akan kuperoleh dari tubuh gendut Ibu Mila.

Dengan alasan kurang enak badan, akupun izin untuk istirahat pulang, kutelpon taksi, saat taksi sudah datang, akupun langsung cabut dari kantorku menuju rumah Ibu Mila.

Setelah mendapat SMS dari Ibu Mila, aku begitu penuh semangat, hari ini aku ingin membuat Ibu Mila mengemis dan mohon ampun padaku. Cuma aku sadar, kemampuan sexku tidaklah terlalu hebat. Nggak mungkinlah, aku bisa kuat ngentot berjam jam. Untuk menambah stamina dan daya tahan sex ku, aku mampir ke salah satu toko yang menjual obat kuat, dari uang yang diberikan Ibu Mila kepadaku, aku beli beberapa butir obat kuat yang cukup ampuh. Didalam taksi langsung aku minum sebutir. Haa.. ha.. rasakan nanti, batinku.

Jam satu kurang, aku sudah tiba dirumah Ibu Mila, Kupencet bell dengan perasaan berdebar. Saat pintu gerbang terbuka kulihat Agus, satpam penjaga rumah Ibu Mila membukakan pintu.
"Eh.., Bapak Pento Silahkan masuk Pak, Ibu sudah menunggu Bapak di dalam".
"Terima kasih Pak", jawabku.

Akupun masuk kedalam, jauh juga jarak dari pintu gerbang sampai kepintu rumah Ibu Mila. Kulihat Ibu Mila sudah menunggu diteras rumahnya dan melambaikan tangannya.
"Hai, kamu datang juga.., aku pikir kamu nggak datang", sapa Ibu Mila.
"Aku pasti datang Bu, kalau tidak datang, bisa-bisa rahasiaku terbongkar", candaku.
"Ayo masuk, kamu sudah makan siang belum? Kita makan sama sama, hari ini Ibu sudah pesankan makanan untuk kita berdua. Spesial buat kamu dan Ibu".
"Mmm.. ramah sekali Ibu Mila hari ini", batinku.

Aku dan Ibu Mila masuk kedalam ruangan yang begitu besar, sepertinya kamar tidur Ibu Mila. Di dekat jendela yang menghadap kearah kolam renang, aku melihat sebuah meja kecil yang sudah ditata rapi, dengan nyala lilin dan sebotol wine, romantis sekali.

Aku dan Ibu Mila duduk berhadapan, Ibu Mila begiti lemah lembut, kamipun makan siang bersama, dalam suasana kamar yang begitu romantis.
"Boleh saya merokok disini Bu?"
"Silakan Pento, dulu almarhum suami Ibu juga seorang perokok", jawab Ibu Mila.
"Kamu mau Minum wine?", tanya Ibu Mila.
Kemudian Ibu Mila memberikan segelas wine untukku, kami terus berbicara sambil menghabiskan minuman kami.

Kupeluk tubuh Ibu Mila dari belakang saat Ibu Mila berdiri dijendela memandang keluar, Kucium dengan lembut wajahnya, bibirnya, burungku yang menempel tepat di belahan pantat Ibu Milapun sudah tegak berdiri, sampai sakit sekali rasanya, mungkin pengaruh obat kuat yang sudah aku minum.

"Pento, Sebenarnya Ibu mau mengajak kamu makan malam disuatu tempat yang romantis sekali, Cuma Ibu tahu, kamu tidak punya banyak waktu kalau malam hari jadi Ibu ajak kamu makan siang di sini, dikamar Ibu, dan sengaja suasananya Ibu buat seperti ini, agar tetap terkesan romantis"
"Terima kasih Bu, Ibu baik sekali". Jawabku
"Kamu tahu Pen? Ini kamar tidur Ibu dan almarhum Bapak, kamu lelaki kedua setelah almahum Bapak, yang boleh masuk di kamar ini. Ibu sudah lama suka sama kamu, Cuma Ibu nggak yakin, melihat gayamu yang cool, apa iya kamu mau sama Ibu?, Untung Ibu mendengar pembicaraan kamu dan Ibu mertuamu, yah terpaksa Ibu harus mainkan siasat, untuk mendapatkan kamu".
"Pento kamu maukan, hari ini, kamu bercinta dengan Ibu tanpa merasa terpaksa".

Aku tersenyum dan kupandangi wajah Ibu Mila, aku merasa bangga sekali, kupeluk lebih erat lagi tubuh Ibu Mila. Tubuhku sudah panas rasanya, Ibu Mila berbalik, kami sudah saling berhadapan. Kupandangi wajah Ibu Mila, cantik sekali, kukecup lembut bibir Ibu Mila, kami berdua sudah saling melumat. Lama sekali kami berciuman, ditambah lagi suasana yang begitu romantis menambah tinggi gairah kami berdua.

Kulepas pakaian yang di kenakan Ibu Mila, kuciumi lehernya, Ibu Mila mendesah menikmati cumbuan yang aku berikan, kubuka Bh nya, kuremas dengan lembut tetek Ibu Mila. Ciumanku terus turun kearah buah dadanya, kujilati dan kuhisap tetek Ibu Mila, Ibu Milapun semakin mengeliat dan semakin keras desahannya.

"Uh.. Pento.. Terus hisap sayang.. Uhh.. Enak.. Pen."..
setelah puas bermain main di buah dada Ibu Mila ciumankupun turun keperutnya. Kujilati pusarnya sambil tanganku berusaha melepas celana dalam Ibu Mila, yang merupakan penutup terakhir di tubuhnya. Masih dalam posisi berdiri kujilati memek Ibu Mila, kuhisap semua lendir yang keluar, dendam yang tadinya begitu mengebu gebu hilang sudah, aku begitu lembut memperlakukan Ibu Mila.

"Ah.. pento.. nikmat sekali sayang, buka pakaianmu sayang".
Jari jemari tangan Ibu Mila dengan lincah melepas kancing pakaianku. Satu persatu pakaian yang kukenakan terlepas sudah. Akhirnya kami berdua sudah telanjang bulat. Dihisapnya puting dadaku, sambil tangan Ibu Mila meremas remas kontolku yang sudah sangat tegak berdiri.

"Pento aku ingin kita melakukannya di tempat tidur, puaskan aku sayang".
Kami berdua berjalan menuju kepembaringan, tangan Ibu Mila terus memegangi kontolku. Tubuhku direbahkan diatas pembaringan, kemudian kontolku di kulum dengan lembut, nikmat sekali kuluman Ibu Mila.

"Oh.. Pento Ibu sudah tidak tahan lagi.. Ibu masukin ya sayang."..
Kemudian Ibu Mila menaiki tubuhku, digemgamnya kontolku dan diarahkan ke lubang memeknya, perlahan lahan sekali Ibu Mila menurunkan pantatnya, mili demi mili batang kontolku masuk meluncur ke lubang memek Ibu Mila yang sangat basah sekali.

"Ahh."., rintih kami berdua, saat kontolku masuk semua terbenam didalam lubang memek Ibu Mila.
Aku lihat Ibu Mila memejamkan mata dan mengigit bibirnya menikmati sensasi yang begitu indah. Ibu Mila mengangkat pantatnya dengan perlahan sekali, menikmati gesekan batang kontolku dengan dinding memeknya, kemudian diturunkan kembali dengan sangat perlahan. semakin lama goyangan naik turun pantat Ibu Mila semakin cepat.
"Akkhh.. Pento.. ampun.. enak sekali sayang.. kontolmu enak sekali sayang".
Ibu Mila terus menjerit mendesah berteriak menikmati sensasi nikmat dari pertemuan batang kontolku dengan lubang memeknya. Kontolku yang begitu tegak perkasa terus menerus menerima gesekan demi gesekan dari lubang memek Ibu Mila.
"Iya.. Bu, aku juga nikmat goyang terus Bu".
Kuremas tetek Ibu Mila, aku angkat badanku kuhisap teteknya, goyangan pinggul Ibu Mila makin menggila dan terkendali.

Jujur saja, kalau bukan karena pengaruh obat kuat yang aku minum, Mungkin aku sudah ejakulasi, dan sudah tidak sanggup lagi bertahan mengimbangi goyangan pantat Ibu Mila yang begitu liar.
"Oh.. Pento.. Ibu.. sudah nggak sanggup lagi.., Ibu mau keluuarr".
"Ayo.. Bu.. keluarin semuanya Bu.. Nikmatin.. Bu."..
Kuhisap dengan kuat tetek Ibu Mila, dan Ibu Milapun makin mempercepat goyangan pinggulnya menanti saat saat datangnya orgasme.
"Pentoo.. Arrgghh."., jerit Ibu Mila, memek Ibu Mila dengan kuat mencengkram batang kontolku.
Sungguh menyesal aku meminum obat kuat, padahal saat seperti inilah, saat yang paling nikmat untuk secara bersamaan melepaskan orgame yang sudah tertahan. Namun kalau aku tidak meminumnya, aku juga tidak tahu apakah aku sanggup bertahan dari serangan dan goyangan pantat Ibu Mila.

Dipeluknya aku dengan erat sekali.
"Hu.. hu.. hu."., Ibu Mila menangis.
Aku peluk tubuh nya dengan erat. Kurebahkan badanku, Ibu Mila ikut rebah sambil terus memelukku. Kubiarkan Ibu Mila menikmati orgasmenya.

Kukecup kening Ibu Mila, ku belai rambutnya dengan penuh kasih sayang, sementara kontolku masih terus terbenam di dalam lubang memek Ibu Mila.
"Enak sayang", Tanyaku
"Enak sekali Pen, dasyat sekali rasanya" jawab Ibu Mila lirih.
"Kamu sudah keluar Pento?".
"Belum Bu, tidak apa apa, yang penting Ibu puas", Jawabku.
"Ibu lemas sekali Pento, kasihan kamu belum keluar".
"Tidak apa-apa Bu, Ibu istirahat dulu, nanti kita lanjutkan lagi, toh waktu kita masih panjang", jawabku.

Ibu Mila mengangkat tubuhnya dan langung menghempaskannya kembali disampingku. Kontolku masih tegak berdiri, sama sekali belum terlihat tanda tanda hendak memuntahkan isinya. Ibu Mila merebahkan kepalanya didadaku, kupeluk tubuh Ibu Mila, sambil kubelai belai ramutnya. Akhirnya Ibu Milapun tertidur.

Kupandangi wajahnya, ada senyum kepuasan disana. Seandainya saja dendamku belum hilang mungkin aku tidak peduli apakah Ibu Mila lelah atau tidak, pasti sudah kutancapkan kembali kontolku yang masih tegak berdiri kelubang memek Ibu Mila sampai Ia minta ampun dan memohon mohon padaku.

Hari itu sampai jam sepuluh malam Aku dan Ibu Mila benar benar menghabiskan waktu kami hanya untuk bersetubuh meraih kenikmatan demi kenikmatan. Kami berdua melakukannya dengan penuh perasaan.

Ternyata di balik ketegaran yang diperlihatkanya dikantor, Ibu Mila tetaplah seorang wanita yang butuh perhatian dan kasih sayang.

Gelora Birahi di Tengah Samudra



Gelora Birahi di Tengah Samudra

Namaku Ryan (bukan nama yang sebenarnya), pangilan akrabku kuanggap bagus dan selalu membawa kehokian yang baik dan ditunjang dengan postur tubuhku yang sangat atletis, tinggi 167 cm dengan berat badan 58 kg sangatlah membantuku dalam segala kegiatan. Keramahan serta rendah hati adalah senjataku karena aku berprinsip banyak teman banyak rejeki dan tidak kelewatan pula pasti banyak wanita yang tergoda. Dengan formasi yang begitu, tentu anda tahu seleraku. Aku sangat menyukai wanita yang berumur sekitar 30 hingga 37 tahun dimana mereka umumnya sangatlah cantik, dewasa dan terlihat sangat anggun. Entah mengapa Tuhan memberi anugerah kecantikan wanita yang sempurna bila mereka berumur sekitar yang kusebutkan di atas.

Aku bekerja di perusahaan P**** (edited) yang sangat syarat berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat dengan posisi yang lumayan srategis.

Diawali dengan perkenalanku dengan seorang pramuniaga yang sangat cantik, umurnya sekitar 33 tahun dan mempunyai anak satu. Henny namanya, sangat mudah diingat dan sangat enak terdengar di telinga. Perkenalanku berawal ketika aku sedang berlibur ke Kalimanatan (Banjarmasin). Perkenalan itu sangat indah dan romantis, disaat matahari tenggelam tertelan air laut di atas dek ferry kulihat seorang wanita bersandar di tiang besi dengan rambut yang tergerai melambai-lambai tertiup sepoi-sepoi angin laut, sungguh cantik dan sexy lekuk tubuh dan dadanya membusung ke depan, sweter unggu serta span warna hitam tak dapat menyembunyikan keindahan tubuhnya.

Dengan langkah yang pasti kuhampiri dengan sedikit sapaan dan percakapan yang sopan mulailah ia terbawa oleh obrolanku yang sedikit humor dan kadang menimbulkan gelak tawa yang memunculkan lesung pipinya, ya ampun cantik betul mahluk ini. Setelah puas dengan ngobrol ini itu dan matahari pun malu menampakkan wajahnya ternyata sudah pukul 19:00 WIB, tak terasa sudah perkenalan yang begitu lama di atas dek dan kami memutuskan untuk kembali ke bangku masing-masing. Kami berjanji akan bertemu kembali jam 21:30 di tiang besi saksi perkenalan kami.

Setelah mandi dan merapikan diri, tak sadar handphone-ku berdering, alarm yang sengaja kupasang telah memanggilku untuk segera naik ke dek karena sudah waktunya kujemput bidadariku di atas dek. "Hai Ryan.." sapa merdu Henny menyapaku dengan menepuk punggungku saat aku memandang lautan.
"Hai, Hen.." sedikit taktik, kubelai rambutnya.
"Maaf Hen.." kataku mesra.
"Ada apa Ryan.." balasnya manja.
"Nih benang bikin rusak pemandangan," jawabku, padahal benang itu sejak tadi ada di tanganku.
"Oh kamu ini bisa aja Ryan.." bisiknya manja.

Henny sudah bercerai 3 tahun yang lalu dikarenakan suaminya suka berjudi dan mabuk-mabukan yang membuatnya banyak dililit hutang dan kehidupan rumah tangganya selalu tak terhindar akan keributan.

"Kenapa kamu tak cari suami lagi, Hen.." tanyaku untuk memecahkan keheningan.
"Ah.. nantilah," jawabnya, "Aku masih suka sendiri dan masih kunikmati peran gandaku sebagai ibu dan ayahnya Ranny (anaknya, red) toh masih cukup gajiku untuk membiayainya."
"Hebat kamu Hen, bagitu tegar dalam keadaan begitu. Kurang apa coba.. kamu mandiri, cantik, sexy dan masih muda lagi, akupun mau mendaftar kalo masih ada lowongan.. ahahaha.." aku sengaja tertawa untuk meriuhkan suasana karena kulihat dia diam dengan wajah agak memerah.
"Hahahhaha.." ternyata dia tertawa, "Ach kamu ini pantesnya jadi adikku," jawabnya melecehkan.
"Hahahaha.. aku malah," terbahak-bahak karenanya, "Lho meskipun adik tapi bisa buat adik si Ranny lho."
"Mana mungkin," jawabnya.
"Lha kok nggak percaya.. jangan ketagihan ya nanti," jawabku.
"Yee.. siapa yang mau," godanya manja.
"Aku yang mau," jawabku.
Kamipun tertawa riang.
"Dasar buaya," jawabnya.

Tanpa sadar kapal bergoyang dan angin semakin kencang dan Henny sudah ada di pelukanku, karena terombang-ambing kapal kudekap tubuh sintalnya dan tak luput kupengang buah dadanya yang besar, ternyata diapun diam saja. Kutahan goyangan kapal dan tak kulewatkan kesempatan itu dengan sedikit fantasiku goyangkan pantatku dan.., "Ach.. nakalnya kamu.." ternyata diapun menyadari makin nekadnya aku mengambil kesempatan dalam kesempitan sambil mencubit pinggangku, "Menggoda ya.." bisiknya.
"Ach masa, tapi suka kan," jawabku.
"Hahahaa.." gelak tawapun tak terhindarkan lagi.
"Hen turun yuk, bahaya nich.. kayaknya angin semakin kencang dan goyangan kapal semakin garang kalo aku yang goyang kamu sich nggak masalah, lha ini kapal yang goyang.. hehehe.." ajakku mesra.
"Dasaar.. dasaar, bener-bener buaya kamu Ryan," balasnya manja.
"Pppsst.. bukan buaya tapi biawak.. hahahha.." balasku.

Kamipun menuju anak tangga, satu persatu anak tangga kami lalui dengan tangan yang melingkari perutnya dan diapun melingkarkan tangannya di pinggangku. Dengan berani kucium telinganya, dia diam saja hanya reaksi tangannya saja yang menggenggam perutku dan kamipun sudah sampai di depan pintu yang bertuliskan staff only lalu kutarik pinggangnya untuk masuk, diapun tidak menolak. Dengan luas ruangan 2 X 4 m2 sangatlah luas bagi kami berdua. Dalam keremangan lampu kulumat bibir tipisnya, nafas kamipun semakin menderu. Ternyata dia pengalaman sekali dalam french kiss.

Kami berciuman 5 menit lamanya dan dia mulai membuka sweternya sedang aku membuka jaket kulitku dan kami jadikan alas hingga tiada benang sehelaipun yang melekat di tubuh kami berdua. Sungguh indah tubuhnya, dengan ukuran payudara 36B dan belum turun kuanggap sangatlah sempurna. Dalam keadaan berdiri, kulumat bibirnya dan mulailah turun ke tengguk hingga payudaranya dengan puting yang merah muda, "Seperti masih ABG saja," pikirku. Kulumat yang kanan dan kupiin-pilin yang kiri membuat suaranya, "Hmm.. ach.. hmm.. sppt.. Ryan teruskan Ryan.. aacch, enak Ryan.." Kepalaku pun ditekannya ke dadanya, tak kupedulikan dia, kuhisap, kugigit-gigit kecil putingnya hingga ia makin menjambak rambutku. Dengan jenggot yang baru kucukur 2 hari yang lalu kugesek-gesekan daguku di gunung kembarnya. "Oooh Ryan.. please masukin dong.. sstt.." Tak kupedulikan ocehannya hingga kulumat perutnya, pusarnya dan akhirnya sampailah di gundukan surga dunia, sungguh indah.

Mataku terbelalak ternyata tidak ada sehelai rambutpun di sekelilingnya, harum dan wangi yang khas. Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu. "Ohh.. apa yang akan kau lakukan.. akh.." desahnya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya.

Beberapa saat kemudian tangannya malah mendorong kepalaku semakin bawah dan, "Nyam-nyam.." Nikmat sekali kemaluan Henny. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku. Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, "Creep.." ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sejak tadi becek. "Aaahh.. kamu nakaal," jeritnya cukup keras. Terus terang kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuknya yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin bernafsu saja. Secara bergantian, kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku. "Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Ryan.." lirih Henny. "Ryan, udah dong Ryan masukin aja.. Ryan oohh.. aku udah nggak tahan nich, please setubuhi aku.." pinta Henny lirih. Tanpa banyak mulut kumasukkan batang kemaluanku yang panjang dan tegak itu, dia tersentak, "Ach pelan dong Say.. sstt.." Kugenjot dengan penuh perasaan, sementara tanganku tidak tinggal diam, kupilin-pilin puting susunya yang mungil.

Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Henny terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya. "Ryann.. aahh.. aku nggaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh.." desahnya tertahan. "Tahan Hen.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya.. tahan dulu.. jangan keluarin dulu.." Tapi sia-sia saja, tubuh Henny menegang kaku, tangannya mencengkram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, mungkin karena lamanya ku-oral kemaluannya yang enak itu.

"Ooo.. ngg.. aahh.. Ryan sayang.. Ryan.. ooh enaak.. aku kelauaar.. oohh.. oohh.." teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya di sekeliling burungku mengeras dan terasa mencengkram erat sekali, sementara itu batang kemaluanku masih tegak berdiri sedangkan dia sudah 4 atau 5 kali orgasme.
"Ryan, ayo dong Say aku udah nggak tahan nich.. Ryan keluarin dong.. aku hisap aja ya, biar cepat keluar.." Tanpa kusuruh dia sudah melumat dan menyedot kemaluanku.
"Astaga.." kurasakan tekanan dari dalam batangku sepertinya akan keluar. "Hen.. Hen.. stop Hen.. aku mau keluar nich.." desahku tertahan.
"Ya udah Ryan, masukin aja ke memekku.. aku juga ingin merasakan pejumu membajiri memekku.. aku kangen, udah lama nggak ada yang membanjiri memekku dengan peju.." balas Henny dengan nada manja dan sedikit genit.
"Aach.. Hen, aku mau keluar nich Hen.. ach.. achh.." aku lemas lunglai tak berdaya di atas tubuh Henny yang sexy itu.
"Makasih ya Ryan.." Kamipun tertidur dan aku terkejut ketika terbangun sudah pukul 04:00, untung saja tidak ada yang memergoki perbuatan kami. Setelah merapikan diri, kamipun kembali di kursi masing-masing dan kami berjanji akan bertemu kembali di kota, kebetulan kami satu kota. Sampai saat ini kamipun masih sering berhubungan dengan komitmen kebebasan yang menghargai serta menjunjung seks yang sehat.

Cinta, Seks dan Hasrat,Surabaya, 2008



Cinta, Seks dan Hasrat
Surabaya, 2008

Waktu itu aku sedang sendiri. Aku baru saja (sekitar sebulan) berpisah dengan salah seorang gadis yang sangat kusayangi. Ah, aku sendiri heran, mengapa perpisahan yang kali ini membuatku sedikit sakit hati. Hari-hari terasa sangat berat tanpa kehadirannya, bahkan aku pun punya rasa sedih akan kehilangan seseorang (setidaknya itulah yang kupikirkan saat itu). Aku jadi semakin sering menelepon Enni (kekasih pertamaku) walau hanya sekedar menceritakan betapa aku merasa sangat sendirian. Mungkin kalian pernah merasakan (paling tidak sekali) serius menjalin hubungan dengan seseorang, dan begitu pula aku. Pathetic, untuk cowok sepertiku. Tapi, yah terkadang perasaan tak dapat selalu ditipu, bukan?

Suatu hari aku (karena menganggur sekali) menghabiskan waktu luangku di toko buku Gramedia, di jalan Kertajaya, sekedar membaca-baca buku. Soalnya di sana satu-satunya toko buku bermutu dimana kita bisa membaca gratis. Waktu itu aku sedang menikmati membaca buku komik Jepang Elex Media terjemahan bahasa Indonesia (entah apa judulnya, soalnya aku tak ingin repot mengingatnya). Menyandarkan tubuhku di tembok di sebelah rak buku, dan membiarkan orang-orang memandangku dengan heran saat aku tertawa. Saat itulah tiba-tiba aku melihat sebuah kepala muncul dari balik buku yang kupegang.

"Nia?" seruku tak percaya.
"Ray? Bener kan? Raayy!" seru gadis itu tak kalah sengit.
Kami berdua tanpa terasa saling berpelukan, tertawa-tawa, membiarkan adegan tak senonoh itu dilihat orang di sekitar kami.
"Ssshh.. banyak orang," Nia berkata kepadaku.
"Hahaha.. nyari tempat yuk," kataku.
Kugandeng tangannya keluar dari Gramedia. Kami akhirnya mengambil tempat di salah satu warung di sebelah toko buku itu.

"Ray, gimana aja kabarnya.. umm.. setahun yah?"
Ah ya setahun, lama memang.
"Yah, baik-baik saja. Kamu?"
Lalu Nia bercerita tentang bagaimana ia setelah lulus SMU, berangkat ke Jakarta untuk meneruskan kuliah D1 di sebuah universitas negeri di sana. Setelah tamat, ia kembali ke Surabaya dan bekerja di sebuah bank swasta yang namanya cukup kondang di Indonesia.

Ceritanya sangat panjang (dan siapapun takkan mau mendengarnya, membosankan), namun yang kutahu saat itu aku butuh teman untuk bicara, untuk.. "Ray, jadi inget waktu dulu." Aku pun teringat. Waktu..

Kota Xxx, Jawa Timur, 1995

Kami bertengkar hebat hari itu. Enni tidak mau lagi mendengar alasanku. Dia benar-benar marah ketika mengetahui bahwa aku melupakan janjiku untuk mengantarnya les hanya demi bandku. "Pulang, pikir dulu perbuatan kamu, baru temui aku lagi!" Huh, ya sudah, pikirku sambil beranjak keluar mengambil sepeda Federal-ku dan ngeloyor pulang. Di tengah jalan hampir saja aku terjatuh, reaksi Nipam di tubuhku masih belum hilang benar. Aku pulang ke rumah, membanting sepedaku di halaman, dan langsung menuju ke kamar. Kubuka lemariku dan mengambil sebotol Bacardi yang isinya tingal setengah. Kuambil 'tik' obat di saku belakangku. Memencet keluar dua butir terakhir, mengunyahnya sambil menenggak seteguk cairan dari botol di hadapanku. Nikmat! Anganku melayang, kujatuhkan tubuhku di tempat tidur, menunggu reaksi obat bekerja. Cih, pikirku, siapa yang butuh wanita. Kubuka retsleting celanaku, mengeluarkan batang kemaluanku, menggoyang-goyangnya sejenak dalam genggamanku sampai menegang. Kusentil ujungnya dengan telunjukku sambil tertawa kecil. Gila, aku tahu kamu protes atas ucapanku, hahahaha. Setan pun tertawa dalam jiwaku.

Kubayangkan tubuh Enni di atasku, tanpa pakaian, tubuhnya bersimbah peluh. "Ahh.. uhh.. ahh.. Ray.. ahh.. ahggh.. agg.. ahh.." kutariik-tarik kulit kemaluanku, merasakan nikmat pada ujung-ujung sarafnya. Sekarang Enni menciumi dadaku dengan ganas, menggerak-gerakkan pinggulnya, "Ahh.. mm.. mm.. hh.. ahh.. ngnggnn.. hh.." kuraasakan keringat di permukaan perutku. Nikmat, anganku semakin melayang. Bangsat hina! Kulepaskan genggamanku pada batang kemaluanku, mengeleng-gelengkan kepalaku untuk memperoleh sedikit kesadaran. Monyet!

Kuulurkan tanganku mengangkat gagang telepon yang barusan berbunyi keras sekali di pinggir kepalaku.
"Halo..?" nada suaraku terdengar penuh emosi.
"Ray? Kamu tidur..? Sori deh.." nada suara ketakutan terdengar dari seberang.
"Ah.. nggak apa-apa. It's okay," emosiku sedikit mereda.
"Kamu ada masalah apalagi dengan Enni?"
"Biasa, sifat kekanak-kanakannya belum mau hilang."
"Ya sudahlah, tadi dia nangis telpon aku.."
"Lalu? Kamu mau menyuruhku minta maaf ya?"
"Bukan gitu, Ray.."
"Ya sudah deh, aku ngantuk."

Kuletakkan gagang telepon tanpa menunggu sahutan suara di seberang. Kembali menelentangkan tubuhku, menggenggam batang kemaluanku. Hup. Ah, ya. Kuangkat lagi gagang telpon, menekan beberapa nomor.
"Nia? sori aku sedikit emosi."
"Hmm.. iya deh, tapi jangan berantem terus."
Pikiranku sedikit melayang. Obat sialan.
"Nia, jalan yuk."
"Ha? Mau kemana?"
"Curhat saja, aku pingin refreshing," sahutku sok sedih.
"Iya deh, jangan pulang malam-malam okay."
"Yop."

Kuletakkan gagang telpon ketempatnya semula, mengambil celanaku dan berpakaian.
"Ma.. aku pakai mobil," teriakku.
"Mau kemana Ray? Nanti Papa pulang loh.." mama berteriak dari dalam kamar.
"Bentar saja.." sahutku, dan langsung mengambil kunci mobil dan tanpa menunggu seruan mamaku, aku membawa mobil papa keluar rumah.

Di jalan kutenggak teh pahit yang selalu kubawa di saku jaketku. Ah, lumayan segar. Kutaruh kembali botol Vicks 44 itu ke dalam saku jaketku, dan memacu gas mobil menuju ke rumah Nia.

---------------------------------------------------

Kugerayangi buah dadanya, menciumi puting susu-nya, melumat bibirnya, meraba selangkangannya, "Ahh.. uh.. oh.. hkk.. jangan gitu dong, Ray. Kamu harus lebih pengertian." Kubanting stir ke kiri, memasuki jalan menuju ke luar kota yang ditumbuhi pepohonan, jalan itu terlihat sepi dan gelap.
"Bagaimana bisa pengertian kalau sifatnya seperti itu terus?"
"Yaahh.. bagaimana yah?" Nia terlihat bingung, matanya menatap jendela, melihat pepohonan yang seakan berlari.
"Memang anaknya seperti itu, Ray?" lanjutnya.
Saatnya, pikirku. Kubanting stir melewati kali kecil di bahu jalan, itu bukan masalah untuk Taft GT milik papaku.

---------------------------------------------------

Kurasakan Rena mengelus rambutku. Aku menangis semakin keras, mengerang dan terisak, sesekali menguap dengan gerakan sesamar mungkin, sekedar memastikan air mataku tetap keluar.
"Aku sedih.." isakku.
Yah, sedih sekali, sampai menempelkan kepalaku di pahanya.
"Ya, begitulah namanya orang pacaran, kan nggak harus senang terus.." kudengar bisikannya.
"Kamu baik.." kataku lirih nyaris tak terdengar.
Nia mencondongkan kepalanya.
"Apa..?"
Susu-nya itu loh, menempel di ubun-ubunku, seandainya aku bisa berkata begitu saat itu. Namun, aku lebih memilih untuk memutar tubuhku, mengangkat punggungku sekuat tenaga sehingga dapat menyentuh bibirnya dengan bibirku. "Hhh.. Ray.." Peduli amat, lagi enak, nih.
"Aku butuhh.. mm.." kukulum bibirnya.
"Sayanghh.." Nia membalas ciumanku.
Matanya terpejam. Kuangkat sisi tubuhku, memeluk belakang lehernya dengan telapak tanganku. Plakk! Tamparan itu telak mengenai pipiku, membuat pengaruh obat di kepalaku sejenak berkurang. "Nia.. maaf.." Aku beringsut ke bangkuku sendiri, menutup mukaku dan menangis seperti seorang anak kecil. Cukup lama dan melelahkan untuk berpura-pura seperti itu. "Ray.. aku juga minta maaf.." Akhirnya siasat ini memang tak pernah gagal.

Nia diam saja saat aku membalikkan tubuhku dan mengecup bibirnya. "Ah.. mm.." kudengar Nia mengeluh dan kulihat matanya terpejam, meninggalkan garis kepasrahan saat kugenggam susu-nya dengan telapak tanganku. Sip, pikiranku mulai bergerak cepat dalam kondisi setengah sadar. Kutempelkan telapak tangaku ke belakang lehernya, menekan kepalanya supaya aku bisa melumat bibirnya lebih dalam. "Hhh.. Nia.." kuremas dadanya di genggamanku, menikmati kekenyalannya. Nia diam saja saat kumasukkan tangaku ke dalam bajunya. "Ray.." Entah setan mana yang menyetir otakku saat itu, kuremas buah dadanya yang empuk, mengulum bibirnya dengan penuh nafsu, membuatnya terengah-engah menahan tekanan kepalaku.

Nia menurut saat. Kugandeng lengannya menuju jok belakang. Kukulum lagi bibirnya, sekarang tanganku mengangkat bagian bawah bajunya. "Ray.. hh.." Kuangkat bajunya melewati kepalanya, menciumi dadanya, menjilati BH yang menutupi payudaranya, memegang ketiaknya, mendorong punggungnya terangkat, sehingga bisa kutekan kepalaku di dadanya. "Ahh.. mmhh.. ah.. nikmatnya.." Nia mengeluh kecil saat kulepas kaitan BH-nya. Kulihat payudaranya yang membusung dan putingnya yang terlihat menggoda. Kuhisap putingnya, menyaksikan pori-porinya yang membuka saat kujilati kulit dadanya. "Ray.. hh.." kubekap mulutnya dengan bibirku, nafasku mulai terengah-engah oleh nafsuku sendiri. Kubuka baju atasku, menempelkan dadaku ke payudaranya, menekan dan menggesek, menikmati semua keluhan dan rintihannya yang tertahan ketika bibirku mengulum bibirnya.

Ah.. kenikmatan ini, kenikmatan yang selalu kuinginkan saat hatiku gundah. Kepalaku terasa sangat ringan. Kubaringkan dia di jok belakang, sambil terus menekan dadaku, memastikan dia tidak banyak bergerak. "Ray.. jangan, Ray.." Ahh, betapa aku merindukan setiap gadis yang merintih seperti itu di dekapanku. Kuteruskan membuka celana pendeknya, membiarkan pahanya terlihat jelas. Ahh, kuelus dan kuraba pahanya tanpa memperdulikan tatapan matanya yang setengah terbuka, menatap protes atas perlakuanku kepadanya. Jadi, sebelum tangannya menyingkirkan tubuhku, kuciumi lagi wajahnya, meremas payudaranya, membuatnya mengerang dan melenguh. "Ahh.. mmhh.. nnggh.." kunikmati gerakan tulang punggungnya yang terangkat. Ahh, nikmatnya. Kuraba betisnya, menelusuri kulit pahanya yang mulus, dan meletakkan telapak tanganku di permukaan belahan pahanya, beristirahat sejenak, menikmati genggamannya di pergelangan tangaku yang menguat. "Ya Tuhan.. ahh.." Sayang, jangan mendesahkan nama Tuhan sekarang, paling tidak jangan saat ini. Kuraba celah kemaluannya yang mulai basah dari balik celana dalamnya.

Menggerak-gerakkan jariku, membuatnya semakin meronta dalam tindihan dadaku. "Ray.. oohh.. hh.." Dengan gerakan halus kutarik celana dalamnya menelusuri pahanya, betisnya, menikmati geliatnya di tindihanku. Ahh.. betapa indahnya kenyataan yang akan kuberikan padamu, gadisku. Kukecup bibirnya dengan lembut, sebelum membuka ikat pinggangku dan menurunkan celanaku berikut celana dalam yang menutupi auratku.

Nia memandang mataku dengan wajah memelas memohon pengertian, namun pengertian apakah yang bisa kuberikan kepadanya saat itu? Nyaris tidak ada. Kugenggam pergelangan tangannya, menuntunnya ke batang kemaluanku yang mulai tegang tak karuan. "Aaahh.." kurasakan nikmatnya saat tangannya menempel dan menggenggam batang kemaluanku.
"Ray, aku tidak mau begini."
"Nia, please.." kukecup bibirnya, sama sekali tidak merasakan penolakannya.
"Ray.." mendadak (seperti wanita pada umumnya) Nia menekan bahuku menjauh.
"Oke," katanya.
"Aku sebenarnya juga mau."
Wah, ini luar biasa, pikirku.
"Tapi ada syaratnya.."
Sial!
"Kamu harus mau menjadi pacarku."
Aih, jadi ini masalahnya. Dapat kubayangkan hubungan persahabatan kompetitif antara Enni dan Nia, ahh.. begitu bodohkah aku?
"Okay.. as you wish.. my lady."

Ternyata begitu, hmm.. mungkinkah Nia merasa iri atas keberhasilan Enni mendapatkanku? Sempat terpikir olehku tentang apa saja yang telah diceritakan Enni kepadanya mengenai hubungan kami. Tapi.. mendadak Nia menekan leherku dengan tangannya, mengecup bibirku dengan penuh nafsu. "Ah? Mmm.." Dalam keterkejutanku, aku nyaris tidak percaya semua ini. Nia mendadak menggerak-gerakkan genggamannya pada batang kemaluanku. "Ahh.. ah.. ah.. kk.." tak dapat kutahan nikmat yang menjalar di seluruh pembuluh darahku. Kuciumi seluruh wajahnya, menjilat bibirnya yang terbuka dan terengah, menggigit lehernya, menghisap puting susu-nya dan tanpa basa-basi kuangkat tubuhku, menaikkan pahanya ke samping, dan menempelkan ujung kemaluanku di permukan liang kemaluannya. Kulihat pandangan matanya yang sayu, melihat anggukan kecilnya. Apakah ini saatnya perjalananku berhenti? Membayangkan memiliki seorang kekasih yang tak dapat kulepas lagi? Masa bodoh.

"Ahh.." kudengar ia menjerit kecil saat kutekan-tekan ujung kemaluanku ke liang kemaluannya. Namun aku masih sangat muda dan miskin pengalaman saat itu, bahkan dengan keseringanku menonton film blue aku masih tidak dapat melakukannya. Aku menjadi bingung, keringatku keluar dari dahi dan sekujur tubuhku. "Ahh.. ah.. ah.. Ray.. ah.." kudengar erangannya saat pinggulku bergerak-gerak di atasnya. Shit! bagaimana melakukannya dengan benar? Saat itu aku menjadi panik.
"Nggak mau masuk, nih.." kataku dengan alis berkerut.
"Ahh.. hidupin.. lampunya.." Nia berkata setengah tertahan.
Hah? Lampu, sempat aku celingukan seperti orang bingung menatap sekelilingku. Gila apa ya? Dalam kebingunganku, pinggul Nia terangkat menekan batang kemaluanku, membuatku sedikit mengerang.
"Ngga ah.. kamu aja yang naruh," ujarku.
"Hhh.." Nia memegang batang kemaluanku dan menaruhnya di.. entah bagian mana dari kemaluannya. Aku berusaha menekan lagi,
"Ahhkk.."
Kami mengerang bersamaan, kutekan-tekan batang kemaluanku, tanganku menggapai susunya dan meremas-remas, membuat kepalanya terangkat ke belakang.

Keringat di tubuhku semakin deras karena kurangnya ventilasi di dalam mobil, dan karena segala gerakan yang kulakukan. "Ahh.. ahh.. ah.." Nia masih mengerang-erang di bawahku. Kutekan terus batang kemaluanku berusaha menembus "apapun" juga yang menghalangi pergerakannya saat itu. Aku mulai jenuh menekan-nekan tanpa hasil. Nia mengangkat kepalanya dan memandang ke bawah. "Duh.. gimana sih.. sakit nih.." Ya gimana dong? pikirku saat itu. Kuakui aku masih buta melakukan hubungan seksual, kalau peting sih sering. "Terus.." tanyaku. Nia bangkit, mendudukkan dirinya, dan menarik pundakku.
"Coba kalau begini."
"Ahhkk.."
Kurasakan bibirnya yang menempel di dadaku.
"Ahh.. ah.."
Nia mengeluh saat tangannya menggenggam batang kemaluanku dan menaruhnya di entah bagian mana dari kemaluannya dan mendudukinya.

"Aacchh.." batang kemaluanku terasa sakit. Nia menarik punggungnya ke belakang, meletakkan tangan kanannya di atas sandaran kepala bangku depan, dan menggoyang-goyang pinggulnya yang menduduki batang kemaluanku. "Ahh.. ah.. ah.." aku mulai merasakan kenikmatan yang ditimbulkan oleh goyangannya di sekujur tubuhku.
"Ahkk.."
Tanganku mencengkeram pahanya, berusaha menahan spermaku yang hampir keluar.
"Arrgghh.."
Kusentakkan pinggulku ke atas, membuat tubuh Nia terangkat sejenak, spermaku menyembur entah kemana. Membuat mataku rabun dan pikiranku yang sudah terkontaminasi obat melayang.

Nia menggerak-gerakkan pinggulnya lagi.
"Ahh.. ahh.." kudengar nafasnya mendengus.
"Nia.. udah dong.." kataku.
Selalu begini, begitu sudah keluar, langsung saja keinginan itu hilang lenyap.
"Ha? Kan belum masuk?" kudengar Nia berbisik protes.
Kuangkat tubuhku, menatap kemaluanku yang mulai agak lemas.
"Masa?" tanyaku.
"Iya, kayaknya belum deh.." Nia menimpali.
Akh, hahahahahahaha..
"Untunglah.." kataku tanpa memperdulikan bibirnya yang terlipat.
"Ray.. duh.."
Kukenakan baju dan celanaku, melihatnya masih duduk di pojok kursi belakang tanpa pakaian dan menyilangkan tangannya di dada.
"Nih.." ujarku saat mengecup bibirnya dan dadanya.
Kuremas lubang kemaluanya sambil tertawa. Akhirnya Nia tertawa mengiringiku, dan mengenakan baju dan celananya kembali. Anehnya, pengaruh obat itu mulai terasa agak ringan sekarang.

Kuantar ia pulang ke rumahnya. Sampainya di depan pagar, kesadaranku mendadak sedikit pulih.
"Nia.. umm.. kita.."
Nia membalikkan tubuhnya,
"Aku tahu kok.. nggak pernah ada apa-apa kan?" Aku tersenyum kepadanya.

"Thanks.."
"Your welcome, Ray," jawab gadis manis itu sebelum menghilang di balik pintu rumahnya.
Ah.. what a night.

Kukendarai mobilku menembus gelap malam. Mendadak saat itu aku ingin menelepon Enni dan meminta maaf.

---------------------------------------

"Ray..?" "Ah, sorrie.." sahutku cepat.
"Eh.. Nia.. mm.. gini.." Nia tertawa melihat kegugupanku.
"Jalan yuk."
"Hah.. sure.." aku tergagap-gagap.
Selalu saja anak ini tahu maksudku. Hehehehehe!

Dalam perjalanan, Nia lalu bercerita bagaimana semenjak lulus SMU ia selalu berusaha melupakanku dan menolak setiap lelaki yang berusaha mendekatinya. Dan mengomeliku karena tidak pernah menghubungiku lagi sejak perpisahanku dengan Enni. Aku sangat terharu, karena aku juga tahu betapa ia menyayangiku, namun karena persahabatan adalah yang terpenting baginya, ia rela menyerahkan kemenangan itu kepada Enni. Ah, Nia.. seandainya saja.. Nia lalu bercerita bagaimana Mas Dita (begitu dia menyebutnya) berhasil meluluhkan gunung es dalam hatinya, dan mengajaknya bertunangan kira-kira dua bulan yang lalu. Sampai di sini aku terdiam, memandangnya tanpa berkedip, lalu kami berdua tertawa terbahak-bahak, antara sedih, kerinduan, dan kasih sayang tulus seorang teman sejati.

Masih kuingat, sebelum kuturunkan kembali ia di Gramedia (karena Dita akan menjemputnya seperempat jam lagi), Nia sempat mencium pipiku dan meremas kemaluanku dari balik celanaku, tersenyum memandangku dan berkata, "Ray, kita akan bersahabat selamanya.." aku hanya bisa tersenyum saat itu, semua gejolak nafsuku hilang berganti perasaan menyesal, sayang, dan haru yang berkecamuk di hatiku. "Tentu.. Nia.." jawabku.

Cinta Pertamaku



Cinta Pertamaku

Namaku Azwin, usiaku 19 tahun, sekarang aku sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Aku mempunyai sifat pemalu yang sejak dulu menjadi hambatan bagiku dalam menjalin hubungan dengan lawan jenisku. Peristiwa yang aku alami ini ternyata mengubah hidupku menjadi luar biasa, lebih dari yang aku bisa bayangkan.

Perjalananku dimulai ketika aku pulang ke Jakarta pada saat liburan semester. Liburanku berawal dari tanggal 27 Juli sampai dengan 13 September, aku berada di Jakarta sudah sejak tanggal 30 Juli. Dalam liburan ini aku berkunjung ke rumah beberapa temanku, diantaranya adalah seorang teman lamaku Silvi yang sudah sejak SMU tidak pernah bertemu. Kalau kuhitung-hitung sudah sekitar satu tahun aku tidak bertemu dia. Sejak aku pertama kali bertemu dia aku langsung jatuh cinta.

Aku melihat Silvi sebagai sosok perempuan yang paling sempurna, [The Angel From Heaven!], rambut hitam yang sepanjang bahu, wajah super cantik, body bagaikan supermodel, payudara yang indah meskipun hanya bisa dilihat dari luar seragam sekolah, dan bokong yang membuat mata cowok manapun mengikutinya kemana pun ia pergi. Betapa inginnya aku menjadi bra atau celana dalam yang selalu dipakainya, jadi kursi yang selalu didudukinya, jadi tempat tidur yang selalu ditidurinya, atau jadi sabun yang selalu menjelajahi tubuhnya. Aku selalu membayangkan bagaimana seandainya Silvi menjadi pacarku.

Waktu itu kelas dua SMU. Dia kelas 2-4 dan aku kelas 2-3. Aku mendekati dia dengan cara menjadi temannya yang paling baik. Aku tidak berani mengutarakan perasaanku kepada dia, akibatnya dia tergaet oleh orang lain. Hasil yang aku terima adalah aku hanya dianggap sebagai temannya. Setelah tamat SMU kerinduanku makin memuncak, aku memikirkannya setiap aku mau tidur, mau makan, mau mandi, mau gosok gigi, mau berangkat ke kampus, mau nonton VCD porno, mau masturbasi, setiap mau melakukan apapun. [Even we're apart, you will always in my heart, Silvi]. Maka dari itu aku memberanikan diri untuk mengunjungi dia mumpung masih liburan. Untuk memastikan dia ada di rumah, aku meneleponnya.

"Halo, bisa bicara dengan Silvi?" tanyaku menyapa.
"Iya, ini Silvi sendiri, ini siapa ya?" balasnya.
"Hei Sil, gimana kabar lo? masih inget gue ngga?" kataku bersikap sok tenang.
"Hmm.. siapa ya? ini Dimas ya? jangan iseng dech, gue tau ini elo kan?" katanya menebak.
"Dimas siapa.. ngaco ah.. ini gue Azwin.."
"Azwin? hei.. pa kabar juga? gue baik2 aja.. udah berapa lama sich? setahun ada kali ya.."
"Iya.. eh Sil gimana kabar lo ma si.. itu tuch.."
"Sama sapa?"
"Itu lho.. si Romeo.. hi.. hi.."
".."
"Halo Sil.. gue salah ngomong ya..? haloo.."
".. ngga.. kok.. gue.." katanya sambil menangis.
".. Silvi ga perlu ceritain kok kalo Silvi rasa itu bikin sakit.." kataku berusaha menenangkannya.
".. Azwin.. bisa.. ga.. dateng.. ke.. rumah.. Silvi..?" lanjutnya.
"Azwin pasti kesana.. Silvi tunggu aja ya.. Azwin pasti datang.." jawabku.
".. cepet ya.. please.." katanya masih menangis.

Aku langsung pergi ke rumahnya begitu telepon ku tutup. Selama perjalanan aku mulai berpikir apa Silvia baik-baik saja.. aku berharap dia tidak melakukan sesuatu yang ceroboh. Kira-kira 30 menit kemudian aku tiba di rumahnya. Aku lihat dia sudah menungguku di pintu depan. Aku parkir mobilku di tepat di depan rumahnya. Aku langsung berjalan kearahnya dimana kulihat cewek yang sangat kusayangi meneteskan airmatanya. Belum sempat ku tanya alasan mengapa ia menangis, dengan tiba-tiba dia menarik tanganku dan membawaku ke dalam rumah. Kami kemudian duduk di sofa dan dia mulai menceritakan masalahnya. Tapi beberapa menit kemudian tanpa sadar aku melingkarkan tanganku di bahunya, namun anehnya dia tidak merasa canggung ataupun risih, malah dia menyandarkan kepalanya ke bahuku.

Aku pun tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tidak pernah berani aku katakan kepadanya.
"Silvi, dari dulu ada hal yang aku pengen bilang ke kamu.."
"Azwin bener-bener sayang sama Silvi.. Azwin selalu memikirkan Silvi.."
"Dari pertama kali kita kenalan, Azwin sudah suka ma Silvi.."
"Dan sekara.."

Belum selesai aku mengatakannya Silvi tiba-tiba menutup mulutku dengan tangannya. Dia kemudian mencium bibirku dengan lembut sekali, aku pun tanpa pikir panjang, kubalas ciumannya penuh cinta. Beberapa saat kami berciuman, kemudian Silvi mengatakan hal yang paling indah yang pernah aku dengar.

"Azwin.. sebenernya Silvi juga suka sama kamu"
".. dari dulu aku berharap kalo kamu itu yang mengajak Silvi nonton, makan.."
".. Silvi selalu berharap Azwin suatu saat bakal ngajak Silvi.."
"I love U.."

Langsung saja kucium bibir hangatnya dengan mesra. Kami berciuman cukup lama sampai akhirnya Silvi mengajakku ke kamarnya. Tujuannya sudah jelas, tempat tidur empuk yang masih tertata rapi. Ciuman kami terus berlanjut dimana kami sedikit demi sedikit saling melepaskan pakaian kami, kuangkat dasternya sambil ku meremas bokongnya yang sangat kenyal, "Gila.. empuk banget pantatnya.." kataku dalam hati melanjutkan meraba dan meremas bokong terseksi milik Silvi. Aku dulu hanya bisa melihat, sekarang aku bisa menikmatinya. Aku tahu masih banyak lagi yang lebih hebat dari cewek ini. Suara hatiku berkata "Dia cinta pertamamu, dan sekarang kamu memilikinya..".

Tanganku melanjutkan perjalanannya keatas, disana ia menemukan dua buah gundukan, dengan lembut ku remas dan perlahan kulepaskan dari penutupnya yang telah mengurungnya selama ini. Ternyata buah dada Silvi tampak sangat indah jika dilihat langsung. Bundar penuh dan putingnya berwarna coklat kemerah-merahan. Ukurannya pun benar-benar menakjubkan. Tepat dalam telapak tanganku. Penisku pun menjadi amat tegang. Aku merabanya dari bawah dan kemudian naik keatas dimana ku menemukan puting susu yang sudah mulai mengeras. Silvi pun bersuara ketika aku menjilatinya.

"Hmm.. enak.. Azwin.. terus.. ss.." desah Silvi,

Aku pun menuntunnya ke tempat tidur. Kami sudah seperti pasangan suami istri pada saat malam pengantin. Silvi duduk di tepi tempat tidur sedangkan aku masih berdiri. Silvi sudah tidak memakai bra tapi masih mengenakan celana dalam, kami saling bertatapan sejenak..

"Azwin.. Silvi mau melakukannya sama kamu.. Silvi melakukannya untuk kamu.."

Silvi pun kemudian melepaskan celana dalamku, dimana disana tersimpan milikku yang sangat berharga. Perlahan ia meraih penisku yang sudah teramat tegang dan menghisapnya.
"Ohh.. Silvi..", aku merasakan kenikmatan hebat.
Aku balas perlakuannya dengan meraba buah dadanya yang juga semakin tegang.
"Ahh.. Azwin.. terusin.. ahh.." lalu aku membuka celana dalam Silvi yang sudah agak basah.
Aku bisa melihat vagina yang di tumbuhi sedikit bulu, rupanya dia rajin mencukurnya. Langsung saja kuraba seluruh bagiannya berharap menemukan tempat yang paling sensitif.
"Aah.. teruss.. Azwin.. ohh.." Silvi mendesah, mendengarnya aku makin bersemangat.
Aku kemudian membawa Silvi ke tengah tempat tidur seraya mencium dan menjilati bagian tubuhnya yang paling intim itu.

"Aahh.. aku.. mo.. keluarr.. ohh.. sshh.." Silvi mengerang dan menjambak rambutku, Silvi orgasme saat itu, cairan kenikmatannya banyak sekali yang keluar.
Aku menciumnya bibirnya dan terus meremas-remas buah dadanya, lalu kulumat puting susunya seperti anak kecil mengemut permen kesukaannya.
"Ahh.. sshh.. aahh.. sshh.." Silvi mengerang tak karuan.
Penisku yang sudah agak melemas kembali tegang ketika Silvi mengulumnya sebagai balas budi.
"Ohh.. Silvi.. you.. are.the.. best." kenikmatanku memuncak ketika aku merasa aku akan orgasme.
"Ahh.. sshh.. Silvii.." croot.. croott.. crot.. aku menyemprotkan maniku kedalam mulut Silvi, dan ia pun menelannya.

Kami berada dalam kondisi sangat bergairah. Aku tetap menggerayangi tubuh Silvi supaya ia terus merasa "Panas", beberapa saat kemudian penisku yang sudah kembali tegang dan tampaknya sudah siap mencelupkan diri kedalam kolam kenikmatan. Dalam posisi Silvi terlentang dan aku diatasnya, aku menuntun penisku [14x3cm] ke arah lubang surga milik Silvi. Perlahan aku dorong penuh percaya diri, terlihat wajah Silvi agak menahan sakit.
"Ahh.. pelan-pelan.. sayang.. ohh..".
Aku dorong lebih dalam lagi meskipun agak sempit, "oh God.. gila.. memeknya ngejepit penis gue kenceng banget!" kataku dalam hati. Aku berpikir "jangan-jangan Silvi masih perawan". Kemudian penisku seperti tertahan sesuatu, kupaksa masuk.
"ahh..!" pekik Silvi, kurasa aku menembus selaput daranya, ternyata benar Silvi masih perawan. Lalu perlahan kuayun pinggulku.

"Oh.. sshh.. aah.. ohh.. hmm..", kami saling mendesah menikmati setiap gesekan, vagina Silvi benar-benar rapat, dan ototnya terus memijat penisku tanpa ampun.
"Ohh.. sshh.. ahh.. sshh.. ohh.." dan kemudian tanpa mencabut penisku, aku mengganti posisi, aku dibawah, dan kini giliran Silvi yang bergerak.
"Ohh.. ah.. ssh.. Azwin.. enaakk.. terus.. ss" gerakan Silvi aku imbangi, aku meremas buah dada Silvi dan sekali-sekali aku mengangkat tubuhku untuk menghisap dan menjilati puting susunya.
Tiba-tiba tubuh Silvi kejang, "Aah.. aku.. mauu.. keluarr.. ohh.."

Aku merasakan semprotan cairan vagina Silvi membasahi kepala penisku, terasa hangat dan nikmat. Kami dalam posisi ini agak lama, dimana variasi hanya dalam bentuk ciuman, hisapan puting susu. Kemudian aku merasakan adanya desakan di pangkal penisku, aku lalu menggerakkan pinggulku naik turun, dibantu Silvi yang juga bergerak naik turun.
"Ohh.. sshh.. ohh.. SSHH.." aku merasa akan orgasme, aku lalu mempercepat gerakanku, tiba-tiba tubuh Silvi kembali mengejang, namun kali ini lebih kuat, dan vaginanya pun menjadi lebih sempit, otot-ototnya memijat lebih hebat.
"OOHH.. Silvi.. mau.. kkee.. ke.. AAHH.." Silvi mencengkeram bahuku keras sekali.
"OOHH.. AHH.. Azwinn.. ga.. kuat.." Aku langsung menancapkan penisku sampai habis, kupeluk cintaku seerat-eratnya dan.. "Croot.. croot.. croott" aku dan Silvi orgasme bersama, bersama mencapai kenikmatan. Aku memeluk Silvi seperti tak akan kulepaskan, dia cintaku yang pertama, cinta pertamaku yang hebat, cinta pertamaku yang nikmat. Kami sudah menjadi sepasang kekasih. Aku sadar Silvi telah memberikan mahkotanya kepadaku.

"Baby you're all that i want, and you're lying here in my arms"
"I love u so much Silvi" kataku lembut seraya mencium bibirnya yang basah namun lembut.
Ini pertama kali Silvi bercinta, dia pertama kali bercinta denganku, aku bercinta dengan cinta pertamaku. Aku mengalami hal yang terindah dalam hidupku.

Kami masih dalam keadaan telanjang, duduk berhadapan, Silvi kupangku diatas pahaku, kami tidak berbicara sepatah kata pun, kami hanya saling memandang, saling tersenyum, sesekali kucium bibirnya, kubelai rambutnya, dan kuhapus airmata bahagianya yang mengalir menuruni pipinya.

"Silvi.. Aku sangat mencintai kamu sepenuh hati Azwin, kamu adalah hal terindah yang pernah terjadi untukku, Azwin ngga bakal ninggalin Silvi, Azwin akan selalu ada untuk Silvi.." kemudian kuberikan ciuman terhangat dan termanis untuk Silvi-ku.

Aku akhirnya mendapatkan cintaku, cinta pertamaku.

Sampai saat ini aku berpacaran dengan Silvi, kami bercinta kapan saja kami mau, baik itu di rumah Silvi ataupun di rumahku. Kami selalu ingin merasakan kenikmatan dunia itu berulang kali.

Pertemuan Terindah








Pertemuan Terindah


Namaku Dede asli dari pulau Dewata, tinggi 180 cm, berat 65 kg, umurku saat ini menginjak 30 tahun dan kulit putih kata orang yang mengenal saya. Statusku sudah berkeluarga dan mempunyai istri yang cantik dan 2 orang anak-anak yang Masih kecil. Dan bekerja pada salah satu BUMN terkemuka di kotaku di Denpasar. Namun hubunganku khususnya masalah seks dengan istriku kurang memuaskan disebabkan mungkin libidoku sangat tinggi dan juga istriku tidak dapat setiap saat melayaniku untuk melakukan itu. Pokoknya banyaklah alasan-alasan yang dikeluarkan, capeklah kondisi kurang fitlah dan lain sebagainya.

Hingga suatu hari di kantorku ada acara rapat masalah kinerja perusahaan, yang dihadiri oleh hampir seluruh unit di kawasan/wilayah Indonesia Barat. Aku masih ingat akan pertemuanku dengan Mbak Susi, sekretaris dari General Manager Unit bawahan kantor kami. Pada awalnya aku tidak begitu memperhatikannya, sampai pada suatu saat ia kebingungan untuk mempersiapkan bahan presentasi yang besok akan ditayangkan untuk bahan rapat tersebut banyak perubahan yang tentunya memerlukan komputer. Tanpa ada perasaan apapun akhirnya aku menawarkan komputerku untuk dipakai mengubah bahan-bahan presentasi tersebut karena kebetulan Mbak Susi duduk di sebelahku pada ruangan rapat tersebut.

"Silakan Bu, dipakai komputer di ruangan saya saja, untuk mengubah bahan presentasi itu", kataku sambil berbisik karena suasana pada tegang untuk mengikuti rapat.
"Oh terima kasih Pak, tapi bagaimana ya, kita masih rapat nich", sahutnya sambil berbisik pula.

Suasana hening sejenak tapi kulihat ia menulis sesuatu di secarik kertas dan menyodorkan padaku. Akupun membacanya, "Jangan panggil saya Ibu dong, panggil aja Mbak.. saya khan masih muda", begitu tulisnya. Aku menoleh dan tersenyum. Dan bertepatan dengan itu acara rapatpun dibreak kurang lebih setengah jam untuk menikmati hidangan snack yang telah disediakan oleh panitia acara rapat tersebut. Tanpa menunda waktu lagi ia pun menagih janjiku untuk meminjamkan komputerku.

"Ayo Pak, di ruangan mana komputer Bapak?" tagihnya sambil tersenyum menggoda yang belum kutahu maksudnya.

Akupun menunjukkan ruanganku dan mempersilahkan Mbak Susi menggunakannya.

"Saya tinggal sebentar ya Mbak, mau ke toilet sebentar nich"
"Hayo.. Mau ngapain, kok pake ke toilet segala" sanggahnya.
"Biasalah panggilan alam sudah kebelet nich" kataku.

Keakrabanpun terjalin seiring dengan waktu berjalan. Dan astaga, baru aku menyadari bahwa Mbak Susi merupakan wanita karier yang sangat menarik dan cantik. Umurnya sudah 38 tahun berbeda denganku sekitar 8 tahun dan tingginya sekitar 170 cm berat badannya sungguh proposional dengan tingginya ditunjang dengan buah dadanya yang sangat besar dan padat ukurannya 36 B, kulitnya putih mulus pinggulnya sangat padat serasi dengan celana yang dikenakannya (itu aku ketahui setelah aku bercinta dengannya).

Seminggu setelah acara rapat selesai, tiba-tiba handphone Nokiaku berbunyi. Bergegas aku menjawabnya dan aku tersenyum setelah melihat siapa yang menelponku ternyata Mbak Susi.

"Hallo Dede.. Lagi sibuk ya?" katanya nyerocos.
"Ya hallo, apa khabar Mbak kok tumben nich?" sahutku balik bertanya.
"Baik aja De, gimana kamu sibuk nggak?" tanyanya kembali.
"Nggak Mbak memang kenapa Mbak ada yang bisa saya bantu?" tanyaku kembali.
"Eh.. Enggak sih hanya iseng aja lagi suntuk nich.. Dede ada acara gak hari ini?".
"Nggak ada sih Mbak.." kataku menggantung. Tapi setelah aku pikir-pikir memang hari ini aku tidak ada acara dan kerjaan juga lagi sedikit tidak terlalu mendesak.
"Kita ketemuan yuk De?" ajak Mbak Susi.
"Oke deh Mbak.. Dimana? Tapi kita ketemuan dimana nih, aku takut nanti dilihat sama.. Itu tuh".
"Suamiku maksudmu ya.. Dede gak usah dech nanya dia" ujarnya dengan ketus.
"Emang kenapa Mbak?" tanyaku berlagak bodoh.
"Nanti dech Mbak ceritain kalau kita sudah ketemuan".
"Iya deh Mbak, jam 09 kita ketemuan di..", sejenak aku berpikir untuk mencari tempat untuk bertemu tapi Mbak Susi sudah langsung menyela alur pikiranku.
"Ntar aku jemput aja kamu, tapi tunggu di depan kantor ya?" pintanya.

Hanya sekitar 10 menit aku menunggu didepan kantor. Ketika sebuah mobil sedan Honda Civic menghampiri tempat aku berdiri.

"Ayo De, Masuk" terdengar suara Mbak Susi yang merdu.

Segera saja aku membuka pintu dan Masuk. Kamipun terlibat pembicaraan seputar Masalah kantor sampai dengan Masalah keluarga kami. Mbak Susi menceritakan bahwa suaminya lagi dinas keluar kota dan selama ini hubungannya dengan suaminya tidak lagi berjalan dengan baik dan sudah lama mereka pisah ranjang kurang lebih sudah sekitar 2 tahunan.

"Wah jarang dipakai dong?" kataku menggoda.
"Jangan ditanya lagi.. Say" jawab Mbak Susi manja.

Sempat juga aku kaget dengan jawaban Mbak Susi yang rada-rada manja yang membuat darah birahiku bergolak dan adik kecilku mulai meregang dibalik celana kantorku.

"Eh.. Ngomong-ngomong kita mau kemana nih?" kataku parau menahan nafsu birahi yang sedang meningkat tinggi.
"Terserah Dede aja deh, Mbak sih ngikut aja".
"Gimana kalau kita ke daerah Sanur aja Mbak, disana banyak lho yang menyewakan tempat untuk.. Eehhhmmm" usulku nekad menawarkan tempat

Yang bisa digunakan untuk sort time tanpa takut Mbak Susi tersinggung dengan ajakan tersebut. Aku lirik ke kanan sembari tersenyum melihat reaksi Mbak Susi akan ajakan tersebut. Sekilas kulihat Mbak Susi yang lagi nyetir mobil balas tersenyum yang menandakan bahwa diapun setuju akan ajakanku tersebut.

Tanpa membuang-buang waktu setelah kami chek in disebuah bungalow dan mengurus administrasinya, langsung ku sambar bibirnya mencium dan mencumbu Mbak Susi dengan ganas menyalurkan hasrat birahiku yang telah meninggi sedari tadi.

"Ooohh.. Ssshhh.. De, nikkkmmmaaat saayyy.. Eemmpphhh" lenguh Mbak Susi ketika lidahku bermain di rongga mulutnya yang dibalas dengan ganas pula oleh Mbak Susi dengan sedotan-sedotan yang menimbulkan bunyi berdecak keras.

"Puaskan Mbak.. Sayannggg, Mbak menginginkan ini.. Eeehhh" rintihnya sambil tangannya meremas pelan bagian bawahku yang sudah sedari tadi tegang siap untuk bertempur.

Dengan cepat pula ku reMas buah dadanya yang Masih ditutupi blazer dan branya, terasa padat dan kenyal menggairahkan, kubuka baju Mbak Susi perlahan dan dengan cepat pula kubuka pengait branya yang berwarna krem. Menyembullah buah dadanya yang besar dengan puting yang memerah kecoklatan. Tanpa membuang waktu kuisap buah dadanya, kujilati putingnya yang membuat Mbak Susi menggelinjang dan mengerang keenakan.

Terus kujilati buah dadanya perlahan turun ke perut, puser dan perlahan aku melepas celana panjang sekaligus dengan celana dalamnya. Terpampanglah tubuh telanjang nan sangat indah, putih dan sexy didepanku yang membuat nafsu syahwatku memuncak. Mbak Susipun tidak tinggal diam, dengan cepat pula dia melepas bajuku serta celanaku dan membuang ke lantai, aku tidak mempedulikannya.

Aku dan Mbak Susi sudah tak tahan, kurebahkan perlahan Mbak Susi ke kasur dan mulai menindihnya, kucium dan kujilati kembali bibir, buah dada, perut, paha, betis dan gundukan yang.. Ohhh indah nian vaginanya dihiasi dengan bulu yang tidak terlalu lebat dan tertata dengan rapi seperti Mbak Susi yang katanya senang merawat diri.

Perlahan tapi pasti kujilati belahan dinding vaginanya yang memerah mengkilat dibasahi oleh cairan birahi, bau vaginanya membuat aku bertambah nafsu untuk terus menjilatinya.

"Aakhhk.. Eeeckkh.. Nikmat sekali sayang. Terus sayang..", rintihnya menahan gejolak syahwat yang kuberikan.

Terus kujilati vaginanya naik turun, kujulurkan lidahku menjilati klitorisnya sambil jari tengah tangan kananku sibuk Masuk kelubang vaginanya mengocok dan mengaduk aduk isi vaginanya membuat Mbak Susi semakin meregang, menggelinjang menerima sensasi kenikmatan.

"Aaakkhh.. Sudah.. Sssudah sayang.. Mbak tak tahannn.. Aakkhhhkk.. Ayo sayyyaaang masukan kontolmu, masukan ke vagina Mbaakkk" rintihnya sambil menjepit kepalaku dengan pahanya menandakan bahwa dia menginginkan aku mengakhiri jilatanku di vaginanya.

Tanpa harus menunggu akupun menuruti kemauannya yang memang aku juga menginginkan permainan yang lebih. Dengan cepat kulepas celana dalamku. Mbak Susi terbelalak melihat kontolku.

"Ehmm.. Besar dan panjang juga punyamu sayang.. Mbak suka itu.. Ssshhh".

Memang ukuran kontolku belum pernah aku ukur mungkin kira-kira panjangnya sekitar 18 cm. Langsung saja aku merangkak naik menindih Mbak Susi. Mbak Susi melebarkan pahanya dan kontolku kuarahkan menuju kelobang vaginanya. Kutekan ke vaginanya yang sempit itu walaupun sudah dilumasi cairan vaginanya tapi selalu gagal. Tangan Mbak Susi menyambar kontolku dan menuntunnya ke lobang vaginanya. Perlahan kutekan kontolku ke lobang vaginanya yang sempit serasa kontolku dijepit oleh dinding yang sangat lembut.

"Ssshhh.. Ya.. Saaayyyaang, tekan lagi yang dalam.. Aaacchh.. Enaakk sekali kontolmu sayang" Mbak Susi merintih kenikmatan ketika kutekan seluruh kontolku ke lubang vaginanya.

Beberapa saat aku diamkan kontolku di dalam vaginanya, kurasakan dinding vagina Mbak Susi berdenyut pelan nikmat luar biasa. Merasakan itu dengan pelan kukocok kontolku naik turun diimbangi dengan goyangan pinggul Mbak Susi setengah berputar dan terkadang naik turun. Kontolku terus mengocok dengan cepat mengikuti irama goyangan Mbak Susi yang membuat kenikmatan yang tiada tara. Aku pun berdesis kenikmatan.

"Ayo.. Sayang.. Ayo.. Puaskan Mbbaakk.., Ooocchh.. Aakkhhk.. Mbak mau keluar.. Saaayyyaaanngg".

Dan bersamaan dengan rintihan kepuasan Mbak Susi mengejang, bergetar dan terkulai lemas. Sedang diriku belum mencapai klimaks, turun dari atas tubuhnya dan rebah di samping kanan untuk memberi kesempatan beristirahat dan memulihkan tenaga bagi Mbak Susi.

"Uuffhh.. Sayang.. Dede.. Belum keluar ya?" tanyanya melihat kontolku yang masih mengacung gagah.
"Tapi sebentar ya.. Nanti Mbak kasih yang terindah dalam hidupmu sayang.." ujarnya sambil tangannya membelai kontolku yang basah oleh cairan vaginanya dan dengan lembut mulai mengocok kontolku yang sedari tadi telah tegang dengan keras semakin keras saja.
"Bagi aku, yang penting Mbak puasss.. Ssshhh.. Eehhhkk" ujarku menahan rasa nikmat oleh kocokan tangan lembut Mbak Susi.

Dan Mbak Susi pun kurasa mulai bangkit kembali nafsunya, ketika dengan aktif dan perlahan kuusap, kuremas buah dadanya dan kupilin putingnya yang semakin mengeras. Perlahan Mbak Susi pun mulai mencari bibirku, mencium dan mengulum, leher dengan nafsu terus turun ke dadaku menjilati putingku yang membuat aku kegelian tapi juga nikmat. Dengan gemas pula Mbak Susipun menggigit putingku hingga akupun terkejut dan mengelinjang dengan aksinya. Kunikmati apa yang dilakukan olehnya padaku sambil tangan kiriku meremas buah dada dan tangan kananku mengelus punggungnya yang putih dan mulus.

Perlahan ciuman Mbak Susi turun ke arah perutku menjilati pusar dan perlahan pula mulai menjilati kontolku yang semakin membuatku melayang oleh permainan lidahnya diujung kontolku yang sekali kali dikulumnya hingga kulihat bibir Mbak Susi yang indah penuh sesak oleh kontolku. Dihisap dan dijilatnya kontolku tanpa ada perasaan jijik sama sekali, sepertinya Mbak Susi menikmati permainannya bagaikan anak kecil yang haus akan es krim.

Dan yang membuatku semakin melayang adalah ketika Mbak Susi menjilati pangkal kontolku dan mengulum buah pelirku serasa ngilu tapi nikmat, sekali kali Mbak Susi menjilati lubang anusku hingga aku mengelinjang dengan hebatnya menahan sensasi nikmat yang tak terlukiskan dan membuatku ketagihan akan permainan lidahnya.

"Uuugghh.. Ayo Mbak.. Aku sudah tak tahan nicchhh.." kataku lirih kepada Mbak Susi.

Diapun menuruti apa kemauanku dan mulai naik mengangkangi tubuhku serta dengan sekali tekan amblaslah kontolku di vagina Mbak Susi.

"Oouuughh.. Ayo sayang kita berpacu lagi.. Entot vagina Mbak sayanngg.. Aaakkhh.. Nikmmaaatt.. Belum pernah Mbak mendapatkan kontol yang uuueennakkk begini.. Ssshhhkk.. Kamu hebat sayang dari tadi belum keluar juga" ceracau Mbak Susi dengan liarnya.
"Iya.. Mbak.. Vagina Mbak enak sekalliii.. Emmmhhh.. Aaahhhkk" kataku seiring dengan goyangan Mbak Susi yang memutar dan terkadang naik turun yang membuat buah dadanya yang besar menggelantung bergoyang. Dengan cepat pula aku meremas kuat-kuat dan menaikan kepalaku untuk dapat menjilat buah dadanya yang padat itu.
"Terusss.. Sayyy.. Eesssttt.. Hisap terus teteknya Mbak.. Sssttt.. Oouughh" rintihnya sembari terus menggoyangkan pinggulnya di bawah hingga mengocok kontolku yang menimbulkan suara crep.. crep.. crep..
"Mbbaaakkk.. Terus.. Sayyy" hanya itu yang dapat aku katakan menahan kenikmatan dari permainan Mbak Susi.

Peluh kami telah menetes membasahi kasur tersebut, jeritan-jeritan liar kenikmatan terus memenuhi ruangan tempat kami mengayuh bersama puncak dari kenikmatan duniawi. Tidak terasa hampir 1/2 jam Mbak Susi berada di atas tubuhku dan sudah berkali-kali pula Mbak Susi mencapai orgasme yang katanya merupakan gaya kesukaan dari Mbak Susi tapi aku tak kunjung juga mendapatkan orgasme dan dengan inisiatifku aku minta Mbak Susi untuk menungging mencoba doggie style.

Hanya dengan sekali tekan kontolku menebus dinding vaginanya yang terlihat dengan jelas bila Mbak Susi menungging. Pantatnya yang besar, putih dan padat membuatku semakin bernafsu mengocok maju mundur.

"Ooohh.. Mbak nikmat.. Sseekkkaaallii" kataku sambil sekali sekali menepuk pantatnya yang bergoyang menuruti irama kocokanku dan kadang-kadang Mbak Susi menjerit ketika pantatnya aku tepuk dengan keras sehingga pantat samping Mbak Susi memerah oleh tepukan tepukanku.

Belum puas dengan permainan itu, aku menyuruh Mbak Susi berbalik dan tidur di pinggiran ranjang. Tanpa banyak tanya Mbak Susi menuruti apa yang akan aku lakukan, sambil berdiri di pinggir ranjang kubuka pahanya lebar-lebar dan dengan sekali dorong kontolku kembali menembus vagina Mbak Susi.

Sambil kupegang kedua kakinya terus kugoyang maju mundur kadang memutar yang semakin membuat Mbak Susi merintih dan merintih kenikmatan. Ketika kunaikan kakinya ke pundakku dia pun semakin keras merintih dan akupun merasakan sesuatu akan meledak di dalam diriku, vaginanya serasa menjepit dengan lembut kontolku.

"Mbakk.. Aku mau keellluuaarr.. Aaacckkhhh..", kupercepat tusukan kontolku ke vaginanya untuk mendapatkan orgasmeku.
"Keluarkan dimana.. Mbaakkk?"
"Di dalam saja sayy.., ayo sayyy.. Kita.. Kelluaar sama-sama.." rintih Mbak Susi sambil terus menggoyangkan pinggulnya yang juga akan mencapai klimaks.
"Ouugghh.. Aakkhhh", croot.. crot.. kontolku pun berkedut mengeluarkan maniku di dalam rahimnya sebanyak 6-7 kali. Akupun terkulai lemas. Kubiarkan tubuhku menindih tubuh Mbak Susi dan dia pun memelukku dengan mesra.
"Ssshhh.. Kamu hebat De.. Mbak sampe dapat 7 kali orgasme sedangkan kamu baru satu kali.. Hihiihi.., Mbak bisa ketagihan nich sama kamu De.." bisik Mbak Susi sambil membelai rambutku.
Sambil mengecup kening dan bibirku Mbak Susi berkata, "Trim's ya De.."
Akupun membalas kecupannya, "Iya Mbak.. Sama-sama, Mbak juga hebat padahal baru kali ini lho aku selingkuh sama orang.. Dan Mbak sungguh sangat memuaskan aku" kataku jujur.

Setelah beristirahat sejenak, kami pun mandi bersama. Saling berpelukan, menggosok untuk menyabuni dan tentunya bermain cinta kembali di dalam kamar mandi. Dan hari itupun kami terus bermain cinta, di sofa, bungalow, di tempat tidur, di kamar mandi dan juga di lantai memenuhi hasrat kami berdua mereguk kenikmatan bersama.

Menjelang malam aku dan Mbak Susi pun sepakat menyudahi permainan bercinta kami, mengingat bahwa aku ada yang menunggu di rumah.

Hari itu adalah hari yang terindah dan awal dari selingkuhku dengan Mbak Susi yang merupakan hari yang tak akan pernah aku lupakan sepanjang perjalanan hidupku dan kami pun berjanji untuk saling memberikan kenikmatan di saat kami saling membutuhkan kapan saja asal kami bisa menjaga rahasia hubungan kami berdua.

SHIONAGA BANNER 1

BANNER SHIONAGA 2

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ShioNaga - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger