Latest Movie :
Recent Movies

Ciciku Cantik Sekali



Ciciku Cantik Sekali








Sekarang aku menjalani hidup pisah ranjang dengan istriku, sejak dia menyeleweng dengan rekan bisnisnya. Aku membutuhkan kawan wanita, tapi tidak suka ganti-ganti atau jajan. One women at a time, lah. Hubungan kami berlangsung biasa saja, karena kami jarang bertemu, pada saat aku melakukan kunjungan kerja ke kota S. Rasanya senang punya saudara di tempat jauh.

Tapi, lama kelamaan senyumnya itu lho yang membuatku klepek-klepek. Ukuran tubuhnya yang relatif (tingginya hanya 155 cm) kecil pun merupakan impianku, karena aku juga tidak terlalu tinggi (167 cm). Hubungan kami sebenarnya mulai sebagai layaknya saudara, sampai suatu hari saya telpon dan menyatakan keinginan saya untuk berhubungan lebih serius.
“Kapan Cici ke Jakarta? Aku udah pengin banget nih ketemu sama kamu.” tanyaku ketika meneleponnya pada awal bulan yang lalu.

“Wah aku nggak bias bolos, kecuali kalau hanya untuk satu atau dua hari. Aku baru pulang nanti bulan Januari tahun depan. Jatah tiket aku untuk bulan-bulan itu.” jawabnya, “Kecuali kalau ada yang mau kasih tiket pesawat, hehehe.”
Kesempatan nih, pikirku.
“Gimana kalau aku kirim tiket? Mau kan? Tanggal berapa?” tanyaku penuh harap.
“Gimana kalau akhir minggu ini? Tapi jangan bilang sama orang rumah kalau aku bolos lho!” pintanya mengingatkan.

Benar saja, pada hari Jumat sepulang kantor kujemput dia di Cengkareng. Wow.., beda sekali! Dia pakai celana jeans biru ketat, dengan kaos ketat menggantung, sehingga pusarnya kelihatan. Dan, ya ampuun.., dengan kaos yang ketat itu, terlihat dengan jelas betapa besar buah dadanya yang terlihat terlalu besar dibanding dengan badannya yang mungil. Kutaksir berukuran 36 lah.
Biasanya dia pakai baju agak longgar, jadi tidak begitu kelihatan. Batang penisku langsung bereaksi, tapi lalu kutenang-tenangkan agar cepat kendor. Belum waktunya.
“Gimana Ci, kita makan dulu ya..?”

Kami langsung ke Plasa Senayan, makan sambil ngobrol di Spageti House. Setelah itu, kami langsung menuju di Horison Ancol untuk menikmati waktu berdua kami.
Setelah ngobrol panjang lebar, kulihat dia berjalan mendekati jendela yang menghadap ke laut. Kuanggap ini sebagai undangan dan lalu aku mendekati dan memeluknya dari belakang. Kurasakan buah dadanya menjadi lebih kencang dan dipejamkan matanya. Kuciumi lehernya dengan penuh gelora nafsu. Kulepas kaitan BH-nya sehingga dengan leluasa dapat kuraba dan kuremas. Ooh besar sekali buah dada ini. Kubalik badannya, kuangkat kaos mininya dan kucium dan kulumat penuh gelora buah dada itu. Sepertinya ia baru pertama kali pacaran seperti ini.

“Haarhh.. malu nich..!” katanya, tanpa memintaku berhenti.
Aku menjadi semakin berani. Celananya kubuka. Cici memberontak sedikit, tapi tidak terlalu berarti. Kulepas semua pakaiannya sehingga dia telanjang bulat, sementara diriku masih berpakaian. Putih mulus tubuhnya kunikmati, karena kami tidak mematikan lampu. Kucium seluruh tubuhnya yang berdiri tegak di depanku. Seperti cacing kepanasan, Cici menggeliat dan mengerang. Seluruh badannya merinding dan menggigil.

Ketika ciuman dan jilatanku sampai ke daerah kemaluannya, Cici mengerang hebat sambil meremasi rambutku.
“Hegh.. Harrch.. Enak sekali. Kaki saya lemes Harch.. tolong akhhu heh..!” erangan yang terdengar sangat merangsang bagiku.
Sekali-sekali kuraba dan kuremas lembut buah dadanya yang menggunung itu, sangatlah seksi dan merengsang berahiku.

“Harch heehh please..! Aku lemas sekali nich.. auch..!” lenguhnya semakin tinggi.
Aku segera mengangkatnya ke tempat tidur dan melanjutkan jilatan-jilatanku di daerah surganya. Tidak terasa, sudah lebih dari 10 menit aku memberinya pengantar kenikmatan, seolah ia sudah sangat pengalaman. Sampai akhirnya, aku terkejut karena ia menjadi seperti kejang, meremas kepalaku dan menekannya ke vaginanya.
“Harchh.. aku mau.. augh..!” lenguhnya meninggi.

Wow.., dia sudah orgasme. Ada sedikit cairan kental keluar dari vaginanya, hangat dan nikmat. Dalam keadaan terengah-engah masih kujilat bibir vaginanya. Lenguhan-lenguhannya seperti tidak mau berhenti. Terkulailah gadisku lunglai seperti tanpa daya. Kupeluk dan kucium bibirnya dengan mesra dan cinta. Aku sengaja menahan diri, untuk memberinya kesempatan lebih dulu.
“Gimana Ci, enak..?” tanyaku, “Kamu pernah seperti ini sebelumnya..?”
“Aku nggak tahu pasti bayanganmu tentang diriku, Har. Mungkin kamu menganggap aku perempuan murahan. Tapi sungguh, ini pertama kali aku merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan. Biasanya, aku hanya masturbasi saja.

Aku mau mempersembahkan keperawananku pada orang yang kucintai.” jawabnya.
“Jadi kamu masih perawan..?” tanyaku dengan heran.
“Ya, aku masih perawan. Dan aku akan mempersembahkannya untukmu. Aku sangat mencintaimu, Har.”
Jawaban ini membuat hatiku runtuh, sebab biasanya aku berpacaran dengan wanita-wanita yang sudah tidak perawan.

“Cici aku minta maaf, tapi sepertinya aku tidak sanggup melanjutkan. Aku belum mengatakan, gimana latar belakang dan keadaanku sebenarnya.” keinginanku untuk menjelaskan dipotong Cici.
“Har, aku sudah tahu kok. Aku tanya sama teman-temanmu di sana. Dan mereka memberi tahu apa adanya. Jadi, aku sudah tahu dan siap untuk menjadi madumu.” jawabnya dengan centil sambil mencubitku.
“Yang bener nih..?” tanyaku sambil tertawa, bahagia sekali rasanya.
Kutengok arlojiku, sudah jam 11 malam.

“Kamu nggak mau pulang nengok Papa-Mama Ci..?”
“Kan sudah saya bilang, saya bolos dan kamu harus merahasiakannya, Oke..!”
Dia membalikkan badannya sehingga menghadapku, kulonggarkan pelukanku dan dia seperti tersadar. “Lho.., jadi kamu tuh masih berpakaian to..? Ya ampun, malu nih..! Payah kamu. Ayo dong, kamu juga buka baju..!”
Aku segera membuka baju. Cici memandang dengan penuh rasa ingin tahu. Tanpa sadar, burungku yang tegang sekali ternyata telah mengeluarkan cairan bening.
“Har, burungmu besar sekali. Muat nggak ya..?” tanyanya sambil memandangi penisku yang coklat kehitaman.

Ukurannya sebenarnya tidak lah besar, tergolong kecil lah karena hanya sekitar 14 cm.
“Kok ada cairan beningnya sih..?”
“Ya iya, aku kan juga merasakan kenikmatan dengan memberimu yang tadi itu.”
“Har, kasih tahu dong gimana aku bisa memberimu kenikmatan seperti yang kurakakan tadi..!” pintanya.
“Learning by doing aja ya.” jawabku.
Setelah memberi tahu cara-caranya, aku lalu rebahan. Masih dengan agak canggung, Cici mulai memegang, menggosok dan memijat penisku, juga buah pelirnya.
“Ooh.. Cici, enak sekali..!” gumanku menikmatinya.
“Mulai dikemut dong Sayang..!” pintaku.

Cici dengan agak ragu memasukkan penisku ke dalam mulut mungilnya. Pada awalnya agak sakit, karena sesekali terkena giginya, tapi kemudian Cici menjadi lebih pintar. Kuluman atas penisku menjadi lebih lembut dan nikmat sekali.
“Kemut, jilat dan raba semuah.. Ci..!” pintaku karena mulai menanjaklah kenikmatan itu.
Karena sering kali tidak tahan, aku menggoyangkan pantatku. Sehingga, jilatan bagian bawah buah pelir seringkali salah ke daerah sekitar anus. Dia memejamkan mata, jadi dia tidak tahu, tapi aku dapat merasakan kenikmatannya.

“Oougghh.., enak sekali Ci..!” erangku tiap kali daerah duburku terjilat.
Pada awalnya aku memang tidak sengaja, tapi kemudian sesekali kupelesetkan karena nikmatnya. Aku belum pernah mengalami kenikmatan ini dari wanita mana pun.
Kenikmatan mulai memuncak dan aku meminta Cici untuk mengulum penisku, karena aku sudah mendekati puncak. Cici mengulum sambil menggerakkan kepalanya ke atas-bawah dan kadang memutar. Dan sampailah puncak kenikmatan itu.
“Aauugghhrhh.. aku keluarhh..!” erangku sambil meremas rambut Cici dan memegangnya erat agar tidak lepas.

Cici terkejut karena semprotan spermaku yang kusemburkan air nikmat itu ke dalam mulutnya, yang membuatnya menelan sambil gelagapan.
Sisa spermaku menetes dari mulutnya.
“Kenapa dikeluarkan di mulutku Har..?” Cici memprotes.
“Sama saja Sayang, kamu tadi kan begitu juga. Enak kan..?” aku menimpali sekenanya.
Semula ia terlihat jengkel tapi kemudian tersenyum, paham.
Jam 12 malam sudah. Satu sama. Cici melihat ke penisku dan heran.

“Lho kok jadi kecil dan pendek. Tadi besar sekali sampai mulutku nggak muat..?”
“Ya iya dong Sayang, kalau lagi bobok yang cuma 3 cm, tapi kalau bangun jadi tambah besar, hebat ya..!”
“Trus kalau mau bikin besar lagi, caranya gimana..?” Cici tanya sambil meremas-remas penisku.
“Kalau mau agak lama, ya gitu, diremas, diraba. Kalau mau cepet ya dikemut lagi.”
Dan tanpa diminta, Cici segera mengemut batang penisku, yang kemudian memang langsung membesar pada ukuran penuhnya. Aku tidak mau ketinggalan, kubalikkan badanku sehingga kami mempraktekkan posisi 69. Cici sepertinya menjadi bangkit gairah dan melenguh-lenguh sambil mengulum batang penisku.
Setelah kami sama-sama penuh gelora dan napas kami telah tersengal-sengal penuh kenikmatan, Cici bertanya,

“Gimana lanjutnya Har..?”
“Kamu bener udah siap..? Kamu nggak nyesel nanti..?” kutanya Cici karena aku sebenarnya mendua, ingin menjaganya sekaligus ingin menuntaskan hubungan asmara kami.
“Aku kan sudah bilang. Aku siap untuk mempersembahkan keperawananku buat kamu. Jadi mulailah, gimana..?”
Mendengar jawaban ini, akal sehatku padam. Segera aku berlutut di antara selangkangannya. Kutempelkan batang penisku ke vaginanya. Menggesekkannya dan sedikit menekannya.
“Ouuch Har.., enak sekali..! Terusin Har..! Aahh..!” lenguhnya mulai merasakan kenikmatan.
“Cici, yang pertama ini agak sakit, tapi hanya sebentar. Kamu akan terbiasa dan mulai merasakan nikmatnya. Tahan ya..!” sambil kutelungkupi badannya yang mungil itu.

Kucium bibirnya dengan penuh nafsu dan kusedot kuat-kuat. Kucium dan kugigit-kecil puting susunya. Cici mendesah nikmat. Kucium lagi bibirnya kuat-kuat. Dan ketika itulah kutekan batang penisku masuk ke liang senggamanya. Cici memelukku erat terhenyak. Pastilah dia menahan sakit.
Setelah batang penisku masuk sepenuhnya, kubiarkan ia di dalam, diam. Terus kucium bibirnya sambil kubuat kedutan-kedutan kecil di kemaluanku. Cici ternyata melakukan refleks yang sama. Otot vaginanya juga membuat kedutan-kedutan kecil, yang semakin lama terasa seperti tarikan-tarikan halus, menyedot batang penisku, seolah meminta lebih dalam.

Aku mulai mengayun-ayun pelan dan mulai kurasakan ujung kamaluanku menyentuh liang rahimnya. Oooh nikmat sekali. Inilah alasanku, mengapa aku selalu lebih senang dengan wanita bertubuh mungil. Tubuh yang dapat memberiku kenikmatan lebih. (Tapi kalau adanya yang tinggi, ya nggak nolak, hehe..)
Ayunanku mulai lebih lancar dan berirama. Cici sepertinya sudah tidak sakit lagi. Atau barangkali kenikmatan ini telah mengalahkan rasa sakitnya.
“Gimana Sayang, enak..?”
“Oouuh Har.., terusin..! Lebih keras.., lebih cepat.. hegh.. ooh.. Har nikmat sekali Sayang..!”
“Cici, nanti aku semprotkan maniku di dalam atau di luar..?”
“Terserah, apa pun yang membuat kita nikmath hegh..!”
“Kalau nanti kamu hamil gimana..?”
“Biarin, biarin, aauchh..!”

Kami bicara sambil menggoyang badan kami. Dengan refleknya Cici mengimbangi setiap sodokan dan goyanganku. Kalau aku cepat, dia pun mempercepat. Kalau aku melambat, dia pun begitu. Sambil menggoyang, kulumat bibirnya, kusedot dan kugigit-gigit kecil buah dadanya.
Belum lima menit kami mendayung lautan kenikmatan, Cici kelihatan mulai lebih liar. Goyangan pinggulnya menjadi lebih cepat dan tidak terkendali. Pelukannya menjadi lebih erat. Dan dia melenguh dengan hebat dan aku merasakan denyutan-denyutan otot vaginanya. Ayunan batang kemaluanku kubuat menjadi lebih kuat tapi tetap pelan untuk memberikan kenikmatan yang lebih. Dua, satu.
“Ooch.., Har aku capek sekali, tapi kamu belum ya..?”
“Kita istirahat dulu deh, nanti lagi..!”

“Jangan Har, jangan lepaskan, kita teruskan, kupuaskan kamu, gimana pun..!”
Cici mulai menggerakkan pinggulnya. Ayunan batang kemaluanku kuteruskan. Agak tidak tega aku sebenarnya. Tapi
Cici sepertinya agak memaksa. Jadi, sambil berpeluk dan berguling kami terus mengayun, mendayung kenikmantan. Orgasmeku yang kedua biasanya memang agak lama, kadang aku harus menunggu 10-20 menit.
Dan begitulah, Cici mulai melenguh kenikmatan, dia mulai mempercepat dayungan perahu mungilnya. Aku mengimbangi. Betapa nikmatnya. Dan rasa nikmat ini menjadi berlebih-lebih lagi, karena aku memberikan kenikmatan pada gadisku yang mungil, cantik dan menggairahkan ini.

“Hhegh.. Har.. Har.. oh Sayang, aku mau sampai lagi..! Oooh cepat.. cepat.. lebih keras..!” lenguhannya datang lagi bersamaan dengan urutan-urutan lembut pada batang penisku.
Aku menjadi semakin bernafsu. Cici mulai lemas. Benar-benar lemas.
“Har, kamu belum juga ya Sayang..? Ayo dong Say..! Kasihanilah aku, sudah lemes banget nich..!” Cici mengiba dan memuncakkan birahiku.

Kogoyang dengan liar penisku dalam vaginanya, terus dan terus sampai akhirnya, “Cici, ough.. ach.. terimalah air maniku Say, nikmatilah siraman kenikmatanku.. Hegh..!”
Dan aku pun sampai pada pelabuhan kenikmatan yang kudambakan. Kusemprotkan maniku sejadinya. Walaupun maniku sudah habis, tapi kedutan kenikmatan terus kurasakan pada penisku, apalagi vagina Cici terus mengurutku.
Walaupun sudah orgasme, batang kemaluanku masih tetap tegang penuh. Tidak seperti ini biasanya. Kami berpelukan, berciuman. Kuelus dan kukemut susunya yang besar menantang itu. Beberapa saat sampai akhirnya kami benar-benar terkulai lemas. Habis tenaga kami. Basah kuyup badan kami oleh peluh kenikmatan.

Baca Juga: Istri Bos Aku
Kutengok TV yang masih menyala tanpa ditonton dan tanpa suara. Buletin Malam RCTI. Waahh, berati sudah jam satu lebih. Lama sekali kami bercinta penuh gairah, nafsu dan sayang. Cici merebahkan kepalanya di dadaku. Sesaat kemudian, kami ke kamar mandi bersama-sama. Saling memandikan di bawah siraman air hangat yang membuat kami segar kembali. Kadang kami saling berpelukan sambil menggesekkan tubuh kami. Oohh.., nikmatnya dunia.

Kami kembali mengobrol dengan tubuh hanya berbalut handuk. Dari cara duduknya, Cici secara tidak sengaja mempertontonkan bukit surganya padaku, membuat batang penisku tetap tegak berdiri. Aku memesan makanan ringan, teh panas untuknya dan susu untukku sendiri. Cici menggoda, berjalan mendekatiku menyodorkan buah dadanya, memasukkan puting susunya ke mulutku. Tepat memang, karena aku duduk di tempat tidur.
“Susuku yang dua ini sudah kupersembahkan padamu, nggak cukup ya..? Kok masih pesan susu ke Room Service.

Susu siapa sih yang dipesan..?” godaan ini membuat Cici dan aku tertawa terbahak-bahak.
Kami bergulingan sambil berpelukan. Bahagia sekali rasanya.
Pesanan kami telah sampai dan kami menikmati dengan saling menyuapi. Ketika Cici mau berdiri, dia menyenggol gelas susu. Sehingga ada sedikit yang terciprat ke dadanya. Untung susu itu hangat saja. Cici mencari tissue, tapi kucegah. Kurebahkan dia di tempat tidur, kujilat susu yang ada di atas dadanya sambil kujilat puting susunya. Cici mengerang kenikmatan.

“Nakal kamu ya..!” katanya sambil bangkit dan mencubitku.
“Har, kok burungnya bangun terus sih..? Aku sudah capek sekali, kamu masih mau lagi ya..?”
“Ya masih dong, tapi nanti saja. Kita bobok dulu yuk..!”
Akhirnya kami rebahan. Kubalikkan badannya membelakangiku. Mau tidak mau, batang penisku masuk juga ke selangkangannya. Tapi aku diam saja. Sesekali Cici mengurut batang penisku dengan vaginanya. Berkedut-kedut.

Tanganku mengelus-elus buah dadanya. Kami mungkin sudah sangat lelah, sehingga tanpa terasa kami tertidur, dengan penisku berada dalam vaginanya. Tidur yang sangat nikmat.
Hari Sabtu, hari libur, hari malas. Aku biasa bangun jam 10 pagi. Tapi hari ini molor sampai jam 12. Kami bangun mandi berbenah sedikit untuk siap-siap jalan-jalan. Penisku tetap tegap dari tadi pagi, karena aku sangat menikmati asmara ini. Di depan Cici, kutelepon anak-anakku. Mereka bersama dengan baby sitter dan nenek mereka. (Jangan salah menduga, mereka tetap terurus kok.) Kami mengobrol kurang lebih 30 menit. Aku senang, mereka pun senang. Aku bilang bahwa aku akan pulan hari Minggu siang, setelah mengantar Cici ke bandara, tentunya. Cici pun mengirim salam untuk mereka.
Ketulusan Cici mengirim salam pada anak-anakku membangkitkan gairahku yang tidak tertahankan. Kubuka celananya jeans-nya dan tanpa pemanasan kusenggamai Cici dari belakang sambil berdiri. Cici menanggapi dengan gelora membara pula. Vaginanya yang semula kering segera membasah membuat gesekan-gesekan kenikmatan kami menjadi menggila. Napas Cici tersengal-sengal. Goyangannya menjadi lebih liar, kadang maju mundur kadang memutar. Sekehendaknya Cici mencari kenikmatan di liang senggamanya. Goyanganku pun menjadi lebih cepat dan keras.
Tiba-tiba Cici membalikkan wajahnya, “Cium, Harr..!”

Langsung kucium bibirnya sambil kuremas-remas gemas buah dadanya yang besar itu. Ternyata ini adalah saat-saat puncak orgasmenya. Vaginanya meremas-remas batang penisku, berdenyut-denyut. Ini membuatku kesetanan. Kegenjot vaginanya keras-keras sampai tubuh Cici berguncang-guncang. Tidak lebih dari 5 menit, kusemburkan maniku dalam vaginanya. Luar biasa, cepat sekali. Setiap semprotan mani kusiramkan dengan sodokan-sodokan keras penuh kenikmatan. Banjirlah vaginanya dengan siraman air maniku.
Cici dan aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekeluar dari kamar mandi, dia memelukku erat sekali, menciumku mesra sekali.
“Har, aku terima kamu apa adanya, rela aku jadi pendampingmu, apapun statusku. Itu tidak terlalu penting, aku sangat mencintaimu, juga sayang dan kasihan pada anak-anakmu. Tapi aku sadar, bagaimanapun aku tidak akan jadi ibu mereka. Udah deh, yuk kita jalan-jalan dulu..!”
Kami jalan-jalan di Ancol, mengunjungi semua tempat hiburan sampai malam hari. Malam Minggu yang melelahkan tapi juga sangat membahagiakan. Sampai akhirnya, kami mojok di pantai dekat kuburan Belanda, yang paling sepi.

“Waktu cepat sekali berlalu ya Harr..!” Cici membuka pembicaraan setelah beberapa saat kami berdiam dan lamunan kami berjalan entah kemana.
Yang jelas, aku hanya membayang-bayangkan, gimana kelanjutan hubungan ini.
“Begitulah Say.. Gimana kalau kamu menunda sehari lagi..?” tanyaku tanpa harap, sebab aku tahu ini tidak mungkin.

Cici hanya terdiam. Aku pindah ke jok belakangan diikuti Cici. Direbahkannya kepalanya di pangkuanku. Batang kemaluanku pun langsung menegang keras. Cici merasakannya dan langsung membuka celanaku.
“Harh, si Adik bangun lagi.” sambil tangannya mengelus-elus batang dan lidahnya mulai menari di ujung penisku.
Aku tidak mau kalah, celananya kulepas sehingga aku dapat secara leluasa meraba, mengelus bulu-bulu halus di vaginanya.
“Heeggh, terusin Harr.. yang dalam..!” pintanya.
Jari tengahku pun mulai kumasukkan dalam liang senggamanya yang sudah sangat basah. Cici berkelojotan lebih liar, semantara aku sendiri merasakan penisku sudah waktunya mendapat perlakuan lanjutan.

“Cici, aku sudah nggak tahan..!” kataku sambil membimbingnya agar duduk di pangkuanku, menghadapku, sehingga kakinya dapat bertumpu di jok.
Dikocok-kocoknya penisku sambil kami berciuman dan kemudian dibimbingnya kemaluanku itu masih pada liang kenikmatannya. Pelan tapi pasti, amblaslah seluruh batang penisku. Aku dan Cici sama-sama tertahan ketika ujung penisku menyentuh pintu rahimnya.
Cici menggerakkan pinggulnya maju mundur, meskipun kami saling berpagutan. Merangsang sekali. Tidak tahan lagi aku untuk tidak melumat buah dadanya yang besar berayun-ayun ketika Cici bergerak ke atas-bawah. Cici menjadi lebih liar dan gerakannya menjadi lebih dahsyat.
“Har, remas susuku sekeras-kerasnya, aku sangat menikmatinya..! Please Har..!” pintanya.
“Ntar sakit dong Ci, aku nggak..” jawabanku dipotongnya.
“Biarin, biarin.., aku sangat menikmatinya..! Siksalah aku dengan nikmatmu Har..! Membuatku lebih nikmat hegh..!”

Aku baru sadar bahwa Cici tampaknya agak senang dengan sadism.
Kuremas keras susunya, kugigit agak keras karena takut menyakitinya. Cici menjadi lebih liar dan melenguh agak keras.
“Say, ough.. ough.. nikmatnya Say, aku keluar lagi, ouch ach.. ini nikmat sekali..!” dan Cici pun mengejang hebat.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa Cici dapat seperti ini. Entah mengapa, aku justru menjadi sangat sulit untuk mencapai orgasme. Cici tampaknya menyadari hal ini.
“Say, nggak apa-apa kok, aku sungguh menikmatinya, gemasilah diriku sesukamu..!”
“Kita kembali ke hotel yuk Ci, malam sudah mulai larut..!”
Cici kelihatan agak bingung, karena aku tidak menyelesaikan puncak-puncak pendakian kenikmatan itu.
“Say, kulayani kamu semalaman ini, kita nggak usah tidur, ya..?” pinta Cici ketika kami memasuki pintu kamar.

Aku mengiyakan saja. Cici memesan berbagai makanan kecil dan biasa, susu kesukaanku yang dipesan Cici sampai 3 gelas. Room Service mungkin heran, ya..? Kami sempat ngobrol sebentar sampai Cici memintaku untuk melanjutkan puncak-puncak pendakian kenikmatan yang sempat teputus.
Cici langsung membuka seluruh pakaiannya dan tubuh mungil indah itu berdiri tegak di hadapanku.
“Har, kamu diam saja. Aku akan melayanimu habis-habisan..!”
Dan sambil berkata begitu, Cici membuka bajuku pelan-pelan sambil mencium dan menjilati dadaku. Ooh nikmat sekali. Lalu giliran celanaku dibukanya, sambil menjilati dan menciumi penisku yang sudah tegang memerah. Aku seperti majikan yang dilayani oleh seorang dayang. Pahaku, kakiku, pantatku, semua dielus, dicium dan dijilat. Aku tidak tahu Cici belajar dari mana, atau barangkali naluri saja.
Dengan posisiku masih duduk di kursi, Cici membalikkan badan, duduk di pangkuanku dan memasukkan penisku ke vaginanya. Gerakan-gerakan lembut dilakukannya. Tubuhnya menggeliat-geliat karena kuremas lembut buah dadanya sambil kuciumi dan kujilat punggungnya. Beberapa saat kemudian, Cici melenguh dan mengejang lagi. Dan lagi denyutan-denyutan itu kurasakan.

“Hugh Say, kenapa jadi aku yang sampai duluan..? Nikmat sekali rasanya, kamu mau kuapakan supaya sampai..?” semua ini dikatakan Cici sambil terus menggoyang pinggulnya.
Aku mengajaknya naik ke ranjang. Kuarahkan dia sehingga dia siap dengan posisi doggy style. Cici menurut saja. Kutusukkan batang penisku amblas dalam vaginanya dan kogoyang dengan keras dan cepat. Lama sekali kunikmati posisi ini, karena dari belakang aku dapat menikmat kemolekan tubuhnya dan meremasi buah dadanya. Akhirnya, aku tidak kuasa lagi menahan tekanan hebat dalam penisku, karena remasan-remasan vagina yang tidak kunjung habis.
“Ci.., aku mau keluar niich..! Tahan ya Sayang, jangan sampai lepash..!” dan kogoyang pantatku keras-keras sampai akhirnya, “Aachh..!” teriakku dengan keras menyertai semprotan-semprotan maniku yang membajiri liang vagina Cici.

“Say, goyang terus jangan berhenti..! Aku juga mau sampai lagi, ooh..!” pinta Cici.
Aku yang sebelumnya mulai melemas kembali menggoyang kemaluanku dengan lebih cepat dan keras.
Cici akhirnya menjerit, “Saych..!” dan denyut-denyut kenikmatan itu kembali mengurut-urut penisku. Kami rebah kehabisan tenaga. Badan kami basah oleh peluh. Pendakian kami akhirnya sampai juga pada puncak kenikmatan bersama-sama. Sambil masih berpelukan, kami saling meraba daerah-daerah kenikmatan kami. Sampai akhirnya kami betul-betul lemas. Tidak berdaya.

“Yuk berendam yuk..! Biar nggak capek..” kuajak Cici ke kamar mandi untuk berendam air hangat.
Setelah air penuh. Kami pun berendam, di ujung bath tub saling berhadapan. Kakiku kadang-kadang usil untuk mempermainkan selangkangan Cici, yang membuatnya sesekali memejamkan mata. Pastilah nikmat.
“Har, tadi waktu kamu dari belakang, jari dan burungmu sesekali menyentuh lubang duburku, kok enak yach..?” Cici membuka pembicaraan yang mengejutkanku.
Mungkin secara tidak sadar aku telah menyentuh duburnya tadi, karena gerakanku yang liar penisku seringkali lepas. Dan aku pun seringkali sambil terpejam meremas-remas pantatnya yang aduhai, indah dan merangsang.

“Kamu mau nggak melakukannya lagi..?” tanya Cici.
Aku mengiyakan, karena aku terbayang adegan-adegan yang pernah kutonton di BF. Mungkin Cici tipe wanita yang suka coba-coba, meski kadang itu menyakitkan dirinya.
Setelah mandi dan beristirahat entah berapa lama, kami memulai akivitas lagi. Seperti janjiku, aku meminta Cici untuk menungging agar pantatnya lebih terbuka. Kuelus lembut pelan-pelan lubang pantatnya. Kuciumi dan lalu kujilati. Entah apa yang kulakukan ini, karena aku belum pernah melakukannya. Terpikir olehku, mungkin ini akan menjadi anal seks yang pertama. Cici sudah memberikan keperawanannya padaku, sebanarnya itu sudah luar biasa bagiku. Tapi ini, tampaknya akan menjadi lebih dahsyat lagi.
Cici tampak sangat menikmati perlakuanku. Desahannya sangat merangsang, membangkitkan gairahku yang makin membara. Batang penisku sudah menjadi sangat tegang. Cici memegangnya dan, ya ampun.., dia mengarahkan batang kemaluanku ke anusnya. Seperti sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi, kugesek-gesekkan penisku ke anusnya.

“Ooch Har, enak sekali Say..! Aach..!” kata Cici sambil menggerakkan pantatnya, seolah menginginkan kenikmatan di seluruh permukaannya.
Bayanganku pada adegan-adegan BF menguasai pikiran dan nafsuku.
“Ci, boleh nggak kumasukkan kontolku ke duburmu..?”
Cici tampak terkejut, tentu dia tidak mengira.
“Memangnya nggak jijik..?”

“Nggak tahu deh, aku hanya ingin mencobanya.” jawabku sedikit bohon.
Padahal aku sangat ingin mencobanya karena adegan BF itu. Cici mengatakan terserah saja. Akhirnya kucoba juga. Sangat sulit, karena Cici kesakitan dan selalu menghindarkan lubang pantatnya.
“Ci, jangan bergoyang terus..! Susah nih, pasrahlah..!” pintaku padanya.
Entah dapat ilham dari mana. Akhirnya kupaksa Cici telungkup dan kutindih pantatnya, sehingga ia tidak akan dapat banyak bergerak. Kululuri penisku dengan ludahku sehingga menjadi lebih licin, seperti di BF. Dengan agak memaksa dan penuh nafsu, kutekan batang penisku masuk ke anusnya.
“Har, sakit..! Stop..! Ach..!” Cici memekik kesakitan.

Tapi panisku sudah amblas dalam anusnya. Aku terdiam. Cici kadang mengejangkan lubang anusnya, sehingga memberiku kenikmatan. Cici masih telungkup menutup wajahnya dengan bantal.
“Kalau memang enak, terusin..! Tapi pelan-pelan..!” katanya kemudian.
Aku pun segera mengayun sepelan mungkin. Ooh, nikmat sekali rasanya. Belum pernah kunikmati kenikmatan seperti ini. Mungkin karena Cici menjadi lebih rileks, sodokanku pun menjadi lebih lancar. Kuangkat pantat Cici sehingga aku dapat menyusupkan tanganku, agar dapat meraba vaginanya. Cici mengeliat-geliat. Tampaknya dia sudah mulai menikmati. Vaginanya menjadi lebih basah. Desahannya pun terus terdengar. Aku menjadi semakin menikmati pengalaman baru ini. Kenikmatan puncak yang diberikan oleh gadisku, yang sangat mencintaiku.

Jari tengahku kumasukkan dalam lubang vaginanya. Cici sangat menikmatinya dan vaginanya pun menjadi basah sekali.
“Har, dua jari supaya lebih terasa..!”
Maka kumasukkan jari telunjukku dalam lubang nikmat itu. Cici menjadi lebih gila. Goyangannya menjadi semakin hebat, sehingga aku tidak perlu menggoyang, karena tanganku harus menjangkau lubang nikmatnya itu.
“Harh.. har.. aku mau sampai Har..! Ochh Har.. Aach..!” tinggi lenguhannya dan banjirlah vaginanya.
Aku menjadi lebih bersemangat menggenjot anusnya dan aku pun tidak dapat menahan laju air maniku. Cret.. cret.. cret.. kutumpahkan air nikmatku dalam anusnya dengan denyut-denyut kenikmatan yang tiada taranya.

Kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah itu. Cici mencegahku untuk mencuci penisku sendiri. Cici memandikanku dengan gosokan-gosokan yang lembut. Aku sungguh seperti seorang majikan yang dilayani seorang dayang. Belum pernah aku mengalami seperti ini. Tidak terasa, hari sudah pagi. Kami harus bersiap-siap karena jam 10:00 Cici harus ke bandara.
Akhirnya kuantar Cici ke bandara. Air mata Cici membasahi pipinya. Kami berpelukan. Ciuman kami pun tidak tertahankan. Pandangan orang-orang di sekitar kami pun terarah pada sepasang manusia. Kami tidak menghiraukannya. Cici harus kembali ke M. Sesak rasanya dada ini. Tapi kami saling berjanji akan menjaga cinta kami.
Dua malam yang sangat melelahkan dan membahagiakan telah lewat. Kami akan bertemu kembali. Cici pasti akan pulang ke Jakarta lagi

Joki 3 In 1 Plus




Joki 3 In 1 Plus







Sebelum disamber pengendara lain, segera aku menepi, dia masuk dan aku mengajak seorang anak kecil untuk melengkapi 3 orang di mobil. Mobil pun melaju.
“Namanya siapa?” aku membuka pembicaraan.

“Ayu, om”.
“Gak sekolah”, karna wajahnya masih abg banget.
“Lepas smu, gak ada kerjaan om, jadi ya sementara ngejoki dulu aja.
“Kok gak skolah?”
“Gak ada dana om, om mau skoalin Ayu”. Aku hanya senyum saja. Tiba-tiba tangannya mengelus pahaku. Aku kaget juga, agresif banget ni prempuan.
“Waduh ramah ya”.
“Kok ramah, om”.

“Iya rajin menjamah”. Napa. gak bole ya om”.
“Boleh kok, jadi pengen ramah juga ni”.
“Ya elus aja om, Ayu gak apa kok”. Aku gak perduli si anak yang dibangku blakang mendengar percakapan kita ini atao tidak, biar dia blajar cepet jadi gede. Akupun mengelus pahanya, dia menghentikan aksinya biar tangannya gak bertabrakan dengan tanganku.
Tanganku menjalar sampe ke selangkangannya, dia sedikit mengangkangkan pahanya, sepertinya dia memang sengaja menarik perhatianku. Karena tempatnya sempit aku gak bisa mengakses selangkangannya, walaupun dia sudah berusaha mengangkangkan pahanya.
“Sering dielus kalo lagi ngejoki ya”. “Sering om”.
“Terus berlanjut gak”.

“Kadang berlanjut tapi seringnya enggak”.
“Kalo berlanjut kemana”.
“Ya tergantung yang bawa om. Om mo bawa Ayu kemana”. Agresif juga jualannya ni prempuan.
“Kamu dah pengalaman ya, umur kamu belon 20 kan”.
“Ya abis gimana, si om nya yang ngajakin masa Ayu tolak si. Tua amat om 20, masih dibawah itu kok om”.
Saat itu, mobil sudah sampe dibatas akhir 3in1. Aku memberi tip pada anak kecil yang duduk dijok blakang, tapi Ayu tidak beranjak dari tempat duduknya.
“Kita mo kemana om”.
“Kamu maunya kemana”.

“Om gak sibuk kan, beliin Ayu pakean ya om”. Wah matre juga ni.
“Gak usah yang mahal om, deket sini kan ada dept store R, disitu murah kok om, lagi sale lagi”. Memang dept store R tu posisinya untuk menengah ke bawah. Ya udah, gak matre matre banget kok, pikirku, maka mobil mengarah ke dept store yang disebut Ayu.
Sesampainya disana, dept store sepi, maklum pagi dan hari kerja lagi. Gak apa sih, malah enak belanjanya, gak desek2an. Ayu dengan agresifnya menggandeng tanganku menuju ke kounter pakean prempuan. Dia memilih jins, t shirt, asesoris.

“Gak beli daleman Ay”, bisikku.
“Bole ya om”. “Bole aja, beli g string Ay”.
“Ayu skarang pake om. Beli yang model Ayu belon punya ya om”. Dia menuju ke kounter pakean dalem prempuan. Aku hanya menunggu dari jauh, risih rasanya ikutan masuk ke kounter khusus prempuan itu. Ayu keliahatannya milih2 beberapa, sepertinya dia belon punya.
“Setelah selesai aku membayar semua pakean yang dibelinya. Karena ada diskon yang lumayan besar, gak terlalu mahal lah pakean yang Ayu beli.

“Om, Ayu beli g string yang ada lobangnya”.
“Jadi bisa langsung masuk ya Yu, gak usah dilepas lagi”.
“Ih om, tau aja”, katanya sambil tersenyum.
Cukup lama rupanya Ayu menghabiskan waktu untuk belanja pakean, karena saat kami keluar dept stor jam dah menunjukkan waktu untuk ngisi bahan bakar.
“Ay, cari makanan yuk”.

“Di basement ada food court, kesana aja om, mur mer’.
“apaan tu”. “ah om kurang gaul neh, murah meriah”.
“Kamu sering kesini ya Ay, sampe apal semua tempat blanja dan makan”.
“Ya yang terjangkau buat Ayu kan disini om”.
“Kamu blanja sendiri?”

“Kadang ditemenin, tapi sering sendiri”.
“Blanjanya abis dapet tip besar ya Ay”.
“Om tau aja”. Kami memilih makanan.
“Ay, pusing ni, jualannya banyak banget, Ayu yang milihin ya, aku ikut aja”.
“Iya deh, om duduk aja disini, pokoknya om akan makan apa juga yang Ayu beli ya”. Aku mengeluarkan uang, tapi Ayu bilang
“bayarnya nanti kok om, ditagih ma petugas kounternya”. Ayu memilih makanan untuk kami ber2, tak lama dia kembali.

“Kamu sering jalan ma om2 ya Ay”.
“Ya yang Ayu jokiin aja si om, juga gak semua yang Ayu jokiin ngajakin Ayu jalan”.
“Kamu suka ngelus2 mreka juga”.
“La iyalah om, kalo gak agresif gitu mana om tertarik ma Ayu”.
“Aku mah dah tertarik ma kamu sejak kamu berdiri di pinggir jalan”.
“Masak sih om, mangnya om tertarik ma apanya Ayu”.
“Toket kamu Ay, montok banget, jadi pengen nyusu”.
“Ih si om, siang2 dah genit”.

“Mangnya kalo genit gak bole siang ya Ay”.
“Bole aja si om”. Pembicaraan terhenti karena pesanan makanan mulai berdatangan.
“Kebanyakan gak om, om suka kan ma pilihan Ayu”.
“Suka banget Ay, orangnya aku juga suka kok”.
Ayu cuma tersenyum, selama makan kami becanda aja sembari ngobrol kesana kemari. Aku membayar bill semua makanan dan minuman itu, selesai makan Ayu langsung ngajak jalan lagi.
“Om, abis makan gini Ayu suka ngantuk deh”. “Jadi mo BBS nih”. “apaan tu om”.
“Katanya gaul, bobo bobo siang”.
“Terserah om deh, Ayu ngikut aja”.
“Ke apartmenku ya”. “siapa takut, Ayu blon pernah diajak ke apartmen deh om”.
“Biasanya kemana Ay”

“Seringnya ke motel om, short time aja”.
“Kan di motel bisa 6 jam”.
“Tapi paling banter 2 jam udahan om, kan si om nya masi ada acara laennya”.
“Kerja maksud kamu”. “Kali”. Mobil kuarahkan ke apartmenku.
Sesampe di apartmen, Ayu langsung aja melepaskan t shirt dan jinsnya. Kayanya gak mo buang2 waktu. Aku terpana melihatnya hanya memake daleman kaya gitu. Toketnya yang besar seperti mo melompat keluar dari bra nya yang kayanya kekecilan. Yang lebi menarik, Ayu pake g string yang tipis merewarang, sehingga jembutnya yang lebat berbayang dan berhamburan keluar dari kiri-kanan dan bagian atas g stringnya.

“Wah kamu napsuin banget Ay, toket kamu besar, jembut kamu lebat gitu. Pasti napsunya besar ya Ay”.
“Om tau aja si, pengalaman ma abg ya om”. Aku udah dalam keadaan telanjang. Aku segera memeluknya dan kutarik ke kamar. diapartmen cuma ada kami berdua.
Branya sebentar saja dah kulepas. Toketnya yang ranum menantang sekali dengan dua pentil yang mencuat. Aku mencium kecil pipi kanannya. Dia tersenyum, kemudian membalas mencium kecil bibirku. Aku pun meraba toketnya. Dia menutup mata merasakan kenikmatan tersebut, kemudian aku mencium bibirnya, sambil sesekali kuhisap bibir bawahnya dan lidahku menjelajah ke rongga giginya dan menghisap lidahnya.

Dia benar benar menikmatinya, kedua tanganku sudah berada pada dua toket ranumnya. Kuremas remas sambil kupelintir kedua pentilnya dengan ibu jari dan telunjukku. Dia terkadang bergetar tubuhnya ketika kombinasi yang kulakukan yaitu meremas sambil memuntir pentilnya. “Ah, om pinter deh bikin Ayu terangsang ya”, katanya.

Aku membaringkan tubuhnya diranjang dan langsung kutindih sambih terus meremas dan mencium bibirmya. kontolku yang sudah ngaceng keras menggesek bibir luar nonoknya dan gerakan kami seperti orang yang sedang ngen tot. Aku mendorong kebawah, dia mendorong pula pantatnya keatas. Aku tarik pinggangku, dia pun demikian. Mukanya bersemu merah menahan napsunya.
Langsung kujilati pentil yang memerah muda, karena napsu sambil aku menyedot pentilnya dengan keras. Dia menggigit bibir sendiri menahan napsunya yang kian memuncak. Kakinya sudah menyepak kesana kemari. Sambil menjilat, aku memperhatikan gundukan di bawah pusar yang mumbul dengan jembut yang menyembul keluar. Pinggulnya bergerak tak menentu, “Hhh, om..hh enak”, erangnya.

Mendapat respon seperti itu tanganku mulai turun menjelajah dari toketnya ke arah perut, mengusap daerah pusar, kemudian turun lagi kebawah pusar yang ditumbuhi jembut, kemudian meraba daerah selangkangannya yang empuk. Aku tekan sekali sekali sambil kuremas. Hal ini menyebabkan gerakan pinggulnya yang makin panas. Aku dapat melihat butiran butiran keringat napsu yang menetes dari dahinya yang sedang membasahi rambut panjangnya. Kami langsung berpelukan sambil berciuman panjang.
Setelah pelukan plus ciuman aku rasa cukup, tanganku mulai bermain ke arah selangkangannya dengan mengusap lembut naik turun melewati belahan nonoknya. Dari luar cdnya aku bisa merasakan bahwa didalam sudah lembab sekali, tentu banyak cairan yang sudah keluar dari nonoknya. Karena dia menggunakan g string yang memang kurang bahan untuk menutupi nonoknya, jariku dengan mudahnya dapat masuk melalui samping selangkangan dan bermain di sana. Sesekali jariku bermain pada bibir nonoknya agak lama, dia meliukan pinggangnya bergoyang goyang.

Aku tetap tenang mengelus, sesekali seluruh jariku masuk dan meremas nonoknya dengan lembut. Hal ini membuat dia melenguh keras. Sambil tanganku meremas nonoknya, tangan kiriku masih terus aktif meremas toketnya baik yang kiri maupun yang kanan sambil mengisap bibir dan salah satu pentil yang nganggur. Jari tengahku mulai mengilik itilnya. Benar saja, itilnya sudah membesar dan basah. dia menggeliat tak tentu arah sambil mendesah,
“Oh.. om enak sekali”.

“G string mu kubuka ya biar kamu nggak kegencet, liat tuh g string kamu kekecilan nggak bisa nampung pantat kamu yang bulat besar sama no nok kamu yang tembem, lagian kamu juga udah basah”, jawabku sambil melepasnya, dan kali ini aku benar benar melihat dia dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun, dengan keadaan napsu yang memuncak.
Bukan main indahnya bentuk nonoknya, dia mempunyai jembut yang lebat dan halus semua warna hitam. Jembutnya nampak rapih, karena dalam keadaan lurus tidak keriting seperti wanita kebanyakan. Aku mulai menyusuri ke arah pusarnya terus turun dan berhenti tepat dinonoknya. Dia sedikit jengah dan berkata,
“Oh, om jangan liat kayak gitu dong.. Ayu kan malu” sambil tangannya mencoba menutupi.
Tapi dengan cepat tanganku menahannya dan langsung bibirku mencium bibir luar nonoknya sambil kuhisap-hisap kedua belah bibir nonoknya. Dia benar benar kelojotan,

” Ah om, oh.. enak banget, hmm.. oh iya bener gitu.. ohh..
“Aku menyapukan lidahku naik turun sambil tak lupa itilnya aku emut emut dan didalam bibirku aku kedut kedutkan.
Lidahku mulai merangsek masuk ke dalam nonoknya yang memang benar benar sudah basah.
Dalam keadaan tersebut kepalanya tersentak kekiri dan kekanan menahan luapan napsu. Aku bisa melihat dan merasakan dia hampir nyampe, dan aku mulai menuntun kontolku yang sudah siap tempur. Kedua belah kakinya aku lebarkan sambil tangan kiriku mempermainkan itilnya dengan ibu jari dan tangan kananku mengarahkan kontolku ke nonoknya. Ketika kontolku bertemu dengan nonoknya, kepala kontolku langsung seperti dihisap oleh nonoknya. Aku peluk dia sambil sedikit aku goyangkan tanpa mendorong masuk kontolku ke dalamnya.

Cukup kepalanya saja yang terjepit di dalam nonoknya. Pinggulnya mengimbangi gerakanku yang naik turun menggesek nonoknya. Kepala kontolku benar benar dijepit erat oleh nonoknya. Dia merem melek keenakan, dan tangannya memelukku dan mengimbangi gerakanku.
“om, kon tol om enak banget sih hangat kena no nok Ayu.” Setelah kurang lebih tiga menit kami seperti itu, aku merasakan pantatnya naik lebih tinggi, seakan akan ingin lebih merasakan kontolku.
Maka akupun mulai sedikit demi sedikit mendorong lebih dalam, sehingga seluruh kontolku terbenam di dalam nonoknya. Dia mulai meracau lagi, “Oh om..enak banget kon tol om masuk semua ke dalem no nok Ayu.. hh. dorong lagi biar makin dalem masuknya..” Sambil memompa aku bertanya,
“Ay.. kontolku lagi ngapain no nok Ayu?”

“Hhh, skh.. hh kon tol om lagi ngentotin no nok Ayu,” jawabnya sambil meremas pantatku gemas. Aku pura pura tidak mendengar ingin dia mengulang lagi kata katanya,
“Ha.. lagi ngapain?”
“Lagi dientot ..ohh nikmatnya..” Aku bertanya lagi,
“Emang Ayu mau aku en tot?” Dia menyahut,
“Iya jadi ketagihan nih dien tot sama om, abis kon tol om mantap, nikmat, enak rasanya.” Sambil begitu aku benar-benar merasakan jepitan-jepitan halus dari dinding nonoknya. nonoknya mempunyai jepitan yang kuat, kontolku di dalam seperti dirayapi oleh jutaan semut, jadi seperti terkena setrum kecil, tapi hangat dengan sebentar-bentar no nok tersebut mencucup kembang kempis menyedot seluruh kontolku.
Setelah lebih 20 menit, dia sudah hampir nyampe.

“Ayo om, Ayu udah mau nyampe, enjot terus, iya teken biar kena i til Ayu oh.. benar begitu .. aduh, enak bener ngen tot ama om.”
Akupun merasakan intensitas kedutan nonoknya makin tinggi, dan sepertinya akupun sudah ingin ngecret juga.
“Oh, Ay.. enak banget nonokmu ada empot ayamnya, rasanya legit, rapet, peret, oh, aku mau ngecret, gimana nih didalam atau diluar,” kataku.

“Didalem aja om biar enak, Ayu juga mau ngerasain di* peju om, mungkin besok lusa dapet haid, jadi aman,” desahnya yang juga menahan napsu yang siap meledak beberapa saat lagi.
Akhirnya aku merasakan kontolku diremas kuat sekali oleh otot nonoknya, gerakan pinggulnya terhenti, sambil pantatnya ditinggikan, aku mengocok kontolku, lagi dia menggeram dan..
“Oh om Ayu nyampe, ouh..ahh. nggh ahh enak.. enak hh..” Aku pun tak tahan kontolku diremas dan disedot oleh nonoknya, dengan satu dan dua kali sentakan kontolku menyemprotkan peju kedalam nonoknya.
Ketika aku menyemprotkan peju, nonoknya menyedot kencang hingga kami berdua merasakan nikmat luar binasa. Puas aku selesai ngecret dan begitu juga dia, ketika aku ingin melepas kontolku, dia mencegahnya.
“Biarin didalam dulu sampe ngecil dan keluar sendiri yah.”

Akhirnya kami berbaring menyamping dengan kontolku masih nancep didalam nonoknya, masih dapat aku rasakan kedutan dalam nonoknya namun sudah melemah, dan kontolku mulai berangsur-angsur mengecil dan akhirnya lepas dengan sendirinya dari nonoknya. Dia terkulai lemes dan bermandikan keringat. Aku berbaring disebelahnya. Dia meremes2 kontolku yang berlumuran peju dan sudah lemes. Gak lama diremes2, napsuku timbul lagi, kontolku mulai ngaceng lagi.
“om, Ayu dientot lagi dong, tuh kontolnya sudah ngaceng lagi. om kuat banget seh, baru ngecret udah ngaceng lagi”.

Aku diam saja, dia berinisiatif menaiki tubuhku. Disodorkannya pentilnya ke mulutku, segera pentilnya kukenyot2, napsunya mulai memuncak lagi. Dia menggeser ke depan sehingga nonoknya berada didepan mulutku lagi.
“om, jilat dong no nok Ayu, itilnya juga ya om”. Aku mulai menjilati nononknya dan itilnya kuhisap, kadang kugigit pelan,
“Aah, om, diemut aja om, jangan digigit”, desahnya menggelinjang.
Dia gak bisa menahan diri lagi. Segera nonoknya diarahkan ke kontolku yang sudah tegang berat, ditekannya sehingga kontolku kembali amblas di nonoknya. Dia mulai menggoyang pantatnya turun naik, mengocok kontolku dengan nonoknya. Aku memlintir pentilnya, dia mendesah2. Karena dia diatas maka dia yang pegang kendali, bibirku diciumnya dan aku menyambutnya dengan penuh napsu. Pantatnya makin cepat diturun naikkan.

Aku dengan gemas menggulingkannya sehingga kembali aku yang segera mengenjotkan kontolku keluar masuk nonoknya. Dia mengangkangkan pahanya lebar2, menyambut enjotan kontolku, dia gak bisa nahan lebih lama lagi, tubuhnya makin sering menggelinjang dan nonoknya terasa berdenyut2, “Om, aah”.
Akhirnya dia nyampe lagi, dia tergolek lemes, tapi aku masih saja menggenjot nonoknya dengan cepat dan keras, dia mendesah2 kenikmatan. Aku bisa membuat dia nyampe lagi sebelum akhirnya dengan satu enjotan yang keras kembali aku ngecretkan pejuku di nonoknya.
Nikmat nya. Aku menciumnya,
“Ay, nikmat banget deh ngen tot sama kamu”.
“iya om, Ayu juga nikmat banget, kalo ada kesempatan Ayu mau kok dien tot lagi sama om”.
“Bole aja Ay, ampe lupa nyobain g string kamu yang belubang bawahnya”.
“Laen kali ya om, ntar Ayu pake deh tu g string”

Nikmatnya Pentungan Ronda



Nikmatnya Pentungan Ronda
Aku adalah seorang mahasiswi yang memiliki nafsu seks yang cukup tinggi. Sejak keperawananku hilang di SMA aku selalu ingin melakukannya lagi dan lagi. Kalau dipikir-pikir, entah sudah berapa orang yang menikmati tubuhku ini, sudah berapa penis yang pernah masuk ke vaginaku ini, aku juga menikmati sekali nge-seks dengan orang yang belum pernah aku kenal dan namanya pun belum aku tahu seperti para tukang yang pernah aku ceritakan pada kisah terdahulu.Nah ceritanya begini, aku baru saja pulang dari rumah temanku seusai mengerjakan tugas kelompok salah satu mata kuliah. Tugas yang benar-benar melelahkan itu akhirnya selesai juga hari itu.
 Ketika aku meninggalkan rumah temanku langit sudah gelap, jam menunjukkan pukul 8 lebih.Yang kutakutkan adalah bensinku tinggal sedikit, padahal rumahku cukup jauh dari daerah ini lagipula aku agak asing dengan daerah ini karena aku jarang berkunjung ke temanku yang satu ini. Di perjalanan aku melihat sebuah pom bensin, tapi harapanku langsung sirna karena begitu mau membelokkan mobilku ternyata pom bensin itu sudah tutup, aku jadi kesal sampai menggebrak setirku, terpaksa kuteruskan perjalanan sambil berharap menemukan pom bensin yang masih buka atau segera sampai ke rumah.
Ketika sedang berada di sebuah kompleks perumahan yang cukup sepi dan gelap, tiba-tiba mobilku mulai ngadat, aku agak panik hingga kutepikan mobilku dan kucoba menstarternya, namun walupun kucoba berulang-ulang tetap saja tidak berhasil, menyesal sekali aku gara-gara tadi siang terlambat kuliah jadi aku tidak sempat mengisi bensin terjebak tidak tahu harus bagaimana, kedua orang tuaku sedang di luar kota, di rumah cuma ada pembantu yang tidak bisa diharapkan bantuannya.
Tidak jauh dari mobilku nampak sebuah pos ronda yang lampunya menyala remang-remang. Aku segera turun dan menuju ke sana untuk meminta bantuan, setibanya di sana aku melihat lima orang di sana sedang ngobrol-ngobrol, juga ada dua motor diparkir di sana, mereka adalah yang mendapat giliran ronda malam itu dan juga 2 tukang ojek.
“Ada apa Non, malam-malam begini? Nyasar ya?”, tanya salah seorang yang berpakaian hansip.
“Eeh.. itu Pak, Bapak tau nggak pom bensin yang paling dekat dari sini tapi masih buka, soalnya mobil saya kehabisan bensin”, kujawab sambil menunjuk ke arah mobilku.
“Wah, kalo pom bensin jam segini sudah tutup semua Non, ada yang buka terus tapi agak jauh dari sini”, timpal seorang Bapak berkumis tebal yang ternyata tukang ojek di daerah itu.
“Aduuhh.. gimana ya! Atau gini aja deh Pak, Bapak kan punya motor, mau nggak Bapak beliin bensin buat saya, ntar saya bayar kok”, tawarku.
Untung mereka berbaik hati menyetujuinya, si Bapak yang berkumis tebal itu mengambil jaketnya dan segera berangkat dengan motornya. Tinggallah aku bersama 4 orang lainnya.
“Mari Non duduk dulu di sini sambil nunggu”.
Seorang pemuda berumur kira-kira 18 tahunan menggeser duduknya untuk memberiku tempat di kursi panjang itu. Seorang Bapak setengah baya yang memakai sarung menawariku segelas air hangat, mereka tampak ramah sekali sampai-sampai aku harus terus tersenyum dan berterima kasih karena merasa merepotkan. Kami akhirnya ngobrol-ngobrol dengan akrab, aku juga merasakan kalau mereka sedang memandangi tubuhku, hari itu aku memakai celana jeans ketat dan setelan luar berlengan panjang dari bahan jeans, di dalamnya aku memakai tanktop merah yang potongan dadanya rendah sehingga belahan dadaku agak terlihat. Jadi tidak heran si pemuda di sampingku selalu berusaha mencuri pandang ingin melihat daerah itu.
Kompleks itu sudah sepi sekali saat itu, sehingga mulai timbul niat isengku dan membayangkan bagaimana seandainya kuberikan tubuhku untuk dinikmati mereka sekalian juga sebagai balas budi. Sehubungan dengan cuaca di Jakarta yang cukup panas akhir-akhir ini, aku iseng-iseng berkata, “Wah.. panas banget yah belakangan ini Pak, sampai malam gini aja masih panas”. Aku mengatakan hal tersebut sambil mengibas-ngibaskan leher bajuku kemudian dengan santainya kulepaskan setelan luarku, sehingga nampaklah lenganku yang putih mulus. Mereka menatapku dengan tidak berkedip, agaknya umpanku sudah mengena, aku yakin mereka pasti terangsang dan tidak sabar ingin menikmati tubuhku.
Si pemuda di sampingku sepertinya sudah tak tahan lagi, dia mulai memberanikan diri membelai lenganku, aku diam saja diperlakukan begitu. Salah satu dari mereka, seorang tukang ojek berusia 30 tahunan mengambil tempat di sebelahku, tangannya diletakkan diatas pahaku, melihat tidak ada penolakan dariku, perlahan-lahan tangan itu merambat ke atas hingga sampai ke payudaraku. Aku mengeluarkan desahan lembut menggoda ketika si tukang ojek itu meremas payudaraku, tanganku meraba kemaluan pemuda di sampingku yang sudah terasa mengeras.
Melihat hal ini kedua Bapak yang dari tadi hanya tertegun serentak maju ikut menggerayangi tubuhku. Mereka berebutan menyusupkan tangannya ke leher tanktop-ku yang rendah untuk mengerjai dadaku, sebentar saja aku sudah merasakan kedua buah dadaku sudah digerayangi tangan-tangan hitam kasar. Aku mengerang-ngerang keenakan menikmati keempat orang itu menikmatiku.
“Eh.. kita bawa ke dalam pos aja biar aman!”, usul si hansip.
Mereka pun setuju dan aku dibawa masuk ke pos yang berukuran 3×3 m itu, penerangannya hanya sebuah bohlam 40 watt. Mereka dengan tidak sabaran langsung melepas tank top dan bra-ku yang sudah tersingkap. Aku sendiri membuka kancing celana jeansku dan menariknya ke bawah. Keempat orang ini terpesona melihat tubuhku yang tinggal terbalut celana dalam pink yang minim, payudaraku yang montok dengan puting kemerahan itu membusung tegak. Ini merupakan hal yang menyenangkan dengan membuat pria tergiur dengan kemolekan tubuhku, untuk lebih merangsang mereka, kubuka ikat rambutku sehingga rambutku terurai sampai menyentuh bahu.
Si hansip menyuruh seseorang untuk berjaga dulu di luar khawatir kalau ada yang memergoki, akhirnya yang paling muda diantara mereka yaitu si pemuda itu yang mereka panggil Mat itulah yang diberi giliran jaga, Mat dengan bersungut-sungut meninggalkan ruangan itu. Si hansip mendekapku dari belakang dan tangannya merogoh-rogoh celana dalamku, terasa benar jari-jarinya merayap masuk dan menyentuh dinding kewanitaanku, sementara di tukang ojek membungkuk untuk bisa mengenyot payudaraku, putingku yang sudah menegang itu disedot dan digigit kecil.
Kemudian aku dibaringkan pada tikar yang mereka gelar disitu. Mereka bertiga sudah membuka celananya sehingga terlihatlah tiga batang yang sudah mengeras, aku sampai terpana melihat batang mereka yang besar-besar itu, terutama punya si hansip, penisnya paling besar diantara ketiganya, hitam dan dipenuhi urat-urat menonjol.
Celana dalamku mereka lucuti jadi sekarang aku sudah telanjang bulat. Aku langsung meraih penisnya, kukocok lalu kumasukkan ke mulutku untuk dijilat dan dikulum, selain itu tangan lembutku meremas-remas buah zakarnya, sungguh besar penisnya ini sampai tidak muat seluruhnya di mulutku yang mungil, paling cuma masuk tiga perempatnya. Si tukang ojek mengangkat sedikit pinggulku dan menyelipkan kepalanya di antara kedua belah paha mulusku, dengan kedua jarinya dia sibakkan kemaluanku sehingga terlihatlah vagina pink-ku di antara bulu-bulu hitam.
Lidahnya mulai menyentuh bagian dalam vaginaku, dia juga melakukan jilatan-jilatan dan menyedotnya, tubuhku menggelinjang merasakan birahi yang memuncak, kedua pahaku mengapit kencang kepalanya karena merasa geli dan nikmat di bawah sana. Bapak bersarung menikmati payudaraku sambil penisnya kukocok dengan tanganku dan payudaraku yang satunya diremasi si hansip yang sedang ku-karaoke.
Aku sering melihat sebentar-sebentar Mat nongol di jendela mengintipku diperkosa teman-temannya, nampaknya dia sudah gelisah karena tidak sabaran lagi untuk bisa menikmati tubuhku. Tak lama kemudian aku mencapai orgasme pertamaku melalui permainan mulut si tukang ojek pada kemaluanku, tubuhku mengejang sesaat, dari mulutku terdengar erangan tertahan karena mulutku penuh oleh penis si hansip.
Cairanku yang mengalir dengan deras itu dilahap olehnya dengan rakus sampai terdengar bunyi, “Slurrpp.., sluupp..”. Puas menjilati vaginaku, si tukang ojek meneruskannya dengan memasukkan penisnya ke vaginaku, eranganku mengiringi masuknya penis itu, cairan cintaku menyebabkan penis itu lebih leluasa menancap ke dalam.
Aku merasakan nikmatnya setiap gesekannya dengan melipat kakiku menjepit pantatnya agar tusukannya semakin dalam. Bapak bersarung menggeram-geram keenakan saat penisnya kujilati dan kuemut, sedangkan si hansip sekarang sedang meremas-remas payudaraku sambil menjilati leher jenjangku. Aku dibuatnya kegelian nikmat oleh jilatan-jilatannya, selain leher dia jilati juga telingaku lalu turun lagi ke payudaraku yang langsung dia caplok dengan mulutnya
Beberapa saat lamanya si tukang ojek menggenjotku, tiba-tiba genjotannya makin cepat dan pinggulku dipegang makin erat, akhirnya tumpahlah maninya di dalam kemaluanku diiringi dengan erangannya, lalu dia lepaskan penisnya dari vaginaku. Posisinya segera digantikan oleh si hansip yang mengatur tubuhku dengan posisi bertumpu pada kedua tangan dan lututku. Kembali vaginaku dimasuki penis, penis yang besar sampai aku meringis dan mengerang menahan sakit ketika penis itu.
“Wuah.. memek Non ini sempit banget, untung banget gua hari ini bisa ngentot sama anak kuliahan.. emmhh.. ohh..”, komentar si hansip.
Sodokan-sodokannya benar-benar mantap sehingga aku merintih keras setiap penis itu menghujam ke dalam, kegaduhanku diredam oleh Bapak bersarung yang duduk mekangkang di depanku dan menjejali mulutku dengan penisnya, penis itu ditekan-tekankan ke dalam mulutku hingga wajahku hampir terbenam pada bulu-bulu kemaluannya. Aku sangat menikmati menyepong penisnya, kedua buah zakarnya kupijati dengan tanganku, sementara di belakang si hansip mengakangkan pahaku lebih lebar lagi sambil terus menyodokku, si tukang ojek beristirahat sambil memain-mainkan payudaraku yang menggantung. Si Bapak bersarung akhirnya ejakulasi lebih dulu di mulutku, dia melenguh panjang dan meremas-remas rambutku saat aku mengeluarkan teknik mengisapku, kuminum semua air maninya, tapi saking banyaknya ada sedikit yang menetes di bibirku.
“Wah, si Non ini.. cantik-cantik demen nenggak peju!”, komentar si tukang ojek melihatku dengan rakus membersihkan penis si Bapak bersarung dengan jilatanku.
Tiba-tiba pintu terbuka, aku sedikit terkejut, di depan pintu muncul si Mat dan si tukang ojek berkumis tebal yang sudah kembali dari membeli bensin.
“Wah.. ngapain nih, ngentot kok gak ngajak-ngajak”, katanya.
“Iya nih, cepetan dong, masa gua dari tadi cuma disuruh jaga, udah kebelet nih!”, sambung si Mat.
“Ya udah, lu dua-an ngentot dulu sana, gua yang jaga sekarang”, kata si tukang ojek yang satu sambil merapikan lagi celananya.
Segera setelah si tukang ojek keluar dan menutup pintu, mereka berdua langsung melucuti pakaiannya, si Mat juga membuka kaosnya sampai telanjang bulat, tubuhnya agak kurus tapi penisnya lumayan juga, pas si tukang ojek berkumis melepas celananya barulah aku menatapnya takjub karena penisnya ternyata lebih besar daripada punya si hansip, diameternya lebih tebal pula.
“Gile, bisa mati kepuasan gua, keluar satu datang dua, mana kontolnya gede lagi!”, kataku dalam hati.
Si hansip yang masih belum keluar masih menggenjotku dari belakang, kali ini dia memegangi kedua lenganku sehingga posisiku setengah berlutut. Si Mat langsung melumat bibirku sambil meremas-remas dadaku, dan payudaraku yang lain dilumat si tukang ojek itu. Nampak Mat begitu buasnya mencium dan memain-mainkan lidahnya dalam mulutku, pelampiasan dari hajat yang dari tadi ditahan-tahan, aku pun membalas perlakuannya dengan mengadukan lidahku dengannya.
Kumis si tukang ojek yang lebat itu terasa sekali menyapu-nyapu payudaraku memberikan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa. Si Bapak bersarung sekarang mengistirahatkan penisnya sambil mencupangi leher jenjangku membuat darahku makin bergolak saja memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku. Ketika aku merasa sudah mau keluar lagi, sodokan si hansip pun terasa makin keras dan pegangannya pada lenganku juga makin erat.
“Aaahh..!”, aku mendesah panjang saat tidak kuasa menahan orgasmeku yang hampir bersamaan dengan si hansip, vaginaku terasa hangat oleh semburan maninya, selangkanganku yang sudah becek semakin banjir saja sampai cairan itu meleleh di salah satu pahaku. Tubuhku sudah basah berkeringat, ditambah lagi cuaca yang cukup gerah.
Setelah mencapai klimaks panjang mereka melepaskanku, lalu si Bapak bersarung berbaring di tikar dan menyuruhku menaiki penisnya. Baru saja aku menduduki dan menancapkan penis itu, si tukang ojek menindihku dari belakang dan kurasakan ada sesuatu yang menyeruak ke dalam anusku.
Edan memang si tukang ojek ini, sudah batangnya paling besar minta main sodomi lagi. Untung daerah selanganku sudah penuh lendir sehingga melicinkan jalan bagi benda hitam besar itu untuk menerobosnya, tapi tetap saja sakitnya terasa sekali sampai aku menjerit-jerit kesakitan, kalau saja ada orang lewat dan mendengarku pasti disangkanya sedang terjadi pemerkosaan.
Dua penis besar mengaduk-aduk kedua liang senggamaku, si Bapak bersarung asyik menikmati payudaraku yang menggantung tepat di depan wajahnya. Si Mat berlutut di depan wajahku, tanpa disuruh lagi kuraih penisnya dan kukocok dalam mulutku, tidak terlalu besar memang, tapi cukup keras. Kulihat wajahnya merah padam sambil mendesah-desah, sepertinya dia grogi
“Enak gak Mat? Kamu udah pernah ngentot belum?”, tanyaku di tengah desahan.
“Aduh.. enak banget Non, baru pernah saya ngerasain ngentot”, katanya dengan bergetar.
Aku terus mengemut penis si Mat sambil tanganku yang satu lagi mengocok penis supernya si hansip. Si Mat memaju-mundurkan pantatnya di mulutku sampai akhirnya menyemprotkan maninya dengan deras yang langsung kuhisap dan kutelan dengan rakus. Tidak sampai dua menit si tukang ojek menyusul orgasme, dia melepas penisnya dari duburku lalu menyemprotkan spermanya ke punggungku. Si Bapak bersarung juga sepertinya sudah mau orgasme, tampak dari erangannya dan cengkeramannya yang makin erat pada payudaraku. Maka kugoyang pinggulku lebih cepat sampai kurasakan cairan hangat memenuhi vaginaku. Karena aku masih belum klimaks, aku tetap menaik-turunkan tubuhku sampai 3 menit kemudian aku pun mencapainya.
Setelah itu si Bapak bersarung itu keluar dan si tukang ojek yang tadi berjaga itu kembali masuk.
“Aduh, belum puas juga nih orang.. bisa pingsan gua lama-lama nih!”, pikirku
Tubuhku kembali ditelentangkan di atas tikar. Kali ini giliran si Mat, dasar perjaka.. dia masih terlihat agak canggung saat ke mau mulai sehingga harus kubimbing penisnya untuk menusuk vaginaku dan kurangsang dengan kata-kata
“Ayo Mat, kapan lagi lu bisa ngerasain ngentot sama cewek kampus, puasin Mbak dong kalo lu laki-laki!”.
Setelah masuk setengah kusuruh dia gerakkan pinggulnya maju-mundur. Tidak sampai lima menit dia nampak sudah terbiasa dan menikmatinya. Si hansip sekarang naik ke dadaku dan menjepitkan penisnya di antara kedua payudaraku, lalu dia kocok penisnya disitu. Aku melihat jelas sekali kepala penis itu maju mundur di bawah wajahku. Si tukang ojek berkumis menarik wajahku ke samping dan menyodorkan penisnya.
Kugenggam dan kujilati kepalanya sehingga pemiliknya mendesah nikmat, mulutku tidak muat menampung penisnya yang paling besar di antara mereka berlima. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain lagi, tubuhku dikuasai sepenuhnya oleh mereka, aku hanya bisa menggerakkan tangan kiriku, itupun untuk mengocok penis si tukang ojek yang satu lagi. Tubuhku basah kuyup oleh keringat dan juga sperma yang disemburkan oleh mereka yang menggauliku.
Setelah mereka semua kebagian jatah, aku membersihkan tubuhku dengan handuk basah yang diberikan si hansip lalu memakai kembali pakaianku. Mereka berpamitan padaku dengan menepuk pantatku atau meremas dadaku. Si tukang ojek berkumis mengantarku ke mobil sambil membawa sejerigen bensin yang tadi dibelinya. Setelah membantuku menuangkan bensin ternyata dia masih belum puas, dengan paksa dilepaskannya celanaku dan menyodokkan penisnya ke vaginaku.

Kami melakukannya dalam posisi berdiri sambil berpegangan pada mobilku selama 10 menit. Untung saja tidak ada orang atau mobil yang lewat disini. Setibanya di rumah aku langsung mengguyur tubuhku yang bau sperma itu di bawah shower lalu tidur dengan perasaan puas. 

SHIONAGA BANNER 1

BANNER SHIONAGA 2

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ShioNaga - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger