Latest Movie :
Recent Movies

Pertemuan Terindah








Pertemuan Terindah


Namaku Dede asli dari pulau Dewata, tinggi 180 cm, berat 65 kg, umurku saat ini menginjak 30 tahun dan kulit putih kata orang yang mengenal saya. Statusku sudah berkeluarga dan mempunyai istri yang cantik dan 2 orang anak-anak yang Masih kecil. Dan bekerja pada salah satu BUMN terkemuka di kotaku di Denpasar. Namun hubunganku khususnya masalah seks dengan istriku kurang memuaskan disebabkan mungkin libidoku sangat tinggi dan juga istriku tidak dapat setiap saat melayaniku untuk melakukan itu. Pokoknya banyaklah alasan-alasan yang dikeluarkan, capeklah kondisi kurang fitlah dan lain sebagainya.

Hingga suatu hari di kantorku ada acara rapat masalah kinerja perusahaan, yang dihadiri oleh hampir seluruh unit di kawasan/wilayah Indonesia Barat. Aku masih ingat akan pertemuanku dengan Mbak Susi, sekretaris dari General Manager Unit bawahan kantor kami. Pada awalnya aku tidak begitu memperhatikannya, sampai pada suatu saat ia kebingungan untuk mempersiapkan bahan presentasi yang besok akan ditayangkan untuk bahan rapat tersebut banyak perubahan yang tentunya memerlukan komputer. Tanpa ada perasaan apapun akhirnya aku menawarkan komputerku untuk dipakai mengubah bahan-bahan presentasi tersebut karena kebetulan Mbak Susi duduk di sebelahku pada ruangan rapat tersebut.

"Silakan Bu, dipakai komputer di ruangan saya saja, untuk mengubah bahan presentasi itu", kataku sambil berbisik karena suasana pada tegang untuk mengikuti rapat.
"Oh terima kasih Pak, tapi bagaimana ya, kita masih rapat nich", sahutnya sambil berbisik pula.

Suasana hening sejenak tapi kulihat ia menulis sesuatu di secarik kertas dan menyodorkan padaku. Akupun membacanya, "Jangan panggil saya Ibu dong, panggil aja Mbak.. saya khan masih muda", begitu tulisnya. Aku menoleh dan tersenyum. Dan bertepatan dengan itu acara rapatpun dibreak kurang lebih setengah jam untuk menikmati hidangan snack yang telah disediakan oleh panitia acara rapat tersebut. Tanpa menunda waktu lagi ia pun menagih janjiku untuk meminjamkan komputerku.

"Ayo Pak, di ruangan mana komputer Bapak?" tagihnya sambil tersenyum menggoda yang belum kutahu maksudnya.

Akupun menunjukkan ruanganku dan mempersilahkan Mbak Susi menggunakannya.

"Saya tinggal sebentar ya Mbak, mau ke toilet sebentar nich"
"Hayo.. Mau ngapain, kok pake ke toilet segala" sanggahnya.
"Biasalah panggilan alam sudah kebelet nich" kataku.

Keakrabanpun terjalin seiring dengan waktu berjalan. Dan astaga, baru aku menyadari bahwa Mbak Susi merupakan wanita karier yang sangat menarik dan cantik. Umurnya sudah 38 tahun berbeda denganku sekitar 8 tahun dan tingginya sekitar 170 cm berat badannya sungguh proposional dengan tingginya ditunjang dengan buah dadanya yang sangat besar dan padat ukurannya 36 B, kulitnya putih mulus pinggulnya sangat padat serasi dengan celana yang dikenakannya (itu aku ketahui setelah aku bercinta dengannya).

Seminggu setelah acara rapat selesai, tiba-tiba handphone Nokiaku berbunyi. Bergegas aku menjawabnya dan aku tersenyum setelah melihat siapa yang menelponku ternyata Mbak Susi.

"Hallo Dede.. Lagi sibuk ya?" katanya nyerocos.
"Ya hallo, apa khabar Mbak kok tumben nich?" sahutku balik bertanya.
"Baik aja De, gimana kamu sibuk nggak?" tanyanya kembali.
"Nggak Mbak memang kenapa Mbak ada yang bisa saya bantu?" tanyaku kembali.
"Eh.. Enggak sih hanya iseng aja lagi suntuk nich.. Dede ada acara gak hari ini?".
"Nggak ada sih Mbak.." kataku menggantung. Tapi setelah aku pikir-pikir memang hari ini aku tidak ada acara dan kerjaan juga lagi sedikit tidak terlalu mendesak.
"Kita ketemuan yuk De?" ajak Mbak Susi.
"Oke deh Mbak.. Dimana? Tapi kita ketemuan dimana nih, aku takut nanti dilihat sama.. Itu tuh".
"Suamiku maksudmu ya.. Dede gak usah dech nanya dia" ujarnya dengan ketus.
"Emang kenapa Mbak?" tanyaku berlagak bodoh.
"Nanti dech Mbak ceritain kalau kita sudah ketemuan".
"Iya deh Mbak, jam 09 kita ketemuan di..", sejenak aku berpikir untuk mencari tempat untuk bertemu tapi Mbak Susi sudah langsung menyela alur pikiranku.
"Ntar aku jemput aja kamu, tapi tunggu di depan kantor ya?" pintanya.

Hanya sekitar 10 menit aku menunggu didepan kantor. Ketika sebuah mobil sedan Honda Civic menghampiri tempat aku berdiri.

"Ayo De, Masuk" terdengar suara Mbak Susi yang merdu.

Segera saja aku membuka pintu dan Masuk. Kamipun terlibat pembicaraan seputar Masalah kantor sampai dengan Masalah keluarga kami. Mbak Susi menceritakan bahwa suaminya lagi dinas keluar kota dan selama ini hubungannya dengan suaminya tidak lagi berjalan dengan baik dan sudah lama mereka pisah ranjang kurang lebih sudah sekitar 2 tahunan.

"Wah jarang dipakai dong?" kataku menggoda.
"Jangan ditanya lagi.. Say" jawab Mbak Susi manja.

Sempat juga aku kaget dengan jawaban Mbak Susi yang rada-rada manja yang membuat darah birahiku bergolak dan adik kecilku mulai meregang dibalik celana kantorku.

"Eh.. Ngomong-ngomong kita mau kemana nih?" kataku parau menahan nafsu birahi yang sedang meningkat tinggi.
"Terserah Dede aja deh, Mbak sih ngikut aja".
"Gimana kalau kita ke daerah Sanur aja Mbak, disana banyak lho yang menyewakan tempat untuk.. Eehhhmmm" usulku nekad menawarkan tempat

Yang bisa digunakan untuk sort time tanpa takut Mbak Susi tersinggung dengan ajakan tersebut. Aku lirik ke kanan sembari tersenyum melihat reaksi Mbak Susi akan ajakan tersebut. Sekilas kulihat Mbak Susi yang lagi nyetir mobil balas tersenyum yang menandakan bahwa diapun setuju akan ajakanku tersebut.

Tanpa membuang-buang waktu setelah kami chek in disebuah bungalow dan mengurus administrasinya, langsung ku sambar bibirnya mencium dan mencumbu Mbak Susi dengan ganas menyalurkan hasrat birahiku yang telah meninggi sedari tadi.

"Ooohh.. Ssshhh.. De, nikkkmmmaaat saayyy.. Eemmpphhh" lenguh Mbak Susi ketika lidahku bermain di rongga mulutnya yang dibalas dengan ganas pula oleh Mbak Susi dengan sedotan-sedotan yang menimbulkan bunyi berdecak keras.

"Puaskan Mbak.. Sayannggg, Mbak menginginkan ini.. Eeehhh" rintihnya sambil tangannya meremas pelan bagian bawahku yang sudah sedari tadi tegang siap untuk bertempur.

Dengan cepat pula ku reMas buah dadanya yang Masih ditutupi blazer dan branya, terasa padat dan kenyal menggairahkan, kubuka baju Mbak Susi perlahan dan dengan cepat pula kubuka pengait branya yang berwarna krem. Menyembullah buah dadanya yang besar dengan puting yang memerah kecoklatan. Tanpa membuang waktu kuisap buah dadanya, kujilati putingnya yang membuat Mbak Susi menggelinjang dan mengerang keenakan.

Terus kujilati buah dadanya perlahan turun ke perut, puser dan perlahan aku melepas celana panjang sekaligus dengan celana dalamnya. Terpampanglah tubuh telanjang nan sangat indah, putih dan sexy didepanku yang membuat nafsu syahwatku memuncak. Mbak Susipun tidak tinggal diam, dengan cepat pula dia melepas bajuku serta celanaku dan membuang ke lantai, aku tidak mempedulikannya.

Aku dan Mbak Susi sudah tak tahan, kurebahkan perlahan Mbak Susi ke kasur dan mulai menindihnya, kucium dan kujilati kembali bibir, buah dada, perut, paha, betis dan gundukan yang.. Ohhh indah nian vaginanya dihiasi dengan bulu yang tidak terlalu lebat dan tertata dengan rapi seperti Mbak Susi yang katanya senang merawat diri.

Perlahan tapi pasti kujilati belahan dinding vaginanya yang memerah mengkilat dibasahi oleh cairan birahi, bau vaginanya membuat aku bertambah nafsu untuk terus menjilatinya.

"Aakhhk.. Eeeckkh.. Nikmat sekali sayang. Terus sayang..", rintihnya menahan gejolak syahwat yang kuberikan.

Terus kujilati vaginanya naik turun, kujulurkan lidahku menjilati klitorisnya sambil jari tengah tangan kananku sibuk Masuk kelubang vaginanya mengocok dan mengaduk aduk isi vaginanya membuat Mbak Susi semakin meregang, menggelinjang menerima sensasi kenikmatan.

"Aaakkhh.. Sudah.. Sssudah sayang.. Mbak tak tahannn.. Aakkhhhkk.. Ayo sayyyaaang masukan kontolmu, masukan ke vagina Mbaakkk" rintihnya sambil menjepit kepalaku dengan pahanya menandakan bahwa dia menginginkan aku mengakhiri jilatanku di vaginanya.

Tanpa harus menunggu akupun menuruti kemauannya yang memang aku juga menginginkan permainan yang lebih. Dengan cepat kulepas celana dalamku. Mbak Susi terbelalak melihat kontolku.

"Ehmm.. Besar dan panjang juga punyamu sayang.. Mbak suka itu.. Ssshhh".

Memang ukuran kontolku belum pernah aku ukur mungkin kira-kira panjangnya sekitar 18 cm. Langsung saja aku merangkak naik menindih Mbak Susi. Mbak Susi melebarkan pahanya dan kontolku kuarahkan menuju kelobang vaginanya. Kutekan ke vaginanya yang sempit itu walaupun sudah dilumasi cairan vaginanya tapi selalu gagal. Tangan Mbak Susi menyambar kontolku dan menuntunnya ke lobang vaginanya. Perlahan kutekan kontolku ke lobang vaginanya yang sempit serasa kontolku dijepit oleh dinding yang sangat lembut.

"Ssshhh.. Ya.. Saaayyyaang, tekan lagi yang dalam.. Aaacchh.. Enaakk sekali kontolmu sayang" Mbak Susi merintih kenikmatan ketika kutekan seluruh kontolku ke lubang vaginanya.

Beberapa saat aku diamkan kontolku di dalam vaginanya, kurasakan dinding vagina Mbak Susi berdenyut pelan nikmat luar biasa. Merasakan itu dengan pelan kukocok kontolku naik turun diimbangi dengan goyangan pinggul Mbak Susi setengah berputar dan terkadang naik turun. Kontolku terus mengocok dengan cepat mengikuti irama goyangan Mbak Susi yang membuat kenikmatan yang tiada tara. Aku pun berdesis kenikmatan.

"Ayo.. Sayang.. Ayo.. Puaskan Mbbaakk.., Ooocchh.. Aakkhhk.. Mbak mau keluar.. Saaayyyaaanngg".

Dan bersamaan dengan rintihan kepuasan Mbak Susi mengejang, bergetar dan terkulai lemas. Sedang diriku belum mencapai klimaks, turun dari atas tubuhnya dan rebah di samping kanan untuk memberi kesempatan beristirahat dan memulihkan tenaga bagi Mbak Susi.

"Uuffhh.. Sayang.. Dede.. Belum keluar ya?" tanyanya melihat kontolku yang masih mengacung gagah.
"Tapi sebentar ya.. Nanti Mbak kasih yang terindah dalam hidupmu sayang.." ujarnya sambil tangannya membelai kontolku yang basah oleh cairan vaginanya dan dengan lembut mulai mengocok kontolku yang sedari tadi telah tegang dengan keras semakin keras saja.
"Bagi aku, yang penting Mbak puasss.. Ssshhh.. Eehhhkk" ujarku menahan rasa nikmat oleh kocokan tangan lembut Mbak Susi.

Dan Mbak Susi pun kurasa mulai bangkit kembali nafsunya, ketika dengan aktif dan perlahan kuusap, kuremas buah dadanya dan kupilin putingnya yang semakin mengeras. Perlahan Mbak Susi pun mulai mencari bibirku, mencium dan mengulum, leher dengan nafsu terus turun ke dadaku menjilati putingku yang membuat aku kegelian tapi juga nikmat. Dengan gemas pula Mbak Susipun menggigit putingku hingga akupun terkejut dan mengelinjang dengan aksinya. Kunikmati apa yang dilakukan olehnya padaku sambil tangan kiriku meremas buah dada dan tangan kananku mengelus punggungnya yang putih dan mulus.

Perlahan ciuman Mbak Susi turun ke arah perutku menjilati pusar dan perlahan pula mulai menjilati kontolku yang semakin membuatku melayang oleh permainan lidahnya diujung kontolku yang sekali kali dikulumnya hingga kulihat bibir Mbak Susi yang indah penuh sesak oleh kontolku. Dihisap dan dijilatnya kontolku tanpa ada perasaan jijik sama sekali, sepertinya Mbak Susi menikmati permainannya bagaikan anak kecil yang haus akan es krim.

Dan yang membuatku semakin melayang adalah ketika Mbak Susi menjilati pangkal kontolku dan mengulum buah pelirku serasa ngilu tapi nikmat, sekali kali Mbak Susi menjilati lubang anusku hingga aku mengelinjang dengan hebatnya menahan sensasi nikmat yang tak terlukiskan dan membuatku ketagihan akan permainan lidahnya.

"Uuugghh.. Ayo Mbak.. Aku sudah tak tahan nicchhh.." kataku lirih kepada Mbak Susi.

Diapun menuruti apa kemauanku dan mulai naik mengangkangi tubuhku serta dengan sekali tekan amblaslah kontolku di vagina Mbak Susi.

"Oouuughh.. Ayo sayang kita berpacu lagi.. Entot vagina Mbak sayanngg.. Aaakkhh.. Nikmmaaatt.. Belum pernah Mbak mendapatkan kontol yang uuueennakkk begini.. Ssshhhkk.. Kamu hebat sayang dari tadi belum keluar juga" ceracau Mbak Susi dengan liarnya.
"Iya.. Mbak.. Vagina Mbak enak sekalliii.. Emmmhhh.. Aaahhhkk" kataku seiring dengan goyangan Mbak Susi yang memutar dan terkadang naik turun yang membuat buah dadanya yang besar menggelantung bergoyang. Dengan cepat pula aku meremas kuat-kuat dan menaikan kepalaku untuk dapat menjilat buah dadanya yang padat itu.
"Terusss.. Sayyy.. Eesssttt.. Hisap terus teteknya Mbak.. Sssttt.. Oouughh" rintihnya sembari terus menggoyangkan pinggulnya di bawah hingga mengocok kontolku yang menimbulkan suara crep.. crep.. crep..
"Mbbaaakkk.. Terus.. Sayyy" hanya itu yang dapat aku katakan menahan kenikmatan dari permainan Mbak Susi.

Peluh kami telah menetes membasahi kasur tersebut, jeritan-jeritan liar kenikmatan terus memenuhi ruangan tempat kami mengayuh bersama puncak dari kenikmatan duniawi. Tidak terasa hampir 1/2 jam Mbak Susi berada di atas tubuhku dan sudah berkali-kali pula Mbak Susi mencapai orgasme yang katanya merupakan gaya kesukaan dari Mbak Susi tapi aku tak kunjung juga mendapatkan orgasme dan dengan inisiatifku aku minta Mbak Susi untuk menungging mencoba doggie style.

Hanya dengan sekali tekan kontolku menebus dinding vaginanya yang terlihat dengan jelas bila Mbak Susi menungging. Pantatnya yang besar, putih dan padat membuatku semakin bernafsu mengocok maju mundur.

"Ooohh.. Mbak nikmat.. Sseekkkaaallii" kataku sambil sekali sekali menepuk pantatnya yang bergoyang menuruti irama kocokanku dan kadang-kadang Mbak Susi menjerit ketika pantatnya aku tepuk dengan keras sehingga pantat samping Mbak Susi memerah oleh tepukan tepukanku.

Belum puas dengan permainan itu, aku menyuruh Mbak Susi berbalik dan tidur di pinggiran ranjang. Tanpa banyak tanya Mbak Susi menuruti apa yang akan aku lakukan, sambil berdiri di pinggir ranjang kubuka pahanya lebar-lebar dan dengan sekali dorong kontolku kembali menembus vagina Mbak Susi.

Sambil kupegang kedua kakinya terus kugoyang maju mundur kadang memutar yang semakin membuat Mbak Susi merintih dan merintih kenikmatan. Ketika kunaikan kakinya ke pundakku dia pun semakin keras merintih dan akupun merasakan sesuatu akan meledak di dalam diriku, vaginanya serasa menjepit dengan lembut kontolku.

"Mbakk.. Aku mau keellluuaarr.. Aaacckkhhh..", kupercepat tusukan kontolku ke vaginanya untuk mendapatkan orgasmeku.
"Keluarkan dimana.. Mbaakkk?"
"Di dalam saja sayy.., ayo sayyy.. Kita.. Kelluaar sama-sama.." rintih Mbak Susi sambil terus menggoyangkan pinggulnya yang juga akan mencapai klimaks.
"Ouugghh.. Aakkhhh", croot.. crot.. kontolku pun berkedut mengeluarkan maniku di dalam rahimnya sebanyak 6-7 kali. Akupun terkulai lemas. Kubiarkan tubuhku menindih tubuh Mbak Susi dan dia pun memelukku dengan mesra.
"Ssshhh.. Kamu hebat De.. Mbak sampe dapat 7 kali orgasme sedangkan kamu baru satu kali.. Hihiihi.., Mbak bisa ketagihan nich sama kamu De.." bisik Mbak Susi sambil membelai rambutku.
Sambil mengecup kening dan bibirku Mbak Susi berkata, "Trim's ya De.."
Akupun membalas kecupannya, "Iya Mbak.. Sama-sama, Mbak juga hebat padahal baru kali ini lho aku selingkuh sama orang.. Dan Mbak sungguh sangat memuaskan aku" kataku jujur.

Setelah beristirahat sejenak, kami pun mandi bersama. Saling berpelukan, menggosok untuk menyabuni dan tentunya bermain cinta kembali di dalam kamar mandi. Dan hari itupun kami terus bermain cinta, di sofa, bungalow, di tempat tidur, di kamar mandi dan juga di lantai memenuhi hasrat kami berdua mereguk kenikmatan bersama.

Menjelang malam aku dan Mbak Susi pun sepakat menyudahi permainan bercinta kami, mengingat bahwa aku ada yang menunggu di rumah.

Hari itu adalah hari yang terindah dan awal dari selingkuhku dengan Mbak Susi yang merupakan hari yang tak akan pernah aku lupakan sepanjang perjalanan hidupku dan kami pun berjanji untuk saling memberikan kenikmatan di saat kami saling membutuhkan kapan saja asal kami bisa menjaga rahasia hubungan kami berdua.

Mama Tiriku, Guru Seksku







Mama Tiriku, Guru Seksku


Sudah beberapa pengalaman pribadi yang ku tulis di situs ini. Semuanya nyata. Aku memang punya 'kelainan' yaitu Oedipus Complex, senang dan terangsang bila melihat wanita lebih tua (STW) yang cantik. Nafsuku akan menggebu-gebu. Semua itu berpengaruh di tempat tidur karena akan lebih hot karena dasarnya aku suka sekali. Pengalaman berikut adalah yang aku alamain saat remaja. Mungkin pula pengalaman ini yang membekas di pikiranku secara psikologis sehingga aku menjadi lelaki yang suka wanita lebih tua. Pengalaman dibawah ini nggak akan pernah aku lupa.

*****

Saat usia 10 tahun, Papa dan Mama bercerai karena alasan tidak cocok. Aku sebagai anak-anak sih nerima aja tanpa bisa protes. Saat aku berusia 15 tahun, Papa kawin lagi. Papa yang saat itu berusia 37 tahun kawin dengan Tante Nuna yang berusia 35 tahun. Tante Nuna orangnya cantik, setidaknya pikiranku sebagai lelaki disuia ke 15 tahun yang sudah mulai merasakan getaran terhadap wanita. Tubuhnya tinggi, putih, pantatnya berisi dan buah dadanya padat. Saat menikah dengan Papa, Tante Nuna juga seorang janda tapi nggak punya anak.

Sejak kawin, Papa jadi semangat hidup berimbas ke kerjanya yang gila-gilaan. Sebagai pengusaha, Papa sering keluar kota. Tinggallah aku dan ibu tiriku dirumah. Lama-lama aku jadi deket dengan Tante Nuna yang sejak bersama Papa aku panggil Mama Nuna. Aku jadi akrab dengan Mama Nuna karena kemana-mana Mama minta tolong aku temenin. DirumaHPun kalo Papa nggak ada aku yang nemenin nonton TV atau nonton film VCD. Aku senang sekali dimanja sama Mama baruku ini.

Setahun sudah Papa kawin dengan Mama Nuna tapi belom ada tanda-tanda kalo aku bakalan punya adik baru. Bahkan Papa semakin getol cari duit dan sering banget keluar kota. Aku dan Mama Nuna semakin akrab aja. Sampai-sampai kami seperti tidak ada batasan sebagai anak tiri dan ibu tiri. Kami mulai sering tidur disatu tempat tidur bersama. Mama Nuna mulai nggak risih untuk mengganti pakaian didepanku walaupun tidak bener-bener telanjang. Tapi terkadang aku suka menangkap basah Mama Nuna lagi berpolos ria mematut didepan kaca sehabis mandi. Beberapa kali kejadian aku jadi apal kalo setiap habis mandi Mama pasti masuk kamarnya dengan hanya melilitkan handuk dan sesampai dikamar handuk pasti ditanggalkan.

Beberapa kali kejadian aku membuka kamar Mama yang nggak dikunci aku kepergok Mama Nuna masih dalam keadaan tanpa sehelai benang sedang bengong didepan cermin. Lama-lama aku sengajain aja setiap selesai Mama mandi beberapa menit kemudian aku pasti pura-pura nggak sengaja buka pintu dan pemandangan indah terhampar dimata mudaku. Sampai suatu ketika, mungkin karena terdorong nafsu laki-laki yang mulai menggeliat diusia 16 tahun, aku menjadi bernafsu besar ketika melihat Mama sedang tiduran dikasur tanpa pakaian. Matanya terpejam sementara tangannya menggerayang tubuhnya sendiri sambil sedikit merintih. Aku terpana didepan pintu yang sedikit terbuka dan menikmati pemandangan itu. Lama aku menikmati pemandangan itu. Kemaluanku berdiri tegak dibalik celana pendekku. Ah, inikah pertanda kalo anak laki-laki sedang birahi? Batinku. Aku terlena dengan pemandangan Mama Nuna yang semakin hot menggeliat-geliat dan melolong. Tanpa sadar tanganku memegang dan memijit-mijit si otong kecil yang sedari tadi tegang. Tiba-tiba aku seperti pengen pipis dan ahh koq pipisnya enak ya. Akupun bergegas kekamar mandi seiring Mama Nuna yang lemas tertidur.

Kejadian seperti jadi pemandanganku setiap hari. Lama-lama aku jadi bertanya-tanya. Mungkinkah ini disengaja sama Mama? Dari keseringan melihat pemandangan ini rupanya terekam diotakku kalau wanita cantik itu adalah wanita yang lebih dewasa. Wanita berumur yang cantik dimataku terlihat sangat sexi dan sangat menggairahkan.

Suatu siang sepulang aku dari sekolah aku langsung ke kamarku. Seperti biasa aku melongok ke kamar Mama. Kulihat Mama Nuna dalam keadaan telanjang bulat sedang tertidur pulas. Kuberanikan untuk mendekat Mumpum perempuan cantik ini lagi tidur, batinku. Kalau selama ini aku hanya berani melihat Mama dari balik pintu kali ini tubuh cantik tanpa busana bener-bener berada didepanku. Kupelototi semua lekuk liku tubuh Mama. Ahh, si otong bereaksi keras, menyentak-nyentak ganas. Tanpa kusadari, mungkin terdorong nafsu yang nggak bisa dibendung, kuberanikan tanganku mengusap paha Mama Nuna, pelan, pelan. Mama diam aja, aku semakin berani. Kini kedua tanganku semakin nekad menggerayang tubuh cantik Mama tiriku. Kuremas-remas buah dada ranum dan dengan naluri plus pengetahuan dari film BF aku bertindak lebih lanjut dengan mengisap puting susu Mama. Mama masih diam, aku makin berani. Terispirasi film blue yang kutonton bersama temen-temen, aku tanggalkan seluruh pakaianku dan si otong dengan marahnya menunjuk-nujuk. Aku tiduran disamping Mama sambil memeluk erat.

Aku sedikit sadar dan ketakutan ketika Mama tiba-tiba bergerak dan membuka mata. Mama Nuna menatapku tajam.
"Ngapain Ndy? Koq kamu telanjang juga?" tanya Mama.
"Maaf ma, Andy khilaf, abis nafsu liat Mama telanjang gitu" jawabku takut-takut.
"Kamu mulai nakal ya" kata Mama sambil tangannya memelukku erat.
"Ya udah Mama juga pengen peluk kamu, udah lama Mama nggak dipeluk papamu. Mama tadi kegerahan makanya Mama telanjang, e nggak taunya kamu masuk" jelas Mama.
Yang nggak kusangka-sangka tiba-tiba Mama mencium bibirku. Dia mengisap ujung lidahku, lama dan dalam, semakin dalam. Aku bereaksi. Naluri laki-laki muda terpacu. Aku mebalas ciuman Mama tiriku yang cantik.

Semuanya berjalan begitu saja tanpa direncanakan. Lidah Mama kemuidan berpindah menelusuri tubuhku.
"Kamu sudah dewasa ya Ndy, gak apa-apa kan kamu Mama perlakukan seperti papamu" gumam Mama disela telusuran lidahnya.
"Punya kamu juga sudah besar, belom sebesar punya papamu tapi lebih keras dan tegang", cerocos Mama lagi.
Aku hanya diam menahan geli dan nikmat. Mama lebih banyak aktif menuntun (atau mengajariku). Si otong kemudian dijilatin Mama. Ini membuat aku nggak tahan karena kegelian. Lalu, punyaku dikulum Mama. Oh indah sekali rasanya. Lama aku dikerjain Mama cantik ini seperti ini.

Mama kemudian tidur telentang, mengangkangkan kaki dan menarik tubuhku agar tiduran diatas tubuh indahnya. Mama kemudian memegang punyaku, mengocoknya sebentar dan mengarahkan keselangkangan Mama. Aku hanya diam saja. Terasa punyaku sepertinya masuk ke vagina Mama tapi aku tetep diam aja sampai kemudian Mama menarik pantatku dan menekan. Berasa banget punyaku masuk ke dalam punya Mama. Pergesekan itu membuat merinding. Secara naluri aku kemudian melakukan gerakan maju mundur biar terjadi lagi gesekan. Mama juga mengoyangkan pinggulnya. Mama yang kulihat sangat menikmati bahkan mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya sehingga aku seperti sedang naik kuda diatas pinggul Mama.
Tiba-tiba Mama berteriak kencang sambil memelukku erat-erat, "Andyy, Mama enak Ndy" teriak Mama.
"Ma, Andy juga enak nih mau muncrat" dan aku ngerasain sensasi yang lebih gila dari sekedar menonton Mama kemarin-kemarin.

Aku lemes banget, dan tersandar layu ditubuh mulus Mama tiriku. Aku nggak tau berapa lama, rupanya aku tertidur, Mama juga. Aku tersadar ketika Mama mengecup bibirku dan menggeser tubuhku dari atas tubuhnya. Mama kemudian keluar kamar dengan melilitkan handuk, mungkin mau mandi. Akupun menyusul Mama dalam keadaan telanjang. Kuraba punyaku, lengket sekali, aku pengen mencucinya. Aku melihat Mama lagi mandi, pintu kamar mandi terbuka lebar. Uhh, tubuh Mama tiriku itu memang indah sekali. Nggak terasa punyaku bergerak bangkit lagi. Dengan posisi punyaku menunjuk aku berjalan ke kamar mandi menghampiri Mama.
"Ma, mau lagi dong kayak tadi, enak" kini aku yang meminta.
Mama memnandangku dan tersenyum manis, manis sekali. Kamuipun melanjutkan kejadian seperti dikamar.

Kali ini Mama berjongkok di kloset lalu punyaku yang sedari tadi mengacung aku masukkan ke vagina Mama yang memerah. Kudorong keluar masuk seperti tadi. Mama membantu dengan menarik pantatku dalam-dalam. Nggak berapa lama Mama mengajak berdiri dan dalam posisi berdiri kami saling memeluk dan punyaku menancap erat di vagina Mama. Aku menikmati ini, karena punyaku seperti dijepit. Mama menciumku erat. Baru kusadari kalau badanku ternyata sama tinggi dengan mamaku. Dlama posisi berdiri aku kemudian merasakan kenikmatan ketika cairan kental kembali muncrat dari punyaku sementara Mama mengerang dan mengejang sambil memelukku erat. Kami sama?sama lunglai.

Setelah kejadian hari itu, kami selalu melakukan persetubuhan dengan Mama tiriku. Hampir setiap hari sepluang sekolah, bahkan sebelum berangkat sekolah. Lebih gila lagi kadang kami melakukan walaupun Papa ada dirumah. Sudah tentu dengan curi-curi kesempatan kalo Papa lagi tidur. Kehadiran Papa dirumah seperti siksaan buatku karena aku nggak bisa melampiaskan nafsu terhadap Mama. Aku sangat menikmati. Aku senang kalo Papa keluar kota untuk waktu lama, Mama juga seneng. Mama terus melatih aku dalam beradegan sex. Banyak pelajaran yang dikasi Mama, mulai dari cara menjilat vagina yang bener, cara mengisap buah dada, cara mengenjot yang baik. Pokoknya aku diajarkan bagaimana memperlakukan wanita dengan enak. Aku sadar kalo aku menjadi hebat karena Mama tiriku.

Sekitar setahun lebih aku menjadi pemuas Mama tiriku menggantikan posisi ayah. Aku bahkan jatuh cinta dengan Mama tiriku ini. Nggak sedetikpun aku mau berpisah dengan mamaku, kecuali sekolah. Dikelaspun aku selalu memikirkan Mama dirumah, pengen cepet pulang. Aku jadi nggak pernah bergaul lagi sama temen-temen. Sebagai cowok yang ganteng, banyak temen cewek yang suka mengajak aku jalan tapi aku nggak tertarik. Aku selalu teringat Mama. Justru aku akan tertarik kalo melihat Bu guru Ratna yang umurnya setua Mama tiriku atau aku tertarik melihat Bu Henny tetanggaku dan temen Mama.

Tapi percintaan dengan Mama hanya bertahan setahun lebih karena kejadian tragis menimpa Mama. Mama meninggal dalam kecelakaan. Ketika itu seorang diri Mama tiriku mengajak aku nemenin tapi aku nggak bisa karena aku ada les. Mama akhirnya pergi sendiri ke mal. Dijalan mobil Mama tabrakan hebat dan Mama meminggal ditempat. Aku merasa sangat berdosa nggak bisa nemenin Mama tiriku tercinta. Aku shock. Aku ditenangkan Papa.
"Papa tau kamu deket sekali dengan Mama Nuna, tapi nggak usah sedih ya Ndy, Papa juga sedih tapi mau bilang apa" kata papaku.
Selama ini papaku tau kalo aku sangat deket dengan Mama. Papa senang karena Papa mengira aku senang dengan Mama Nuna dan menganggapnya sebagai Mama kandung. Padahal kalau Papa tau apa yang terjadi selama ini. Aku merasa berdosa terhadap Papa yang dibohongi selama ini.

Tapi semua apa yang diberikan Mama Nuna, kasih sayang, cinta dan pelajaran sex sangat membekas dipikiranku. Sampai saat ini, aku terobsesi dengan apa semua yang dimiliki Mama Nuna dulu. Aku mendambakan wanita seumur Mama, secantik Mama, sebaik Mama dan hebat di ranjang seperti Mama tiriku itu. Kusadari sekarang kalo aku sangat senang bercinta dengan wanita STW semuanya berawal dari sana.

Anak Buahku Cantik-Cantik

 



Anak Buahku Cantik-Cantik


Aku adalah seorang tenaga marketing yang bekerja di sebuah perusahaan distributor parfum di Bogor. Sebenarnya aku juga merupakan perintis dari perusahaan itu, sebut saja CV. WIN. Namun karena andilku di perusahaan itu hanyalah Sumber Daya Manusia, dan bukannya ada hubungan dengan finansial, maka pendapatankupun tidak sama dengan teman-temanku yang lain yang juga ikut menjadi perintis. Ada lima orang termasuk aku yang pertama kali bergabung menjadi satu hingga terbentuklah CV. WIN. Adalah Pak Hendra, orang yang paling berperan di perusahaan itu, karena beliaulah yang menjadi pemegang modal dari segala sesuatunya. Beliau seorang Sarjana Ekonomi. Karena keakraban kami, maka kamipun memanggil beliau dengan sebutan Babe, sebutan khas orang Betawi. Karena lingkungan kami merupakan transisi antara Sunda dengan Betawi.

Empat orang yang lain bertugas untuk mengembangkan SDM, baik SDM masing-masing maupun dalam hal rekrutmen dan pengembangannya. Maka kami berempatpun bersaing untuk merekrut anak buah yang sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan hingga menjadi sebuah tim yang integral dan solid. Dalam empat bulan saja, yang semula hanya berjumlah empat orang sudah menjadi lebih dari lima puluh orang. Dan timku menjadi tim yang paling solid dengan jumlah yang terbanyak.

Semua itu tak lepas dari kerja kerasku untuk mengembangkan mereka, mendidik mereka dan memotivasi mereka. Mereka memang tim yang kuat dan bermotivasi tinggi. Mereka semua sangat respek terhadapku. Itu semua karena aku hampir dikatakan sempurna dalam hal pembinaan dan approachmen. Aku selalu menghadapi mereka dengan sabar, meski sifat mereka tak sama. Aku menerapkan pendekatan yang berbeda-beda dari yang satu dengan yang lainnya. Aku selalu memuji mereka yang berprestasi, dan membangun semangat bagi mereka yang sedang down. Aku selalu sempatkan waktu sekitar dua sampai lima menit kepada masing masing individu untuk berbicara mengenai keluhan-keluhan mereka, kendala-kendala di lapangan, dan rencana-rencana mereka ke depan, sehingga mereka merasa benar-benar menjadi bagian yang penting dalam tim. Paling tidak aku menyapa mereka sekilas dengan mengucapkan selamat pagi penuh semangat, memuji penampilan mereka, atau hanya sekedar mengatakan, "Dasi kamu bagus"

Aku juga sangat antusias dengan mereka, karena sebagian besarnya adalah cewek. Dan bukan rahasia lagi jika cewek sunda terkenal dengan postur tubuh yang tak terkalahkan. Mereka rata rata berbadan segar dengan buah dada yang sekal dan menantang. Kulit mereka juga sangat bersih. Itu adalah keuntungan tersendiri bagiku karena pasti suatu saat nanti mereka (bahkan semuanya) bisa aku kencani satu persatu.

Dengan pendekatan setahap demi setahap salah satu diantara mereka, Febi, akan bisa aku nikmati tubuhnya. Kisah ini berawal ketika suatu hari aku tidak terjun ke lapangan karena badanku terasa tidak enak. Tapi karena aku harus memotivasi mereka, paginya aku sempatkan untuk ke kantor. Dan begitu mereka berangkat ke lapangan aku pulang ke kost untuk istirahat.

Namun paginya dikantor, Febi sempat curiga dengan kesehatanku dan bertanya, "Mas kenapa, sedang sakit ya?"
"Iya, Feb. Aku lagi nggak enak badan. Kayaknya aku nggak berangkat hari ini"
"Ya udah, entar habis meeting Mas pulang aja. Mas sudah makan?" tanya Febi penuh perhatian. Dia memang orangnya sangat perhatian.
"Udah sih, tapi cuman dikit. Nggak selera"

Dengan penuh kelembutan Febi meraba dahiku. Tangannya lembut dan wangi. Kalau aku diraba agak lama mungkin aku langsung sembuh, pikirku.

Pukul sembilan pagi semua karyawan sudah menyebar ke lapangan. Sementara aku masuk dan beristirahat di ruang rapat. Babe masuk dan bertanya, "Kenapa Yan, sakit?"
"Iya, Be," jawabku singkat.
"Ya udah, tiduran aja situ," kata Babe ramah.
"Nggak ah, Be. Aku mau pulang aja. Ntar sore balik lagi"
"Terserah deh"

Aku bergegas pulang ke kost. Kostku memang hanya berjarak tiga ratus meter dari kantor. Semua biaya kostku ditanggung oleh Babe. Ruangnya nyaman, besar dan bersih. Penjaganya yang bernama Pak Min itu juga ramah. Menurut Pak Min sebenarnya kamar itu khusus untuk tamu dan tidak disewakan, tapi entah mengapa aku diperkenankan menyewa kamar itu. Di kamar itu terdapat lukisan panorama yang sangan besar dan indah. Asli pula dan bukan reproduksi. Kata Pak Min posisi kamar itu boleh diubah sesuka penghuninya. Asal jangan kaget jika ada sensasi baru setelah itu. Apalagi dengan lukisan itu. Tapi aku menganggap itu hanya gurauan Pak Min dan aku tidak menanggapinya dengan serius.

Sebenarnya di kost itu tidak boleh membawa teman lawan jenis ke kamar, tapi sepertinya Pak Min, si penjaga itu tahu apa yang dibutuhkan penghuni kost, jadi peraturan itu diabaikan. Sehingga kamar sebelahku sering dipakai pesta seks oleh penghuninya. Aku pernah ikut sekali.

Sesampainya di depan kamar kost aku kaget karena Febi ternyata sudah berada di depan kamar kostku sedang membaca majalah kesukaannya.

"Lho Feb, kok kamu disini. Lagi ngapain?" tanyaku singkat.
"Lagi nungguin Mas Iyan. Kenapa, nggak boleh?" tanya Febi manja.
"Ya boleh sih, tapi kok tadi nggak ngomong dulu"
"Mau ngasih kejutan, biar Mas Iyan sembuh"
"Ah, bisa aja kamu," sahutku sambil mencubit dagunya yang mungil itu.

Setelah membuka pintu kamar aku mempersilakan Febi masuk. Dengan tanpa canggung Febi masuk ke kamarku dan melihat sekeliling, "Kok posisi kamarnya nggak diubah sih Mas. Emang nggak bosen gini-gini aja. Ubah dong biar ada perubahan. Biar selalu baru, jadi Mas nggak sakit-sakitan"
"Biarin, sakit kan karena penyakit. Bukan karena kamar. Eh ngomong-ngomong, sorry lho kamarku berantakan"
"Ah cowok mah, biasa," sahut Febi dengan sedikit logat sunda.

Setelah itu tangan mungil Febi memunguti benda-benda yang berantakan itu dan menatanya dengan rapi di tempatnya masing masing. Sementara aku pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

Begitu masuk kamar, kamarku sudah kembali bersih dan rapi oleh tangan Febi. Aku lihat Febi sedang sibuk memencet-mencet tombol remote untuk mencari acara tv. Hari itu Febi mengenakan baju tipis putih dengan celana hitam panjang. Sangat terlihat profesional dia dengan pakaian itu. Juga seksi. Sambil tiduran Febi terlihat sangat menggoda. Payudaranya sangat terlihat mulus dengan bra yang tidak seukuran. Terlihat sekali bra itu tak sanggup memuat isi dari dada Febi.

Aku menelan ludah. Tiba tiba suhu badanku naik. Aku tahu ini bukan karena aku sakit, tapi lebih karena libidoku pasti sedang on. Si kecil juga ikut-ikutan bangun. Sialan. Aku menggerutu karena ketika si kecil bangun dengan posisi yang salah. Menghadap ke bawah. Sehingga bulu-bulunya yang semula sempat menempel jadi tertarik dan menimbulkan rasa sakit. Aku merogohnya dan menempatkannya dengan benar. Tentu ini tak sepengetahuan Febi. Malu aku.

"Mas punya CD lagu yang bagus, nggak?" tanya Febi mengagetkanku.
"Cari aja disitu, pilih sendiri. Ada lagu, ada film. Eh, aku kemarin sewa film bagus tapi belum sempat nonton. Tuh, yang bungkusnya dari rental"
"Film apa sih ini?"
"Action, tapi katanya sih, ada making love-nya"
"Hii. Coba ah, penasaran"

Sementara Febi memasukkan keping VCD, aku memperhatikan pinggangnya yang sedikit terbuka ketika dia sedikit menungging. Putih, mulus. Aku jadi teringat Dewi pemeran VCD Itenas yang heboh itu. Sementara aku duduk mengambil posisi bersandar di tembok dekat tempat duduk Febi sebelumnya. Aku berharap setelah selesai memasukkan keping VCD, Febi kembali ke tempat duduk semula, jadi aku berada disampingnya persis. Dan benar, kini Febi berada disampingku dengan posisi bersila, sementara kakiku aku selonjorkan. Kini kaki kiri Febi yang dilipat menumpang di kakiku.

Filmpun dimulai. Aku juga bersiap untuk memulai film panas siaran langsung tanpa penonton dan kamera. Aku mulai merangkul Febi. Mengelus rambutnya yang hitam itu, sambil sesekali membahas cerita film itu. Padahal sebenarnya aku tidak begitu memperhatikan alur cerita film itu. Aku hanya menjawab ya dan tidak atau tersenyum menanggapi Febi yang terlihat serius. Lalu badan Febi mulai bersandar di badanku. Akupun dengan mudah menciumi rambutnya, telinganya juga tengkuknya. Sementara tanganku yang sedari tadi bermain di daerah atas, kini mulai merosot. Menyentuh dada Febi, meremasnya hingga Febipun tak lagi memperhatikan film itu dan menikmati sentuhanku. Kini kami menjadi pemeran utama sebuah film panas. Apalagi ketika alur film itu tiba pada kisah make love, sesekali kami melihatnya sebagai pemanas.

Wajah Febi yang semula menghadap tivi kini mulai tengadah menghadapku. Bibir kamipun beradu. Febi terlihat sangat antusias. Napasnya sangat wangi menggairahkan. Aku yakin Febi mempersiapkan hal ini dengan makan permen wangi sebelumnya. Dia menjilati mukaku dengan buas. Sementara tanganku sibuk bergerilya mencoba melepas pakaian Febi. Tanganku yang berada di dalam baju Febi berhasil membuka pengait bra-nya. Gumpalan daging sekal itu kini longgar tanpa pembungkus. Sementara bibirnya sibuk menjilatiku, tangannya mulai menuju pakaianku. Akupun dilucutinya. Sekarang aku tak berbaju lagi. Bibir Febipun mulai bergerilya turun. Menjilati dadaku dan mengulum susuku. Badanku makin panas. Libidoku makin naik. Leher, perut, telinga, dan dadaku menjadi sasaran bibir Febi. Aku menikmatinya sambil terus memainkan payudaranya yang semakin menghangat.

Semakin lama Febi semakin mengganas, dilepaskannya celanaku luar dan dalam. Bibirnya yang kini sudah tak berlipstik itu terus menjamah semua sektor tubuhku. Lidahnya menjilat-jilat bulu kemaluanku. Juga buah zakarku. Aku sesekali menggelinjang menahan jilatannya. Apalagi ketika kemaluanku masuk kedalam mulutnya. Ah, hangat rasanya.

Febi berubah posisi. Yang semula berada tepat di depanku, kini beralih disampingku, sambil tetap menghisap kemaluanku. Perubahan posisinya bukan tanpa alasan. Ternyata Febi mengulum penisku dengan posisi dari samping sehingga lidahnya mengenai permukaan penisku bagian atas. Posisi ini sungguh sangat nikmat. Baru kali ini merasakan hisapan dan jilatan yang sangat hebat. Luar biasa.

Sementara itu tanganku terus mengelus tubuh Febi. Payudaranya yang kenyal selalu menjadi favorit tanganku. Juga pantatnya yang bulat mulus. Sungguh menggairahkan. Tapi ketika jemariku kutuntun untuk menuju liang vaginanya, Febi menolak. Akupun menurut saja. Aku tidak mau memaksakan kehendakku.

Sekitar sepuluh menitan Febi bermain dengan posisi itu. Selanjutnya penisku dikeluarkannya dari mulut. Lidahnya yang terus mengganas itu menjalar keseluruh permukaan badanku bagian depan. Naik, naik, dan terus naik. Kini bibir kami kembali beradu.

Kini posisi Febi tepat mendudukiku. Lalu perlahan-lahan Febi membimbing penisku untuk masuk kedalam liang vaginanya. Dan, bless.. hangat, nikmat.

Febi meringis menahan rasa. Entah apa yang ia rasakan. Setelah berkonsentrasi dengan penisku, kini Febi mulai memompa dengan posisi naik turun. Aku masih pada posisi duduk. Febi yang duduk dihadapanku terus naik turun hingga payudaranya terayun-ayun. Akupun tertarik dengan payudara itu. Kupegang, kuremas, kutekan lalu aku menundukkan kepalaku hingga bibirku mengenai payudara Febi. Dalam kesulitan karena posisinya yang terayun-ayun aku mengisap payudara Febi.

Febipun meraung-raung tak karuan.

"Ya Mas, terus Mas. Hisap terus, Mas"
"Augh, augh.. Mas aku mau keluar, augh, augh.. Ahh!!

Febi mengejang. Mukanya memerah. Lalu kami membalikkan tubuh kami. Untuk sementara kami juga melepaskan perabot kami yang tertancap. Akupun mulai bekerja. Kubimbing Febi untuk berjongkok. Akupun menyetubuhinya lagi dengan posisi dari belakang.

Bless.. Kemaluanku masuk lagi ke liang vaginanya. Dengan posisi doggystyle aku memompa pantat Febi berkali-kali hingga aku merasakan ada dorongan yang sangat kuat, hingga frekuensi doronganku semakin cepat. Aku meracau tak karuan. Febi tahu itu. Sebelum spermaku muncrat, dilepaskanlah pantatnya. Sekejap Febi sudah berbalik posisi. Tangannya langsung menangkap kemaluanku. Dibantu mulutnya, dikocoklah penisku sejadi-jadinya dan..

"Augh.."

Sperma hangat muncrat ke mulut Febi. Tanpa ragu dikulumlah penisku. Rasanya tidak karuan. Spermakupun habis ditelan Febi. Lalu kami berduapun roboh tak berdaya. Aku mencium Febi penuh kasih dan dengan senyum kepuasan. Wajahnya yang penuh keringat tetap manis dengan senyuman itu.

Sementara layar tv ku sudah menunjukkan display VCD. Entah duluan VCD atau aku selesainya.

Akhir Pekan Terindah

 



Akhir Pekan Terindah


Aku sudah berkeluarga, tapi aku punya WIL yang juga sangat kucintai. Aku sudah menganggap ia sebagai istriku saja. Karena itu aku akan memanggilnya dalam cerita ini sebagai istriku. Dari obrolan selama ini ia mengatakan bahwa ia ingin melihatku 'bercinta' dengan wanita lain. Akhirnya tibalah pengalaman kami ini.



Siang di hari Sabtu itu terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang menerpa langsung ke arahku dan 'istriku' kalah dengan radiasi matahari yang tembus melalui kaca-kaca jendela. Aku sedang melaju kencang di jalan tol menuju arah Bogor untuk suatu keperluan bisnis. Seperti telah direncanakan, kubelokkan mobil ke arah pom bensin di Sentul. setelah tadi tak sempat aku mengisinya. Dalam setiap antrian mobil yang cukup panjang terlihat ada gadis-gadis penjaja minuman berenergi. Sekilas cukup mencolok karena seragamnya yang cukup kontras dengan warna sekelilingnya.

Dari sederetan gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik, putih, cukup serasi dengan warna-warni seragamnya. Ia terlalu manis untuk bekerja diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi. Tatkala tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini bukanlah tempat yang pantas baginya untuk bekerja. Aku sempat khawatir kalau ia tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai terkaan tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk, tersenyum dan menawarkan produknya. Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata, "Buka dong kacanya.." Segera aku sadar dengan keadaan dan refleks membuka kaca jendelaku. Istriku hanya memperhatikan, tidak ada komentar.

Meluncurlah kata-kata standar yang ia ucapkan setiap kali bertemu calon pembeli. Suaranya enak didengar, tapi aku tak menyimaknya. Aku malah balik bertanya, "Kamu ngapain kerja di sini?"
"Mom, kita kan masih perlu sekretaris, kenapa tidak dia aja kita coba."
"Ya, boleh aja", jawab istriku.
"Gimana mau?" tanyaku kepada gadis itu.
"Mau.. mau Mas", katanya.

Setelah kenalan sebentar dan saling tukar nomor telepon, kulanjutkan perjalananku setelah mengisi bensin sampai penuh. Istriku akhirnya tahu kalau maksudku yang utama hanyalah ingin 'berkenalan' dengannya. Ia sangat setuju dan antusias.

Malam sekitar jam 20:00 HP istriku berdering, sesuai pembicaraan ia akan datang menemui kami. Setelah diberi tahu alamat hotel kami, beberapa saat kemudian ia muncul dengan penampilan yang cukup rapi. Ia cepat sekali akrab dengan istriku karena ternyata berasal dari daerah yang sama yaitu **** (edited), Jawa Barat. Tidak sampai setengah jam kami sudah merasa betul-betul sebagai suatu keluarga yang akrab. Ia sudah berani menerima tawaran kami untuk ikut menginap bersama. Ia sempat pamit sebentar untuk menyuruh sopir salah satu keluarganya untuk pulang saja, dan telepon ke saudaranya bahwa malam itu ia tidak pulang.

Setelah cerita kesana-kemari akhirnya obrolan kami menjurus ke masalah seks. Setelah agak kaku sebentar kemudian suasana mencair kembali. Kini dia mulai menimpali walau agak malu-malu. Singkat cerita dia masih perawan, sudah dijodohkan oleh keluarganya yang ia belum begitu puas. Keingintahuannya terhadap masalah seks termasuk agak tinggi, tapi pacarnya itu sangat pemalu, termasuk agak dingin dan agak kampungan walau berpendidikan cukup. Kami ceritakan bahwa dalam masalah seks kami selalu terbuka, punya banyak koleksi photo pribadi, bahkan kali ini kami ingin membuat photo ketika 'bercinta'.

"Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya", ajak istriku.
"Nih kamu pakai kimono satunya", kata istriku sambil memberikan baju inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam. Ia dan istriku sudah merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi, leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya. Aku menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku untuk mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa. Tampak ia agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.

Setelah aku mengajarinya bagaimana menggunakan kamera yang kuberikan itu, kemudian kuteruskan mencumbu istriku. Dengan telaten kucumbu istriku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kini tamuku tampaknya sudah menguasai keadaan, ia dengan leluasa mengintip kami dari lensa kamera dari segala sudut. Akhirnya istriku mencapai klimaksnya setelah liang senggamanya kumainkan dengan lidah, dengan jari, dan terakhir dengan batang istimewaku. Sedangkan aku belum apa-apa.

"Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya", kata istriku.
"Ah Mbak ini ada-ada aja", kata Rini malu-malu.
Sebagai laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak menolak. Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk Rini yang sedang memegang kamera. Tangan kirinya ditekuk seperti akan memegang pinggangku, tapi telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau malu. Kuraih kamera yang masih di tangan kanannya kemudian kuberikan kepada istriku.

Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya, kuciumi pipi dan lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari pundak sampai lekukan pantatnya. Pundaknya beberapakali bergerak merinding kegelian. Kedua tangannya kini ternyata sudah berani membalas memelukku. Kemudian aku memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur. Kukulum bibir mungilnya, kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil telinganya, kemudian kuciumi lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya mendesah, kadang menarik nafas panjang dan kadang badannya menggelinjang-gelinjang.

Tidak terlalu susah aku membuka kimononya, sejenak kemudian tampak pemandangan yang cukup mempesona. Dua bukit yang cukup segar terbungkus rapi dalam BH yang pas dengan ukurannya. Kulitnya putih, bersih dengan postur badan yang cukup indah. Sejenak aku menoleh ke bawah, tampak pahanya cukup menawan. Sementara itu onggokan kecil di selangkangan pahanya yang terbungkus CD menambah panorama keindahan.

Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya, demikian juga ketika aku melepaskan kimononya melewati kedua tangannya. Kuteruskan permainanku dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu. Seluruh titik di bagian atasnya telah kutelusuri tidak ada yang terlewatkan, kini kedua bukti itu kuremas perlahan. Ia mendesah, "Eeehh.."

Tatkala kukulum puting susunya, badannya refleks bergerak-gerak, desahnya pun semakin jelas terdengar. Kuulangi lagi cumbuanku dari mulai mengulum bibirnya, mencium pipinya, kemudian lehernya. Kemudian kuciumi lagi bukit-bukit indah itu, dan kemudian kupermainkan kedua puting susunya dengan lidahku. Gelinjangnya semakin terasa bergerak mengiringi desahannya yang terasa merdu sekali.

Petualanganku kuteruskan ke bagian bawahnya. Ia mencegah ketika aku akan membuka CD-nya yang merupakan pakaian satu-satunya yang tersisa. "Ya nggak usah dibuka" ujarku, "Aku elus-elus aja ya bagian atasnya pakai punyaku", bujukku. Ia tidak bereaksi, tapi aku langsung saja menyingsingkan CD-nya ke bawah. Tampaklah dua bibir yang mengapit lembah cintanya dihiasi bulu-bulu tipis. Kupegang burungku sambil duduk mengangkang di atas kedua pahanya, kemudian kuelus-eluskan burung itu ke ujung lembah yang sebagian masih tertutup CD. Agak lama dengan permainan itu, akhirnya mungkin karena ia juga penasaran, maka ia tidak menolak ketika kulepaskan CD-nya.

Kini kamu sama-sama telanjang, tak satu helai benang pun yang tersisa. Kuteruskan permainan burungku dengan lebih leluasa. Tak lama kemudian cairan kenikmatannya pun sudah meleleh menyatakan kehadirannya. Burungku pun lebih lancar menjelajah. Tapi karena lembahnya masih perawan agak susah juga untuk menembusnya.

Ketika kucoba untuk memasukkan burungku ke dalam lembah sorganya, tampak bibir-bibir kenikmatannya ikut terdorong bersama kepala burungku. Menyadari alam yang dilaluinya belum pernah dijamah, aku cukup sabar untuk melakukan permainan sampai lembah kenikmatannya betul-betul menerimanya secara alami. Gelinjang, desahan, dan ekspresi wajahnya yang sedang menahan kenikmatan membuatku semakin bersemangat dan lebih percaya diri untuk tidak segera ejakulasi. Ia sudah tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Akhirnya kepala burungku berhasil menembus lubang kenikmatan itu.

Kuteruskan permainanku dengan mengeluarkan dan memasukkan lagi kepala burungku. Ia merintih kenikmatan, ia pasrah saja dengan keadaan yang terjadi, karena itu aku yakin bahwa rintihan itu bukan rintihan kesakitan, kalaupun ada, maka akan kalah dengan kenikmatan yang diperolehnya. Selanjutnya kulihat burung yang beruntung itu lebih mendesak ke dalam. Aku sudah tidak tahan untuk memasukkan seluruh burungku ke tempatnya yang terindah.

Kemudian kurebahkan badanku di atas tubuhnya yang indah, kuciumi pipinya sambil pantatku kugerakkan naik turun. Sementara burungku lebih jauh menjangkau ke dalam lembah nikmatnya. Akhirnya seluruh berat badanku kuhempaskan ke tubuh mungil itu. Dan.., "Bless.." seluruh burungku masuk ke dalam surga dunia yang indah. Ia mengerang, gerakan burungku pun segera kuhentikan sampai liang kewanitaannya menyesuaikan dengan situasi yang baru.

Setelah agak lama aku pun mulai lagi memainkan gerakan-gerakanku dengan gentle. Kini ia mulai mengikuti iramaku dengan menggerak-gerakkan pinggulnya. Selang berapa lama kedua tangannya lekat mencengkram punggungku, kakinya ikut menjepit kedua kakiku. Kemudian muncul erangan panjang diikuti denyut-denyut dari lembah sorganya. "Eeehh.." desahnya. Aku pun sudah tidak tahan lagi untuk menumpahkan seluruh kenikmatan, segera kucabut burungku kemudian kumuntahkan di luar dengan menekan ke selangkangannya. "Eeehh.." erangku juga. Kami berdua menarik nafas panjang.

Setelah agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku mengelap selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku. Tampak tempat tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia pun segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk tidak menyesali apa yang pernah terjadi.

Besok paginya aku sempat bermain lagi dengannya sebelum check out. Betul-betul suatu akhir pekan yang susah dilupakan. Akhirnya ia kutitipkan bekerja di perusahaan temanku

Antara Nafsu dan Cinta

 



Antara Nafsu dan Cinta


Kejadiannya dimulai 4 atau 5 tahun yang lalu. Waktu itu produksi di perusahaanku sedang booming sehingga diadakan penerimaan karyawati baru. Diantara sekian banyak pelamar ada satu yang jelas kulihat sangat berbeda. Kulitnya putih bersih, raut wajahnya cantik, dan bulu-bulu halus tampak jelas hitam kontras dengan warna kulitnya. Aku segera ke bagian personalia meminta data-datanya, setelah kulihat CV-nya yang cukup baik, aku meminta kepada personalia untuk dijadikan asistenku, akhirnya setelah melewati proses yang cukup rumit dia menjadi asistenku.

Mula pertama dia bekerja, aku sudah dapat melihat kecerdasannya dalam menangani pekerjaan, semua pekerjaan yang kuberikan dapat diselesaikannya dengan baik. Seperti pepatah Jawa bilang "Witing tresno jalaran soko kulino" Kebersamaan akan menumbuhkan rasa sayang, begitu pula yang terjadi denganku. Aku yang pada mulanya sudah tertarik pada pandangan pertama kian jatuh dalam perangkap asmaranya. Kucoba mengakrabkan diri dengannya, keluar makan bareng sering kami lakukan, tapi sampai saat itu aku belum berani macam-macam kepadanya, karena dia pernah mengungkapkan bahwa dia sudah mempunyai pacar. Memang sejak saat dia mengungkapkan bahwa dia sudah punya pacar, keinginanku untuk menjadikannya sebagai kekasih sudah hilang.

Setelah melewati masa pendekatan yang cukup panjang, akhirnya aku bisa mengajaknya Weekend. Karena saat itu katanya pacarnya sedang ditugaskan ke luar kota. Aku membawanya menuju pantai Ancol yang romantis. Sambil menyantap nasi goreng kami mengobrol panjang lebar, dari situ kuketahui bahwa ternyata dia berasal dari keluarga Broken, ayahnya kawin lagi saat usianya baru 3 tahun, hingga dia merasakan kurang kasih sayang dari ayahnya.

Kurengkuh dia dalam pelukanku, kubelai rambutnya yang hitam. Ombak di laut semakin beriak menyaksikan kemesraan kami. Perlahan kukecup keningnya, dia memejamkan matanya, bibirnya yang sensual sedikit terbuka seakan mengundangku untuk melumatnya, namun aku tidak berani gegabah, aku hanya mencium pipinya.

"San, boleh Bapak mengekspresikan rasa sayang Bapak", bisikku lembut di telinganya. Dia hanya diam mungkin masih mencerna arti kalimatku.
"Kalau Bapak memang sayang sama Santi, jangan sekali-kali Bapak mengecewakan Santi", jawabnya manja.
"Bapak tidak pernah mengecewakan wanita, Sayang" jawabku lembut. Kurapikan rambutnya yang diterpa angin laut dengan jari-jariku, tiba-tiba Dia mengambil tanganku dari keningnya dan mencium dengan bibirnya.
"Santi sayang sama Bapak! Santi nggak mau kehilangan Bapak", air matanya terasa hangat di jari-jariku. Kuseka air matanya dengan sapu tanganku.
"Bapak tidak akan meninggalkan Santi", janjiku. Bibirnya tersenyum tipis mendengar janjiku.

Perlahan kudaratkan bibirku di bibirnya, terasa hangat menjalar ke seluruh tubuhku, aku melumat bibirnya dengan perlahan.
"Kenapa Santi tidak membalas ciuman Bapak.."
"Santi tidak mengerti, Pak!"
Aku hanya diam dan berfikir, benarkah anak jaman sekarang belum mengenal arti ciuman.
"Memangnya Santi tidak pernah melakukannya dengan pacar Santi?"
"Belum, Ppak.."

Akhirnya setelah saya ajarkan secara singkat, dia mulai dapat membalas lumatan dan permainan lidahku. Tanganku mulai menjalajahi dadanya, kuremas perlahan dengan gerakan memutar, sementara bibirku mulai menjelajahi lehernya yang indah. Kubuka kancing bajunya yang paling atas, jari-jariku segera menerobos ke dalam bajunya yang sudah terbuka, aku merasakan tonjolan lembut, tidak besar namun halus sekali. Jari- jariku berputar mencari puting buah dadanya, sementara bibirku sudah sampai di belakang telinganya. Susah sekali mencari puting buah dadanya, karena masih belum tumbuh, putingnya masih mungil dan rata dengan gundukan buah dadanya, pertanda belum terjamah oleh siapa pun. Perlahan tapi pasti putingnya mulai mencuat ke atas, jari-jariku semakin aktif memilinnya dengan gerakan memutar. Sementara tangannya menekan tanganku sehingga tekanan pada buah dadanya semakin keras.

"Pak.. nikmat, teruskan.." erangan yang keluar dari mulutnya semakin membuatku semangat, tapi aku masih sadar bahwa aku di tempat terbuka. Aku segera menghentikan aktivitasku dan merapikan kancing bajunya yang terbuka.
"Kenapa, Pak?" tanya Santi keheranan.
"Ini kan tempat umum Sayang, bagaimana kalau kita sewa cottage saja."
"Tidak mau! Santi takut."
"Nggak apa, Bapak tidak akan berbuat macam-macam terhadap Santi", aku merayunya.
"Santi tidak akan mau, Pak!" tegasnya.
Aku tidak memaksa lebih lanjut, aku hanya diam.
"Bapak marah ya sama Santi."
"Tidak Sayang, Bapak hanya sedikit pusing."
Aku rengkuh dia dalam pelukanku.
"Kenapa?" tanyanya polos.
Aku sungguh bingung menjelaskannya, aku pusing karena sedang 'on', Batang kejantananku terasa berdenyut-denyut terus.
"Bagaimana kalau kita teruskan di mobil, Sayang" ajakku. Dia mengangguk.

Setelah setelan jok kurebahkan, aku kembali mencumbuinya, meneruskan kemesraan yang tadi tertunda meskipun di dalam mobil sempit tapi tidak ada seorang pun yang dapat melihat kami. Bajunya sudah kutanggalkan sehingga aku dengan bebas dapat mencumbui dadanya, saat lidahku yang hangat dan basah menjilati puting buah dadanya yang masih mungil, erangan lirih semakin sering keluar dari bibirnya. "Jangan berisik, Sayang" aku mengingatkannya, karena aku takut terdengar keluar. Tapi hanya sebentar saja, kembali mulutnya mengeluarkan erangan, terlebih saat puting buah dadanya kuhisap dan kugigit pelan. Gundukan buah dadanya yang halus kuhisap kuat-kuat sehingga meninggalkan bercak merah sesudahnya.

Tanganku segera bergerak mengangkat roknya. Aku merasakan kulit pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, kupilin-pilin pahanya yang gempal, dan saat tanganku bergerak menarik celana dalamnya, tangannya menahan tanganku. "Jangan Pak, yang satu itu jangan.." Aku yang sudah dikuasai nafsu tak mempedulikannya. Aku terus berusaha menanggalkan celana dalamnya tapi cekalan tangannya semakin kuat menahan gerakan tanganku. Aku tidak memaksa lagi.
"Kenapa?" bisikku, "Santi tidak sayang sama Bapak?"
"Bapak boleh mencumbu apa saja, tapi yang satu itu jangan, saya masih perawan, Pak!"
"Tapi dari erangan yang keluar, sepertinya Santi sudah pengalaman."
"Santi sendiri tidak sadar, Pak. Bahkan pernah saat Santi masturbasi di kamar, Ibu menegur Santi, karena erangan Santi terdengar ke luar kamar, Santi sampai malu waktu itu, Pak."
Aku hanya mengangguk, berarti erangan-erangannya yang heboh tadi hanya bawaan sifat saja.
"Ya, sudah! Santi bisa buat Bapak orgasme dengan tangan, bisa kan?" aku menyerah, pikiranku cuma satu, bagaimana melepaskan air maniku yang rasanya sudah mengumpul penuh di buah zakarku.
"Santi belum pernah, Pak!"
"Coba dulu dong, katanya Santi sayang sama Bapak."
"Iya Pak"

Aku ajarkan kepadanya cara onani yang membuat nikmat lelaki, setelah kurasa dia bisa. aku segera mengeluarkan senjataku yang sudah tegang.
"Aw.. besar banget Pak."
"Nggak apa, sini" aku bimbing tangannya ke senjataku.
Aku mulai merasakan genggamannya yang hangat, perlahan jari-jarinya yang lentik bergerak ke atas ke bawah mengocok batang kejantananku, aku mulai merasakan nikmat, sembari rebahan di jok aku memejamkan mata membayangkan bahwa saat itu senjataku sedang terbenam di dalam kemaluan Tamara Blezinky artis idolaku. Berfikir seperti itu senjataku semakin mengeras dan berdenyut-denyut.

"Pak, tangan Santi capek, Pak!" tiba-tiba saja Santi membuyarkan khayalanku. Aku yang sudah spanning langsung merengkuh lehernya dan membenamkan wajahnya ke dadaku.
"Lakukan seperti yang tadi Bapak lakukan terhadap Santi", sambil mengarahkan mulutnya yang mungil ke dadaku.
"Loh, Bapak kan lelaki"
"Sama saja, San, laki-laki juga perlu rangsangan biar cepat orgasme" Tanpa dikomando dua kali mulutnya yang mungil mulai menciumi dadaku sementara jari-jarinya terus mengocok batang kejantananku, perlahan aku merasakan nafasku semakin memburu, butir-butir keringat membasahi seluruh tubuhku.

"Terus, San.. Bapak mau keluar" Gerakan tangannya semakin cepat, kepala kemaluanku semakin mengkilat oleh pelumas yang dikeluarkan batanganku, sementara lidahnya yang runcing dan hangat terasa menggelitik puting dadaku bahkan dihisapnya, membuat sensasi tersendiri di seluruh aliran darahku.

Setengah jam berlalu, aku merasakan batang kejantananku semakin menggembung, akhirnya berbarengan dengan hisapan kuat di puting dadaku, kukeluarkan spermaku hingga muncrat dan mendarat di perutku.
"Sudah San, Bapak sudah keluar", aku melepaskan genggaman tangannya di batang kemaluanku.
"Capek sekali tangan Santi, Pak!, rasanya sudah tak sanggup lagi digerakkan."
"Bapak lama sih keluarnya."
Aku hanya diam dan mencium keningnya sebagai ungkapan rasa sayang dan puas atas segalanya.

Sepanjang perjalanan pulang, kami semakin akrab dan mesra, kami membuat perjanjian bahwa kami boleh berpacaran dengan siapa pun asalkan kebersamaan kita tidak akan hilang sampai kapan pun. Aku hanya mengangguk setuju.

Aku dan Anak Majikanku

 









Aku dan Anak Majikanku


Lima bulan sudah aku bekerja sebagai seorang pembantu rumahtangga di keluarga Pak Rahadi. Aku memang bukan seorang yang makan ilmu bertumpuk, hanya lulusan SD. Tetapi karena niatku untuk bekerja memang sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya aku pergi ke kota Surabaya, dan beruntung bisa memperoleh majikan yang baik dan bisa memperhatikan kesejahteraanku. Sering terkadang aku mendengar kisah tentang nasib beberapa orang pembantu rumah tangga di kompleks perumahan. Ada yang pernah ditampar majikannya, atau malah bekerja seperti seekor sapi perahan saja.



Ibu Rahadi pernah bilang bahwa beliau menerimaku menjadi pembantu rumahtangganya lantaran usiaku yang relatif masih muda. Beliau tak tega melihatku luntang-lantung di kota metropolis ini. "Jangan-jangan kamu nanti malah dijadikan wanita panggilan oleh para calo WTS yang tak bertanggungjawab." Itulah yang diucapkan beliau kepadaku.

Usiaku memang masih 18 tahun dan terkadang aku sadar bahwa aku memang cantik, berbeda dengan para gadis desa asalku. Pantas saja jika Ibu Rahadi berkata begitu terhadapku.

Namun akhir-akhir ini ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, yakni tentang perlakuan Mas Rizal terhadapku. Mas Rizal adalah anak bungsu keluarga Bapak Rahadi. Dia masih kuliah di semester 6, sedangkan kedua kakaknya telah berkeluarga. Mas Rizal baik dan sopan terhadapku, hingga aku jadi rikuh bila berada di dekatnya. Sepertinya ada sesuatu yang bergetar di tubuhku. Jika aku ke pasar, Mas Rizal tak segan untuk mengantarkanku. Bahkan ketika naik mobil aku tidak diperbolehkan duduk di jok belakang, harus di sampingnya. Ahh.. Aku selalu jadi merasa tak nikmat. Pernah suatu malam sekitar pukul 20.00, Mas Rizal hendak membikin mie instan di dapur, aku bergegas mengambil alih dengan alasan bahwa yang dilakukannya pada dasarnya adalah tugas dan kewajibanku untuk bisa melayani majikanku. Tetapi yang terjadi Mas Rizal justru berkata kepadaku, "Nggak usah, Santi. Biar aku saja, agak apa-apa kok.."

"Nggak.. nggak apa-apa kok, Mas", jawabku tersipu sembari menyalakan kompor gas.

Tiba-tiba Mas Rizal menyentuh pundakku. Dengan lirih dia berucap, "Kamu sudah capek seharian bekerja, Santi. Tidurlah, besok kamu harus bangun khan.."

Aku hanya tertunduk tanpa bisa berbuat apa-apa. Mas Rizal kemudian melanjutkan memasak. Namun aku tetap termangu di sudut dapur. Hingga kembali Mas Rizal menegurku.

"Santi, kenapa belum masuk ke kamarmu. Nanti kalau kamu kecapekan dan terus sakit, yang repot kan kita juga. Sudahlah, aku bisa masak sendiri kalau hanya sekedar bikin mie seperti ini."

Belum juga habis ingatanku saat kami berdua sedang nonton televisi di ruang tengah, sedangkan Bapak dan Ibu Rahadi sedang tidak berada di rumah. Entah kenapa tiba-tiba Mas Rizal memandangiku dengan lembut. Pandangannya membuatku jadi salah tingkah.

"Kamu cantik, Santi."
Aku cuma tersipu dan berucap,
"Teman-teman Mas Rizal di kampus kan lebih cantik-cantik, apalagi mereka kan orang-orang kaya dan pandai."
"Tapi kamu lain, Santi. Pernah tidak kamu membayangkan jika suatu saat ada anak majikan mencintai pembantu rumahtangganya sendiri?"
"Ah.. Mas Rizal ini ada-ada saja. Mana ada cerita seperti itu", jawabku.
"Kalau kenyataannya ada, bagaimana?"
"Iya.. nggak tahu deh, Mas."

Kata-katanya itu yang hingga saat ini membuatku selalu gelisah. Apa benar yang dikatakan oleh Mas Rizal bahwa ia mencintaiku? Bukankah dia anak majikanku yang tentunya orang kaya dan terhormat, sedangkan aku cuma seorang pembantu rumahtangga? Ah, pertanyaan itu selalu terngiang di benakku.

Tibalah aku memasuki bulan ke tujuh masa kerjaku. Sore ini cuaca memang sedang hujan meski tak seberapa lebat. Mobil Mas Rizal memasuki garasi. Kulihat pemuda ini berlari menuju teras rumah. Aku bergegas menghampirinya dengan membawa handuk untuk menyeka tubuhnya.

"Bapak belum pulang?" tanyanya padaku.
"Belum, Mas."
"Ibu.. pergi..?"
"Ke rumah Bude Mami, begitu ibu bilang."

Mas Rizal yang sedang duduk di sofa ruang tengah kulihat masih tak berhenti menyeka kepalanya sembari membuka bajunya yang rada basah. Aku yang telah menyiapkan segelas kopi susu panas menghampirinya. Saat aku hampir meninggalkan ruang tengah, kudengar Mas Rizal memanggilku. Kembali aku menghampirinya.

"Kamu tiba-tiba membikinkan aku minuman hangat, padahal aku tidak menyuruhmu kan", ucap Mas Rizal sembari bangkit dari tempat duduknya.
"Santi, aku mau bilang bahwa aku menyukaimu."
"Maksud Mas Rizal bagaimana?"
"Apa aku perlu jelaskan?" sahut Mas rizal padaku.

Tanpa sadar aku kini berhadap-hadapan dengan Mas Rizal dengan jarak yang sangat dekat, bahkan bisa dikatakan terlampau dekat. Mas Rizal meraih kedua tanganku untuk digenggamnya, dengan sedikit tarikan yang dilakukannya maka tubuhku telah dalam posisi sedikit terangkat merapat di tubuhnya. Sudah pasti dan otomatis pula aku semakin dapat menikmati wajah ganteng yang rada basah akibat guyuran hujan tadi. Demikian pula Mas Rizal yang semakin dapat pula menikmati wajah bulatku yang dihiasi bundarnya bola mataku dan mungilnya hidungku.

Kami berdua tak bisa berkata-kata lagi, hanya saling melempar pandang dengan dalam tanpa tahu rasa masing-masing dalam hati. Tiba-tiba entah karena dorongan rasa yang seperti apa dan bagaimana bibir Mas Rizal menciumi setiap lekuk mukaku yang segera setelah sampai pada bagian bibirku, aku membalas pagutan ciumannya. Kurasakan tangan Mas Rizal merambah naik ke arah dadaku, pada bagian gumpalan dadaku tangannya meremas lembut yang membuatku tanpa sadar mendesah dan bahkan menjerit lembut. Sampai disini begitu campur aduk perasaanku, aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan takut yang entah bagaimana aku harus melawannya. Namun campuran rasa yang demikian ini segera terhapus oleh rasa nikmat yang mulai bisa menikmatinya, aku terus melayani dan membalas setiap ciuman bibirnya yang di arahkan pada bibirku berikut setiap lekuk yang ada di dadaku dijilatinya. Aku semakin tak kuat menahan rasa, aku menggelinjang kecil menahan desakan dan gelora yang semakin memanas.

Ia mulai melepas satu demi satu kancing baju yang kukenakan, sampailah aku telanjang dada hingga buah dada yang begitu ranum menonjol dan memperlihatkan diri pada Mas Rizal. Semakin saja Mas Rizal memainkan bibirnya pada ujung buah dadaku, dikulumnya, diciuminya, bahkan ia menggigitnya. Golak dan getaran yang tak pernah kurasa sebelumnya, aku kini melayang, terbang, aku ingin menikmati langkah berikutnya, aku merasakan sebuah kenikmatan tanpa batas untuk saat ini.

Aku telah mencoba untuk memerangi gejolak yang meletup bak gunung yang akan memuntahkan isi kawahnya. Namun suara hujan yang kian menderas, serta situasi rumah yang hanya tinggal kami berdua, serta bisik goda yang aku tak tahu darimana datangnya, kesemua itu membuat kami berdua semakin larut dalam permainan cinta ini. Pagutan dan rabaan Mas Rizal ke seluruh tubuhku, membuatku pasrah dalam rintihan kenikmatan yang kurasakan. Tangan Mas Rizal mulai mereteli pakaian yang dikenakan, ia telanjang bulat kini. Aku tak tahan lagi, segera ia menarik dengan keras celana dalam yang kukenakan. Tangannya terus saja menggerayangi sekujur tubuhku. Kemudian pada saat tertentu tangannya membimbing tanganku untuk menuju tempat yang diharapkan, dibagian bawah tubuhnya. Mas Rizal terdengar merintih.

Buah dadaku yang mungil dan padat tak pernah lepas dari remasan tangan Mas Rizal. Sementara tubuhku yang telah telentang di bawah tubuh Mas Rizal menggeliat-liat seperti cacing kepanasan. Hingga lenguhan di antara kami mulai terdengar sebagai tanda permainan ini telah usai. Keringat ada di sana-sini sementara pakaian kami terlihat berserakan dimana-mana. Ruang tengah ini menjadi begitu berantakan terlebih sofa tempat kami bermain cinta denga penuh gejolak.

Ketika senja mulai datang, usailah pertempuran nafsuku dengan nafsu Mas Rizal. Kami duduk di sofa, tempat kami tadi melakukan sebuah permainan cinta, dengan rasa sesal yang masing-masing berkecamuk dalam hati. "Aku tidak akan mempermainkan kamu, Santi. Aku lakukan ini karena aku mencintai kamu. Aku sungguh-sungguh, Santi. Kamu mau mencintaiku kan..?" Aku terdiam tak mampu menjawab sepatah katapun.

Mas Rizal menyeka butiran air bening di sudut mataku, lalu mencium pipiku. Seolah dia menyatakan bahwa hasrat hatinya padaku adalah kejujuran cintanya, dan akan mampu membuatku yakin akan ketulusannya. Meski aku tetap bertanya dalam sesalku, "Mungkinkah Mas Rizal akan sanggup menikahiku yang hanya seorang pembantu rumahtangga?"

Sekitar pukul 19.30 malam, barulah rumah ini tak berbeda dengan waktu-waktu kemarin. Bapak dan Ibu Rahadi seperti biasanya tengah menikmati tayangan acara televisi, dan Mas Rizal mendekam di kamarnya. Yah, seolah tak ada peristiwa apa-apa yang pernah terjadi di ruang tengah itu.

Sejak permainan cinta yang penuh nafsu itu kulakukan dengan Mas Rizal, waktu yang berjalanpun tak terasa telah memaksa kami untuk terus bisa mengulangi lagi nikmat dan indahnya permainan cinta tersebut. Dan yang pasti aku menjadi seorang yang harus bisa menuruti kemauan nafsu yang ada dalam diri. Tak peduli lagi siang atau malam, di sofa ataupun di dapur, asalkan keadaan rumah lagi sepi, kami selalu tenggelam hanyut dalam permainan cinta denga gejolak nafsu birahi. Selalu saja setiap kali aku membayangkan sebuah gaya dalam permainan cinta, tiba-tiba nafsuku bergejolak ingin segera saja rasanya melakukan gaya yang sedang melintas dalam benakku tersebut. Kadang aku pun melakukannya sendiri di kamar dengan membayangkan wajah Mas Rizal. Bahkan ketika di rumah sedang ada Ibu Rahadi namun tiba-tiba nafsuku bergejolak, aku masuk kamar mandi dan memberi isyarat pada Mas Rizal untuk menyusulnya. Untung kamar mandi bagi pembantu di keluarga ini letaknya ada di belakang jauh dari jangkauan tuan rumah. Aku melakukannya di sana dengan penuh gejolak di bawah guyuran air mandi, dengan lumuran busa sabun di sana-sini yang rasanya membuatku semakin saja menikmati sebuah rasa tanpa batas tentang kenikmatan.

Walau setiap kali usai melakukan hal itu dengan Mas Rizal, aku selalu dihantui oleh sebuah pertanyaan yang itu-itu lagi dan dengan mudah mengusik benakku: "Bagaimana jika aku hamil nanti? Bagaimana jika Mas Rizal malu mengakuinya, apakah keluarga Bapak Rahadi mau merestui kami berdua untuk menikah sekaligus sudi menerimaku sebagai menantu? Ataukah aku bakal di usir dari rumah ini? Atau juga pasti aku disuruh untuk menggugurkan kandungan ini?" Ah.. pertanyaan ini benar-benar membuatku seolah gila dan ingin menjerit sekeras mungkin. Apalagi Mas Rizal selama ini hanya berucap: "Aku mencintaimu, Santi." Seribu juta kalipun kata itu terlontar dari mulut Mas Rizal, tidak akan berarti apa-apa jika Mas Rizal tetap diam tak berterus terang dengan keluarganya atas apa yang telah terjadi dengan kami berdua.

Akhirnya terjadilah apa yang selama ini kutakutkan, bahwa aku mulai sering mual dan muntah, yah.. aku hamil! Mas Rizal mulai gugup dan panik atas kejadian ini.

"Kenapa kamu bisa hamil sih?" Aku hanya diam tak menjawab.
"Bukankah aku sudah memberimu pil supaya kamu nggak hamil. Kalau begini kita yang repot juga.."
"Kenapa mesti repot Mas? Bukankah Mas Rizal sudah berjanji akan menikahi Santi?"
"Iya.. iya.. tapi tidak secepat ini Santi. Aku masih mencintaimu, dan aku pasti akan menikahimu, dan aku pasti akan menikahimu. Tetapi bukan sekarang. Aku butuh waktu yang tepat untuk bicara dengan Bapak dan Ibu bahwa aku mencintaimu.."

Yah.. setiap kali aku mengeluh soal perutku yang kian bertambah usianya dari hari ke hari dan berganti dengan minggu, Mas Rizal selalu kebingungan sendiri dan tak pernah mendapatkan jalan keluar. Aku jadi semakin terpojok oleh kondisi dalam rahim yang tentunya kian membesar.

Genap pada usia tiga bulan kehamilanku, keteguhkan hatiku untuk melangkahkan kaki pergi dari rumah keluarga Bapak Rahadi. Kutinggalkan semua kenangan duka maupun suka yang selama ini kuperoleh di rumah ini. Aku tidak akan menyalahkan Mas Rizal. Ini semua salahku yang tak mampu menjaga kekuatan dinding imanku.

Subuh pagi ini aku meninggalkan rumah ini tanpa pamit, setelah kusiapkan sarapan dan sepucuk surat di meja makan yang isinya bahwa aku pergi karena merasa bersalah terhadap keluarga Bapak Rahadi.

Hampir setahun setelah kepergianku dari keluarga Bapak Rahadi, Aku kini telah menikmati kehidupanku sendiri yang tak selayaknya aku jalani, namun aku bahagia. Hingga pada suatu pagi aku membaca surat pembaca di tabloid terkenal. Surat itu isinya bahwa seorang pemuda Rizal mencari dan mengharapkan isterinya yang bernama Santi untuk segera pulang. Pemuda itu tampak sekali berharap bisa bertemu lagi dengan si calon isterinya karena dia begitu mencintainya.

Aku tahu dan mengerti benar siapa calon isterinya. Namun aku sudah tidak ingin lagi dan pula aku tidak pantas untuk berada di rumah itu lagi, rumah tempat tinggal pemuda bernama Rizal itu. Aku sudah tenggelam dalam kubangan ini. Andai saja Mas Rizal suka pergi ke lokalisasi, tentu dia tidak perlu harus menulis surat pembaca itu. Mas Rizal pasti akan menemukan calon istrinya yang sangat dicintainya. Agar Mas Rizal pun mengerti bahwa hingga kini aku masih merindukan kehangatan cintanya. Cinta yang pertama dan terakhir bagiku

Foto Model Suamiku

Foto Model Suamiku


 Perkenalkan, umurku 31 tahun dan namaku Alya. Aku seorang wanita menikah, dan tahun ini merupakan tahun ke-4 pernikahanku dengan seorang laki-laki yang sangat aku cintai. Bram suamiku, berusia 2 tahun diataskuOh iya, badanku sebenarnya biasa-biasa saja menurutku, dengan tinggi 151cm dan berat badan 45 kg, aku tampak mungil sekali dibandingkan dengan mas Bram suamiku yang tinggi besar (171cm, 75kg), namun meski aku mungil, tetap di berikan kelebihan dengan kulit yang putih serta ukuran payudaraku yang mampu membuat setiap kaum adam menelan ludah meski hanya dengan meliriknya. cup D, ya payudaraku mempunyai ukuran yang membanggakan untuk aku, meski terkadang sedikit menyusahkan saat berbelanja bra di dept.store.
Aku seorang business woman, super aktif dan mudah bergaul dengan siapa saja. Hal itu juga yang mungkin menyebabkan aku membuka usaha travel agent yang cukup berkembang pesat. Berbeda dengan suamiku, dia sedikit pendiam dan pekerja kantoran seperti kebanyakan orang-orang perkotaan.Kehidupan seksual kami sebenarnya bisa dibilang memuaskan, malah bisa dikategorikan hot. Meski mas Bram pendiam tapi untuk urusan yang satu ini dia tidak terlihat pendiam. Awal pernikahan kami, aku sebagai istri tergolong istri yang lugu untuk urusan sex, tapi mas Bram memberikan banyak sekali bimbingan sehingga aku benar-benar tahu bagaimana menikmati sex, bukan hanya sebagai pelengkap pernikahan semata, melainkan juga sebagai penikmat seperti halnya menikmati makanan.
Suamiku, mas Bram punya hobi fotografi dan dia senang sekali menjadikan aku objek foto, mulai dari gaun sexy, bikini, sampai telanjang sudah semua aku lakukan sebagai model foto dadakan mas Bram. Yah pikirku daripada bayar wanita lain sebagai modelnya, dan siapa juga yang bisa menjamin kalau setelah sesi foto-foto terus langsung pulang, lebih baik aku saja yang menjadi model suamiku sendiri.
Hobby suamiku ini lah yang akhirnya membawa aku masuk ke petualangan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Semuanya berawal dari seringnya suamiku menunjukan hasil foto-fotonya kepada teman sekantornya yang juga hobby fotografi sama dengan suamiku.
Dan di Sabtu sore, terjadilah perbincangan ini.‘ma, ayolah…’ rengek suamiku sore itu, ‘Agus sudah meyakinkan Nia juga untuk acara ini….’ lanjutnya lagi.‘ah papa, masa istri sendiri di jadikan model foto sexy orang lain’ ujarku.Ternyata suamiku membuat kesepakatan dengan teman sekantornya untuk menjadikan istri-istrinya sebagai model foto sexy, yah aku dan mbak Nia akan berpose sexy menggenakan bikini, begitu kira-kira yang di rencanakan oleh suamiku beserta mas Agus.‘pa, mama bukan model profesional yang bisa berpose begitu begini didepan kamera orang lain’‘selama ini mama melakukanya dan berani karena papa juga’, aku memberikan penjelasan sebisa mungkin. Namun tampaknya suamiku terus menggempur dengan rayuan-rayuannya dan berusaha meyakinkan aku.
Singkat cerita, akhirnya suamiku menang dengan iming-iming sesi pemotretan dilakukan di sebuah villa di Bali. Hitung-hitung sekalian liburan pikirku, apa salahnya.Sebulan kemudian akhirnya, kami berempat berangkat ke Bali. Menyewa sebuah Villa dengan private pool dan 2 kamar yang menghadap ke kolam renang. Siang itu kami langsung beristirahat dan siap-siap untuk sore nanti untuk memulai sesi pemotretan supaya tidak terlalu terik matahari, karena konsep pemotretan menggenakan bikini di sekitar area kolam renang.Aku memilih bikini dengan warna terang bercorak dengan model 2 pieces, payudaraku sedikit berontak setiap kali aku menggenakan bikini. Rasanya risih sekali tapi mau dikata apalagi, sudah terlanjur di Bali.
Mbak Nia aku lihat sudah menunggu beserta mas Agus dan mas Bram di tepi kolam renang sambil menikmati beer di gelas masing-masing. Dia tampak cantik sekali, dengan bikini model 2 pieces warna biru gelap bergaris putih, tampak sempurna sekali bak model profesional. Postur tubuh mbak Nia mendukung sekali, dengan tinggi 170kg dan berat sekitar 55kg untuk menjadi seorang model. Meski berdada agak rata tapi lekukan pinggulnya serta rambutnya yang sedikit keriting sebahu, kulit putih, hidung mancung, dan bibir tipisnya, mampu membuat iri setiap wanita yang melihatnya.‘ayo kita mulai dek Alya….’ seru mas Agus sedikit berteriak, ‘kok malah bengong disitu’.
Aku pun tersadar dari lamunan minderku dan tersenyum serta perlahan tapi pasti menghampiri suamiku, mas Agus, serta mbak Nia yang sedari tadi menunggu. Sebenarnya kalo saja bukan acara foto hanya liburan saja, aku tidak masalah memakai bikini di lihat orang lain, tapi masalahnya sekarang aku harus menjadi foto model dadakan, hal itulah yang mendadak membuat aku sedikit gugup.
Akhirnya sesi pemotretan pun di mulai. Aku beserta mbak Nia berpose seadanya, sambil sesekali tertawa cekikian saling menertawakan satu sama lain, ledek-ledekan dengan pose konyol. Namun hal itu yang membuat suasana canggung akhirnya cepat berlalu menjadi lumer. Sampai pada akhirnya mas Agus memberikan ide untuk kami berdua toples, dan sontak saja aku serta mbak Nia menolaknya.
Sambil terus berfoto dan berpose, tanpa terasa matahari hampir tenggelam. Saat sunset menjelang tiba-tiba tangan mas Agus menarik tali bikini atasanku dari belakang, aku kaget sekali dibuatnya. Sambil sedikit terpekik tertahan aku mencoba menutupi payudaraku yang besar ini, dan melirik suamiku,namun dia malah ikut-ikut tertawa beserta mas Agus dan mbak Nia.
‘Ya udah klo gitu aku juga lepas deh….nih…’, mbak Nia tiba-tiba saja melepas bikini atasnya yang dikenakan tanpa canggung, dan suaminya menyambut riuh dengan sorakan serta tepuk tangan, suamiku malah ikut tepuk tangan juga. Aku jengah dibuatnya namun akhirnya hanya bisa pasrah. Akhirnya di penghujung sunset kami berpose toples di foto oleh suami-suami kami.
Malam harinya, karena capek kami hanya memesan makan malam melalui room service. Kami makan berempat malam itu dengan diiringi canda dan tawa. Malam itu aku hanya menggunakan baju kaos terusan selutut, karena aku berpikir toh gak kemana-mana juga, dengan bra serta cd warna senda kulit menonjolkan keseksian dibalik baju kaos terusanku. Mbak Nia malam itu menggunakan tshirt tanpa bra serta celana super pendek, cantik sekali. Beda dengan aku dengan dandanan yang siap untuk tidur.
Setelah makan malam sekedarnya, kami berkumpul di tepi kolam renang sambil menikmati wine yang telah kami pesan melalui room service saat memesan makan malam tadi. Pembicaraan kian hangat, ditambah lagi minuman ini tampak mendominasi libidoku. Mas Agus tak segan memuji-memuji badanku yang mungil namun menggairahkan menurutnya. Sambil melihat-lihat hasil jepretan kamera melalui laptop, sesekali mas Agus mulai nakal dan genit. Matanya menatap kearah dadaku terus.
‘Bram, coba lihat hasil lu tadi’, ujar mas Agus kepada suamiku.‘sebentar gw ambil dulu di dalam’, suamiku menjawab sambil bangkit menuju kamar untuk mengambil kamera yang tadi sore dipakai untuk pemotretan.‘wah, Alya…kamu meski mungil tapi mampu membuat suamiku terus-terusan jepret kamu dengan kameranya’, tiba-tiba mbak Nia berkomentar, dan memang benar 65% hasil jepretan mas Agus adalah tentang diriku.
Untung suamiku tak lama datang, sehingga mencairkan perasaan sedikit ketidak nyamanan aku terhadap mbak Nia. Mas Agus langsung menghubungkan kamera suamiku dengan laptop, dan mulai menjelajahi hasil jepretannya yang ternyata sama saja, suamiku lebih banyak membidik mbak Nia ketimbang diriku. Dasar lelaki ujarku dalam hati membatin.
Sambil melihat-lihat hasil foto sore tadi, aku perhatikan mas Agus sesekali melirik kearahku genit sambil tersenyum. Awalnya aku jenggah dibuatnya, tapi karena pengaruh alkohol dari wine yang aku minum, aku bisa cuek menanggapinya. Tak henti-hentinya mas Agus memperhatikan payudaraku yang tertutup bra serta baju kaos tipis, dan entah kenapa makin lama aku makin senang dibuatnya. Perasaan senang menjadi pusat perhatian ini lama-lama membuat libidoku kembali meninggi, otak ku mulai berpikir macam-macam. Aku perhatikan mas Agus cukup ganteng, dengan badan yang atletis dengan tinggi hampir sama dengan mbak Nia.
‘ah, aku sudah ngantuk…pamit duluan yah tidur’ ujarku pamit seraya berdiri meninggalkan mereka bertiga yang masih asik membicarakan hasil foto tadi sore. Aku memutuskan untuk tidur saja daripada otak ini berpikir yang bukan-bukan. Mungkin pengaruh alkohol atau pengaruh cemburu karena mas Bram sedari sampai di Bali siang tadi matanya tidak pernah lepas memandang tubuh mbak Nia.
5 menit….10 menit….15 menit berlalu begitu saja. Aku di dalam kamar yang sudah mati lampunya berjuang untuk tidur, meski mata terpejam namun jantung berdetak dengan keras, entah kenapa. Ah mungkin pengaruh wine yang kuminum batinku.
Tidak lama terdengar langkah kaki di kamar, ‘ah mas Bram masuk ke kamar’, batinku tanpa menoleh sedikitpun memeriksa siapa yang datang, dan perlahan Suamiku memeluk ku dari belakang. Hal ini membuat darahku tiba-tiba berdesir dan daerah kewanitaanku berdenyut. Aku biarkan suamiku menciumi pundak leherku dari belakang, aku nikmati ciuman yang mulai disertai jilatan-jilatan kecil yang membawa sejuta sensasi kenikmatan dalam tubuhku. Tanganya mulai meraba kedepan, kerah payudaraku.
Aku hanya bisa melenguh nikmat mendapatkan perlakuan seperti itu. Kalo saja libidoku tidak setinggi ini, aku pasti masih bisa menahan. Namun alkohol dalam wine tadi membuat libidoku meninggi dengan cepat, dan lebih gilanya lagi aku membayangkan mas Agus yang tengah asik menciumi leher serta meremas payudaraku dari belakang, dan hal ini juga yang membuat aku tidak membalikkan badan. Aku menikmatinya, tapi bukan suamiku melainkan mas Agus.
Tak lama bajuku ditarik keatas, dan aku dengan mata masih terpejam membiarkanya. Badanku dibalikanya sampai terlentang. Dan payudaraku mulai diciuminya sambil diberikan jilatan-jilatan kecil. Sekarang brakupun ditariknya dengan sekali hentakan, dan aku sekarang toples hanya menggunakan cd saja. Puting payudaraku di hisapnya pelan, ditariknya menggunakan bibir bergantian kiri dan kanan, sambil tanganya terus sibuk mengusap seluruh permukaan kulit tubuhku. Aku hanya bisa mendesah dan mendesah sambil memejamkan mata sambil memikirkan mas Agus yang melakukan semua itu bukanya mas Bram suamiku.
‘oohhhhh….’, desahku pelan saat tanganya mulai menyentuh vaginaku dari luar, karena aku masih menggunakan cd.Ciuman-ciuman dan hisapan di sekitar payudaraku serta putingnya mulai menuju ke bawah melalui perut. Hampir saja aku teriak menahan nikmat bercampur geli kalo saja aku tidak cepat-cepat menahan terikan itu dengan lenguhan panjang,‘aww….sssttt….oooohhhhh’.Aku menikmati sekali jilatan di sekujur tubuh bagian depanku ini, menikmatinya dengan mata terpejam.
Perlahan tapi pasti jilatan itu menuju ke arah vaginaku yang sudah basah semenjak aku masih memakai baju lengkap. Akhirnya cd ku ditarik kebawah, dan aku pun merenggangkan kakiku. Aku benar-benar menikmati sekali setiap perlakuan suamiku, aku sedikit heran kenapa suamiku bersikap lembut dan pelan-pelan. Tidak seperti biasanya yang sedikit kasar dan buru-buru. Namun aku tidak peduli, karena saat ini aku sedang membayangkan mas Agus yang tengah menjilati vaginaku.
Sapuan sapuan hangat lidahnya, ciuman ciuman serta hisapan bibirnya di klitorisku, membuat aku tidak tahan lagi, sedikit lagi aku hampir orgasme, namun tiba-tiba……….‘mas Agus?’, aku terperanjat kaget saat aku membuka mataku, ternyata sedari tadi yang melakukan semua ini bukan suamiku tapi benar-benar mas Agus seperti yang aku bayagkan. Bagai disambar petir aku kaget setengah mati.Mas Agus hanya tersenyum sambil berkata ‘aku pengen ngerasain ngentot sama kamu dek Alya’.
Aku hanya terdiam mendengar ucapanya itu, yang ada di otakku cuma bengong tidak bisa memikirkan apa-apa lagi selain meneruskan menikmati permainan lidah mas Agus di klitrosiku yang kian gencar. Mungkin dari awal aku sudah berpikir mas Agus jadi aku cepat menerima perlakuan mas Agus tanpa perlawanan atau penolakan.
Tiba-tiba mas Agus menghentikan aktifitasnya, bangkit dan membuka celana pendeknya serta menyodorkan penisnya ke arah mulutku. Aku tidak percaya dibuatnya, penis mas Agus besar, lebih besar dari suamiku. Dengan bentuknya yang agak ke kiri serta urat-urat yang menonjol di pensinya membuat aku tidak berpikir panjang lagi, langsung aku raih penisnya dan kubenamkan kemulutku.
Aku mengoral mas Agus sambil menahan nikmat jari-jarinya yang dimasukan ke vaginaku. Kami berdua meracau keenakan.
Mas Agus tidak lama meminta aku menjempit penisnya di antara payudaraku. Penis itu terasa hangat berada dibelahan payudaraku. Mas agus terlentang dan aku diatas memijat-mijat penis mas Agus dengan payudaraku. Tapi tidak lama, karena aku sudah tidak tahan lagi,aku langsung bangkit menduduki mas Agus yang tenga merem melek menikmati pijatan payudaraku.
‘ARRGHHH…..’, kami berteriak tertahan bersamaan saat aku masukan penis mas Agus dengan cara mendudukinya. Aku mulai menggoyangkan pinggulku yang mungil, dengan perlahan namun pasti mas Agus mengimbangi goyanganku dengan sesekali meremas kedua payudaraku.
Mas Agus mencoba berdiri, dan mencoba mengangkat tubuhku yang mungil turun dari atas ranjang. Badanku mulai perlahan terangkat, dan…’argghhhh….’, sensasinya luar biasa saat itu. Mas Agus menggendong aku seperti anak kecil sambil penis dan vagina kami berdua tetap beradu. Namun hal itu tidak bertahan lama. Kini mas Agus melepaskan penisnya dan meminta aku berdiri di ranjang sambil sedikit jongkok, aku tidak mengerti pada awalnya, namun tidak berapa lama kemudian mas Agus memasukan penisnya dari belakang menuju vaginaku dengan posisi tetap berdiri. Kedua tanganku ditarik kebelakang menahan tubuhku yang hampir jatuh kedepan, penis itu semakin dalam mengocok vaginaku, terasa penuh sekali karena ukuranya yang besar. Aku hanya bisa mendesah desah tanpa melakukan perlawanan, begitu juga dengan mas Agus tanpa bicara apa-apa hanya desahanya yang terdengar mengimbangi desahanku.
Dengan sekali hentakan tiba-tba, mas Agus mendorongku kedepan dan tanpa melepaskan penisnya, dia menarik pinggulku keatas. Aku mengerti hal ini, doggy style, yah gaya ini memang salah satu gaya favoritku dalam bercinta.arghh…arghhhh….yah terus mas…terus…’,‘begitu mas, lebih cepat lagi kocok memeknya’,
aku makin menggila dengan gaya favoritku, ditambah lagi semenjak awal orgasmeku tertahan terus, tampaknya mas Agus pandai sekali membaca situasi dan tidak membiarkan aku merasakan orgasme, selalu saja ditahanya. Entah berapa kali orgasmeku gagal karena permainan tarik ulur mas Agus, tapi saat ini aku sudah benar-benar di ujung orgasmeku, mas Agus tidak tahu kalau doggy style adalah gaya favoritku dalam bercinta.
‘arghhh….mas…maaassss….a rghhh…kocok terus mas’, aku mulai tidak sadar mengeluarkan suara keras.
‘arghhhh…setaaann…ngentooo tttt…..aku sampe masssss…..’, erangku tertahan. Yah saat aku orgasme memang kebiasaan selalu mengeluarkan kata yang sedikit kasar, karena menurut suamiku itu seski.
Mas Agus membiarkan penisnya tertancap didalam vaginaku, memberikan ruang dan waktu untuk aku merasakan orgasmeku. Vaginaku berdenyut-denyut, seperti menyedot-nyedot penis yang masih tertancap didalam vaginaku.
Dengan sisa tenaga aku membalikan badanku, terlentang mengangkang membuka kedua kakiku dan terangkat keatas, membiarkan mas Agus memulai penetrasi kembali menggunakan penisnya kedalam vaginaku.
Dengan gaya missionary ini, mas agus memompa aku dari atas. Perlahan-lahan pada awalnya dan makin lama makin cepat. Mas Agus tampak menikmati sekali pemandangan payudaraku yag berukuran besar ini, sambil mendesah-desah liar dia menciumi kedua payudaraku bergantian, mungkin lebih tepatnya membenamkan mukanya kedalam payudaraku.
Gesekan-gesekan penisnya yang terasa penuh di vaginaku, mulai menaikan hasratku dengan cepat. Aku mulai merasakan gelombang-gelombang kenikmatan yang semakin intense di sekujur badan bagian bawahku khususnya daerah vaginaku.
‘arghhh….terus mas…teruss…..’,
‘lagi mas…lagii……arghhhhh…’,
Aku semakin belingsatan menahan sesuatu yang mendesak keluar dari dalam vaginaku yang tidak bisa aku tahan sebenarnya.
‘arghh…….lagiiiiiiiii….m assssss…..ngentottttt…aku sampe lagi maaaaaaaassss…..’, sambil aku cengkram erat tubuh mas Agus dan sedikit gigitan tertahan dipundak kirinya.
Mas Agus tidak memberhentikan gerakanya, malah makin liar menghujankan penisnya kedalam vaginaku, aku hanya bisa memejamkan mata menikmati orgasmeku sambil ditusuk penis besarnya. Dan dengan gerakan cepat, mas Agus mencabut penisnya serta mengarahkan penisnya kearah payudaraku.
‘arghhh…arghh…arghh….arr rghhhhhhhh’, 4 tembakan besar dari penis mas Agus membanjiri payudaraku yang besar ini dengan spermanya. Panas seketika kulit payudaraku yang sensitif ini, namun cepat terasa hangat, sensasi yang aku senangi sebenarnya saat sperma tertumpah di payudaraku dan sedikit mengenai wajahku serta bibirku. Tampaknya mas Agus mengeluarkan sperma yang cukup banyak.
Aku tarik penisnya, dengan tanganku kukocok lembut dan kumasukan kemulutku, aku bersihkan sperma yang menempel di penis mas Agus. Mas Agus hanya bis pasrah serta mengerang menahan nikmat.
Malam itu aku tidak punya tenaga lagi bangkit dari tempat tidur untuk membersihkan sperma yang menempel di payudara, wajah, serta bibirku, begitu juga dengan mas Agus. Dia hanya tersenyum sambil mengecup mata kiriku, aku meraih bajuku dan membersihkan sisa sperma yang menempel di payudaraku.
Malam itu untuk pertama kalinya aku merasakan penis selain penis mas Bram suamiku mengaduk-ngaduk vaginaku, mencicipinya dengan mulutku.
Sempat terlintas dibenaku pertanyaan-pertanyaan seperti, dimana mas Bram? Apa dia sedang bersama mbak Nia? Apa mas Bram tahu kalau temanya, mas Agus menyetubuhi istri tercintanya? Tapi otak dan tubuhku terlalu lelah dipakai untuk menikmati persetubuhan dengan mas Agus, sudah tidak bisa dipakai berpikir lagi dan mencari mas Bram. Dan aku pun terlelap disamping mas Agus yang juga langsung tertidur.

SHIONAGA BANNER 1

BANNER SHIONAGA 2

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ShioNaga - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger