Cerita Sex: Mengejar Nilai Ujian
Dengan
langkah ragu-ragu aku mendekati ruang dosen di mana Pak Hr berada.
“Winda…”, sebuah suara memanggil.
“Hei Ratna!”.
“Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?”, Ratna itu bertanya heran.
“Tau nih, aku mau minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundur terus,
kenapa ya?”.
“Idih jahat banget!”.
“Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!, tauk
nih, bentar ya aku masuk dulu!”.
“He-eh deh, sampai nanti!” Ratna berlalu.
Dgn
memberanikan diri aku mengetuk pintu.
“Masuk…!”, Sebuah suara yang amat ditakutinya menyilakannya masuk.
“Selamat siang pak!”.
“Selamat siang, kamu siapa?”, tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang
dikerjakannya.
“Saya Winda…!”.
“Aku..? Ooh, yang mau minta ujian lagi itu ya?”.
“Iya benar pak.”
“Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah saya, ini
kartu nama saya”, Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartu namanya.
“Ada lagi?” tanya dosen itu.
“Tidak pak, selamat siang!”
“Selamat siang!”.
Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali
rasanya, sudah belajar sampai larut malam, sampai di sini harus kembali lagi
hari Minggu, huh!Cerita
Sex 2015
Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih berjalan sambil
membawa tas hendak kuliah. Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di rumah
Pak Hr, dosen berengsek itu.
Rumah Pak Hr terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah
bukit, agak jauh dari rumah-rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah
terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap segar muncul.
“Ehh…! Winda, ayo masuk!”, sapa orang itu yang tak lain adalah pak Hr sendiri.
“Permisi pak! Ibu mana?”, tanyaku berbasa-basi.
“Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!”, sahut pak Hr ramah.
“Sebentar ya…”, katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan.
Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal
paling killer.
Rumah Pak Hr tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih.
Di sudut ruangan terdapat seperangkat lemari kaca temapat tersimpan berbagai
barang hiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan permadani berbulu, dan kursi
sofa kelas satu.
“Gimana sudah siap?”, tanya pak Hr mengejutkan aku dari lamunannya.
“Eh sudah pak!”
“Sebenarnya. . ., sebenarnya Winda tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau…,
kalau…!”
“Kalau apa pak?”, aku bertanya tak mengerti. Belum habis bicaranya, Pak Hr
sudah menuburuk tubuhku.
“Pak…, apa-apaan ini?”, tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.
“Jangan berpura-pura Winda sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai
bukan, kau akan kululuskan asalkan mau melayani aku!”, sahut lelaki itu sambil
berusaha menciumi bibirku.
Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik…, namun detah dari
mana asalnya perasaan hasrat menggebu-gebu juga kembali menyerangku. Ingin
rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku semaunya atas diriku. Harus kuakui
memang, walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua ini
sering membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aku tetap
berusaha meronta-ronta, untuk menaikkan harga diriku di mata Pak Hr.
“Lepaskan… , Pak jangan hhmmpppff… !”, kata-kataku tidak terselesaikan karena
terburu bibirku tersumbat mulut pak Hr.
Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku bangkit dan
berlari menghindar. Namun entah mengapa aku justru berlari masuk ke sebuah
kamar tidur. Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan sambil mengatur kembali
nafasku yang terengah-engah, entah mengapa birahiku sedemikian cepat naik.
Seluruh wajahku terasa panas, kedua kakikupun terasa gemetar.
Pak Hr seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar
dan mengunci pintunya. Lalu dengan perlahan ia mendekatiku. Tubuhku bergetar
hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk merengkuh diriku.
Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan Pak Hr, bibirku segera tersumbat bibir
laki-laki tua itu. Terasa lidahnya yang kasap bermain menyapu telak di dalam
mulutku. Perasaanku bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampur dengan
rasa ingin dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun merasa sudah
kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya. Terbayang olehku saat-saat
aku dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang. aku
tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dengan hangat.
Merasa mendapat angin kini tangan Pak Hr bahkan makin berani
menelusup di balik blouse yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup
ke balik beha yang aku pakai.
Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-laki itu
meremas-remas gundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan gemas. Terasa
benar, telapak tangannya yang kasap di permukaan buah dadaku, ditingkahi dengan
jari-jarinya yang nakal mepermainkan puting susuku. Gemas sekali nampaknya dia.
Tangannya makin lama makin kasar bergerak di dadaku ke kanan dan ke kiri.
Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian
yang aku pakai satu demi satu hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku
hanya memakai secarik G-string saja. Bergegas pula Pak Hr melucuti kaos oblong
dan sarungnya. Di baliknya menyembul batang penis laki-laki itu yang telah
menegang, sebesar lengan Bayi.
Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah melihat alat
vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda
itu. Namun aku tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah ada pesona
tersendiri hingga pandangan mataku terus tertuju ke benda itu. Pak Hr berjalan
mendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya
lepas dan rambutku bebas tergerai sampai ke punggung.
“Kau Cantik sekali Winda…”, gumam pak Hr mengagumi kecantikanku.
Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.
Dengan lembut Pak Hr mendorong tubuhku sampai terduduk di
pinggir kasur. Lalu ia menarik G-string, kain terakhir yang menutupi tubuhku
dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah telanjang bulat. Tanpa melepaskan
kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua belah pahaku
lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar
selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian memburu.
Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan
lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup rambut
lebat itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh menikmatinya,
sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang- gelinjang kegelian.
“Pak…!”, rintihku memelas.
“Pak…, aku tak tahan lagi…!”, aku memelas sambil menggigit bibir. Sungguh aku
tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan Pak Hr. Namun rupanya
lelaki tua itu tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian.
Ini terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas
meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi perbuatannya. Padahal aku
sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.
“Paakk…, aakkhh…!”, aku mengerang keras, kakinya menjepit kepala
Pak Hr melampiaskan derita birahiku, kujambak rambut Pak Hr keras-keras. Kini
aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati. Sungguh
lihai laki-laki ini membangkitkan gairahku. aku yakin dengan nafsunya yang
sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan sangat mungkin
sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi apa peduliku?
Tiba-tiba Pak Hr melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku
yang masih terduduk di tepi ranjang dengan bagian bawah perutnya persis berada
di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa sempat
melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekati
kejantanannya yang aduh mak.., Sungguh besar itu.
Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya,
Lalu kukulum sekalian alat vital Pak Hr ke dalam mulutku hingga membuat lelaki
itu melek merem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit
batangnya saja ke dalam mulutku. Itupun sudah terasa penuh. Aku hampir sesak
nafas dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan
batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar kepala itu bergetar
hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.
Beberapa saat kemudian Pak Hr melepaskan diri, ia membaringkan
aku di tempat tidur dan menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat
disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha memasuki tubuhku belakang. Ketika
itu pula kepala penis Pak Hr yang besar itu menggesek clitoris di liang
senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan
miliknya ke dalam milikku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan benda
itu meluncur masuk ke dalam milikku.
Dan ketika dengan kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya
seluruhnya amblas ke dalam diriku aku tak kuasa menahan diri untuk tidak
mem*kik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga
badanku mengejang beberapa detik.
Pak Hr cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk
seluruhnya dia memberi kesempatan padaku untuk menguasai diri beberapa saat.
Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan kemudian makin
lama makin cepat.
Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap Pak Hr
menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding dalam liang senggamaku sungguh
membuatku lupa ingatan. Pak Hr menyetubuhi aku dengan cara itu. Sementara
bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu
meremas-remas payudaraku. Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras,
runcing dan kaku.
Aku bisa melihat bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk
ke dalam liang kemaluanku. Aku selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke
dalam. Milikku hampir tidak dapat menampung ukuran Pak Hr yang super itu, dan
ini makin membuat Pak Hr tergila-gila.
Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Pak Hr membalik
tubuhku hingga menungging di hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya.
Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas kedua belah payudara aku
yang kini menggantung berat ke bawah. Sebagai seorang wanita aku memiliki daya
tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku kewalahan menghadapi Pak Hr.
Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir setengah jam ia
bertahan. Aku yang kini duduk mengangkangi tubuhnya hampir kehabisan nafas.
Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku merasa sebentar lagi
aku akan memperolehnya. Terus…, terus…, aku tak peduli lagi dengan gerakanku
yang brutal ataupun suaraku yang kadang-kadang mem*kik menahan rasa luar biasa
itu. Dan ketika klimaks itu sampai, aku tak peduli lagi…, aku mem*kik keras
sambil menjambak rambutnya. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang.
Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi memang, aku
mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi masa
bodohlah.
Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku. Pak Hr
kemudian kembali mengambil inisiatif. kini gantian Pak Hr yang menindihi
tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya
mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin
cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuhku.
Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun sudah
berumur tapi masih bertahan segitu lama. Bahkan mengalahkan semua cowok-cowok
yang pernah tidur denganku, walaupun mereka rata-rata sebaya denganku.
Namun beberapa saat kemudi
an, Pak
Hr mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki tua itu bergetar
hebat di atas tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental yang hangat ke dalam
liang kemaluanku dengan derasnya.
Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri.
Kami terbaring kelelahan di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu
bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami masing-masing terdiam
mengumpulkan tenaga kami yang sudah tercerai berai.
Aku sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yang
baru saja aku alami di sekujur tubuhku ini. Terasa benar ada cairan kental yang
hangat perlahan-lahan meluncur masuk ke dalam liang vaginaku. Hangat dan
sedikit gatal menggelitik.
Bagian bawah tubuhku itu terasa benar-benar banjir, basah kuyub.
Aku menggerakkan tanganku untuk menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun
langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan di
sana.
“Bukan main Winda, ternyata kau pun seperti kuda liar!” kata Pak
Hr penuh kepuasan. Aku yang berbaring menelungkup di atas kasur hanya tersenyum
lemah. aku sungguh sangat kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat.
Persetan dengan tubuhku yang masih telanjang bulat.
Pak Hr kemudian bangkit berdiri, ia menyulut sebatang rokok.
Lalu lelaki tua itu mulai mengenakan kembali pakaiannya. Aku pun dengan malas
bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai.
Sambil berpakaian ia bertanya, “Bagaimana dengan ujian saya pak?”.
“Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya”, sahut laki-laki itu pendek.
“Kenapa tidak besok pagi saja?”, protes aku tak puas.
“Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aku minta agar kau tidak
tidur dengan lelaki lain kecuali aku!”, jawab Pak Hr.
Aku sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi akupun segera
dapat menguasai keadaanku. Rupanya dia belum puas dengan pelayanan
habis-habisanku barusan.
“Aku tidak bisa janji!”, sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan keluar
dari kamar mencari kamar mandi. Pak Hr hanya mampu terbengong mendengar
jawabanku yang seenaknya itu.
Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Hr, ini
pertemuanku yang ketiga dengan laki-laki itu demi menebus nilai ujianku yang
selalu jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar
dia bisa main denganku. Dasar…, namun harus kuakui, dia laki-laki hebat, daya
tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan usianya yang hapir
mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih
sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aku datang, dan
dua kali di kamar tidur. Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum
membersihkan diri dan pulang. Berutung kali ini, aku bisa memaksanya
menandatangani berkas ujian susulanku.
“Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan”
, katanya sambil membubuhkan nilai A di berkas ujianku.
“Selama bapak masih bisa memberiku nilai A”, kataku pendek.
“Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!”.
“Terima kasih pak!” kataku sambil tak lupa memberikan senyum semanis mungkin.
“Winda!” teriakan seseorang mengejutkan lamunanku. Aku menoleh
ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam mobil yang
berjalan perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yang
sangat aku benci muncul dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun
terakhir itu.
“Masuklah Winda…”.
“Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!”, Aku masih mencoba menolak
dengan halus.
“Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dengan pak Hr saja kau mau!”.
Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.
“Da…,Darimana kau tahu?”.
“Nah, jadi benar kan…, padahal aku tadi hanya menduga-duga! ”
“Sialan!”, Aku mengumpat di dalam hati, harusnya tadi aku bersikap lebih
tenang, aku memang selalu nervous kalau ketemu cowok satu ini, rasanya ingin
buru-buru pergi dari hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang
seram itu.
Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur,
cowok ini hitam tinggi besar dengan postur sedikit gemuk, janggut dan cambang
yang tidak pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dipelihara panjang
ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan dengan
benar sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu. Dengan asesoris kalung,
gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian…, cukup menunjukkan
bahwa dia ini orang yang memang punya duit. Namun, aku menjadi muak dengan
penampilan seperti itu.
Dino memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan
dengan kekuatan uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah
satu momok yang paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama,
dan mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani
mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.
“Gimana? Masih tidak mau masuk?”, tanya dia setengah mendesak.
Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak
menyukai laki-laki ini, Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan lain,
bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan pak Hr, dan aku
sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin, tunanganku.
Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini
berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja ajakannya.
Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dengan orang
yang berada di sebelahnya supaya berpindah ke jok belakang. Aku membanting
pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil
nyengir kuda. Kesenangan.
“Ke mana kita?”, tanyaku hambar.
“Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?”, tanya Dino pura-pura
heran.
“Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?”, Suaraku sudah
sedemikian pasrahnya. Aku sudah tidak mau berpikir panjang lagi untuk meminta
dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa.
“Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dino!”, Dia berkomentar.
“Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang itu namanya Maki, orang dengan penampilan
hampir mirip dengan Dino kecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.
“Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat merindukanmu Winda!”, pancing Dino.
“Sesukamulah. ..!”, Aku tahu benar memang itu yang diinginkannya.
Dino tertawa penuh kemenangan.
Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks
perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah
yang cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu
Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya kelihatan
diparkir sekenanya tak beraturan.
Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa,
sebuah rak perabotan pecah belah. Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga
tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski
sebuah bar dengan rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan,
menghadap ke taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya
baru saja dimatikan dengan tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.
Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan
seorang gadis, yang jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Mereka semua
mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang
sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi
seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sementara si gadis berperawakan
tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan panjang
tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dengan poni
tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa
ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui dia memang cantik, seperti bintang
film drama Mandarin. Berbeda dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini
kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka, dilihat dari tampangnya yang
masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang langsung
bisa aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan
orang-orang ini.
Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dengan
mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito berbadan tambun
dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka
semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata “lapar” membuat aku tanpa
sadar menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat
tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini.
Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung
menuju sebuah kamar yang ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu,
sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan kamar-kamar
yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.
Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu saja di lantai
kamar. Dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi
sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan
majalah-majalah yang cover depannya saja bisa membuat orang merinding.
Bergambar perempuan-perempuan telanjang.
Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar
ini. Aku beranjak ke jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu kelihatan
sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku
berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari
blouse, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku.
Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap Dino.
Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di
hadapanku kini tidak hanya ada Dino, namun Maki juga sedang berdiri di situ
sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku untuk
menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua
laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Ayolah Winda, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu
kepada beberapa laki-laki lain?”.
“Kurang ajar kau Dino!” Aku mengumpat sekenanya.
Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi
serius, sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar, “Apakah
engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh
melupakan kejadian ini.”
Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aku
lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang yang bertampang seram seperti ini. Tapi
seperti yang dia bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan
berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai
gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga
karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.Cerita
Sex 2015
Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan ke
arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH yang aku pakai. Baju yang
tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke
lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas
dan sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu ke arah Dino yang kemudian
ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam mangkuk bra-ku dengan
penuh perasaan.
“Harum!”, katanya.
Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika
ditemukannya ia berhenti.
“36B!”, katanya pendek.
Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku ini.
“BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!”, katanya seraya
memberikan BH itu kepada Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi
benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan
payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.
Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino
melangkah mendekatiku. Ia meraih kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut dan
melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung.
“Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!”
Ia terus berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang.
Ia sibakkan rambutku dan memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku,
sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang. Lalu ia
menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menjelajah di sekitar
leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana. Kedua belah
tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk pinggangku kini mulai
merayap naik dan mulai meremas-remas kedua belah payudaraku dengan gemas. Aku
masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi sama sekali selain
memejamkan mataku.
Dino rupanya tidak begitu suka aku bersikap pasif, dengan kasar
ia menarik wajahku hingga bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri
saja tak memberikan reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha
masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas menjilati
lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.
Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk menikmati perasaan itu
dengan utuh. Tak ada gunanya aku menolak, hal itu akan membuatku lebih
menderita lagi. Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan
telapak tangannya di payudaraku sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya
memilin-milin puting susuku, pertahananku akhirnya bobol juga. Memang, aku
sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga
dengan mudahnya Dino mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai
memberanikan menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di belakangku.
Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju sofa dan
duduk di sana, sambil pandangan matanya tidak pernah lepas dari kami berdua.
Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dino terus
merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu merosot
lagi menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai akhirnya hinggap di
salah satu pucuk bukit di dadaku, Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat
puting susuku melejit Dino untuk mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu
pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya
mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya
kempot.
Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli
yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang,
melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah
anggur yang ranum itu dipermainkan pula dengan lidah Dino yang kasap.
Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai
putingnya menempel pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik
kepalanya sehingga semakin membenam di kedua gunung kembarku yang putih dan
padat. Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu.
Mengapa aku justeru tenggelam dalam permaianan itu? Semula aku hanya merasa
terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya,
permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa sadar aku
mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan cemerlang oleh Dino.
“Winda…”, “Ya?”, “Kau suka aku perlakukan seperti ini?”. Aku hanya mengangguk.
Dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus diremas-remas dan puting
susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa.
Puting susu yang mungil itu hanya sebentar saja sudah berubah membengkak, keras
dan mencuat semakin runcing.
“Hsss…, ah!”, Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan
lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan merayap mencari liang
yang ada di selangkanganku. Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu
mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap dan ketika sudah
terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh
dinding-dinding dalam liang itu.
Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui
payudaraku, Dino meneruskan aksinya di dalam liang gelap yang sudah basah itu.
Makin lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan, kedua
buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar.
Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Dan
yang membuat aku tambah gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke
dalam liang vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku. Aku tak kuasa untuk
menahan diri.
“Nggghh…!” , mulutku mulai meracau. Aku sungguh kewalahan
dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan
tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku
yang terengah-engah. Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini
tiba-tiba saja Dino telah berdiri telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang
tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri mengangkang
persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya.
Disitu, aku melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar
panjang kehitaman dengan bulu hitam yang lebat di daerah pangkalnya.
Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik
mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku tahu apa yang dimauinya, bahkan
sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai para lelaki. Di mana
ketika aku melakukan oral seks terhadap kelaminnya.
Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa yang harus kulakukan.
Benda itu telah masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku yang
berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu
berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu dengan
segala kemampuanku aku mulai mengelomoh batang itu sambil kadang-kadang
menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya bergetar hebat menahan rasa yang tak
tertahankan.
Pada saat itu aku sempat melirik ke arah sofa di mana Maki
berada, dan ternyata laki-laki ini sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan
perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan batang kejantanannya dan
mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku buyar
ketika Dino menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu
menarik tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu
dengan cepat ia melucuti celana dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia
takut aku akan memakainya kembali.
Untuk beberapa detik mata Dino nanar memandang bagian bawah
tubuhku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi. Si Makipun sampai berdiri
mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan.
Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai merenggangkan kedua
belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke
pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang
kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat
basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan
mata.
Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda lonjong yang mulai
menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku menahan nafas ketika terasa ada benda
asing mulai menyeruak di situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan
jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki menyeruak masuk ke
dalam liang vaginaku.
Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk
semakin dalam. Dan ketika sudah masuk setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya
dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak karena terasa
nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu,
Dino sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.
Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar
menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga aku mem*kik keras setiap kali
kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat
yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di
sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa nikmat yang tak terkira. Namun
aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku sampai menangis
menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dino menghunjam, tapi aku semakin
mempererat pelukanku, Pedih, tapi aku juga tak bersedia Dino menyudahi
perlakuannya terhadap diriku.
Aku semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus
bergulat dalam posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa
di sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang
aku benci. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas.
Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku hingga kini aku
bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia ingin meneruskannya
dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.
Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan
leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku
yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat
serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat dan
semakin kasar.
Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk mengangkang di
depanku. Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. Ia menyodorkan batang
penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah
memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku.
Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang sedang
menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang sedang memaksaku melakukan oral seks
terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan
untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting
susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak
bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi
seperti ini.
Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan
penis pada tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam.
Kadang-kadang aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku
mengalah dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala gerakan.
Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di
sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya saat bermain seks ternyata mengakibatkan
diriku melambung di luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali
tubuhku mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang
dengan beruntun seperti tak berkesudahan.
Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme. Batang penisnya
menyemprotkan air mani dengan deras ke dalam liang vaginaku. Benda itu
menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku.
Aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian
meluap keluar meleleh di salah satu pahaku. Sesudah itu mereka berganti tempat.
Maki mengambil alih perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style. Batang
kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir
rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat
licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah bercampur dengan air
mani Dino yang sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani
Maki seorang, karena Dino dengan nafas yang tersengal-sengal telah duduk
telentang di atas sofa yang tadi diduduki Maki untuk mengumpulkan tenaga. Aku
mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu
gerakkannya. Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih
dan mengaduh tak berkesudahan.
Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke dalam ruangan.
Tanpa basa-basi, mereka pun langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang
bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan mesum yang sedang
terjadi antara aku dan Maki. Bram nampak kelihatan tidak sabaran Tetapi aku
sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk
memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung berat ke bawah.
Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan kembali telentang di atas
kasur dan pada saat itu Bram dengan tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke
dalam mulutku. Aku sudah setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki
menggeluti tubuhku. Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut
masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari
tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian
menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang
bergoyang-goyang di atasnya.
Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaku
lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamka n miliknya ke dalam milikku.
Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia
terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak
bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang diakibatkan oleh
gerakan Titolah yang membuat Bram makin terangsang. Bukan lagi kuluman dan
jilatan yang harusnya aku lakukan dengan lidah dan mulutku.
Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dengan
meremas kedua belah payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak mengaduh
kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-sengal
memisahkan diri dari diriku. Dan pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang
keras. Batang kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar
dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Aku meronta, ingin
mengeluarkan banda itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram yang kokoh tetap
menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah
hampir habis. Cairan kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak
sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi daerah sekitar bibirku sampai
meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba
menelan semua yang ada supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku. Aku
memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang tidak
karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam
diriku. Sungguh sangat erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun
akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian kalinya.
Dengan ekor mataku aku kembali melihat seseorang masuk ke
ruangan yang ternyata si bule dan orang itu juga mulai membuka celananya. Aku
menggigit bibir, dan mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan
mata ketika Marchell mulai menindihi tubuhku. Pasrah.
Tidak lama kemudian setelah orang terakhir melaksanakan
hasratnya pada diriku mereka keluar. aku merasa seluruh tubuhku luluh lantak.
Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung,
aku bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaianku seadanya dan pergi mencari
kamar mandi.
Aku berpapasan dengan Dino yang muncul dari dalam sebuah ruangan
yang pintunya terbuka. Lelaki itu sedang sibuk mengancingkan retsluiting
celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas tempat
tidur tubuh Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh Maki yang
bergerak-gerak cepat. Memacu naik turun. Gadis itu menggelinjang- gelinjang
setiap kali Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti
diriku.
“Di mana aku bisa menemukan kamar mandi?” tanyaku pada Dino.
Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi
lagi aku segera beranjak menuju pintu itu.
Di sana aku mandi berendam air panas sambil mengangis. Aku tidak
tahu saya sudah terjerumus ke dalam apa kini. Yang membuat aku benci kepada
diriku sendiri, walaupun aku merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu,
namun demikian setiap kali teringat kejadian barusan, langsung saja
selangkanganku basah lagi.
Aku berendam di sana sangat lama, mungkin lebih dari satu jam
lamanya. Setelah terasa kepenatan tubuhku agak berkurang aku menyudahi mandiku.
Dengan berjalan tertatih-tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan
mencari pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aku keluar dari
rumah itu.
Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor masuk ke kamar. Aku
tak peduli dengan kakakku yang terheran-heran melihat tingkah lakuku yang tidak
biasa, aku tak menyapanya karena memang sudah tidak ada keinginan untuk
berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala perasaan campur aduk itu,
kekesalan, dan sakit hati dengan menangis.