Sudah dua tahun ini
aku menikah dengan Virni, dia seorang model iklan dan enam bulan lalu, dia
menjadi seorang bintang sinetron, sementara aku sendiri adalah seorang
wiraswasta di bidang pompa bensin. Usiaku kini 32 tahun, sedangkan Virni usia
21 tahun. Virni seorang yang cantik dengan kulit yang putih bersih mungkin
karena keturunan dari ibunya.
Aku pun bangga
mempunyai istri secantik dia. Ibunya Virni, mertuaku, sebut saja Mama Mona,
orangnya pun cantik walau usianya sudah 39-tahun. Mama Mona merupakan istri
ketiga dari seorang pejabat negara ini, karena istri ketiga jadi suaminya
jarang ada di rumah, paling-paling sebulan sekali. Sehingga Mama Mona bersibuk
diri dengan berjualan berlian.
Aku tinggal bersama
istriku di rumah ibunya, walau aku sndiri punya rumah tapi karena menurut
istriku, ibunya sering kesepian maka aku tinggal di “Pondok Mertua Indah”. Aku
yang sibuk sekali dengan bisnisku, sementara Mama Mona juga sibuk, kami jadi
kurang banyak berkomunikasi tapi sejak istriku jadi bintang sinetron 6 bulan
lalu, aku dan Mama Mona jadi semakin akrab malahan kami sekarang sering
melakukan hubungan suami istri, inilah ceritanya.
Sejak istriku sibuk
syuting sinetron, dia banyak pergi keluar kota, otomatis aku dan mertuaku
sering berdua di rumah, karena memang kami tidak punya pembantu. Tiga bulan
lalu, ketika istriku pergi ke Jogja, setelah kuantar istriku ke stasiun kereta
api, aku mampir ke rumah pribadiku dan baru kembali ke rumah mertuaku kira-kira
jam 11.00 malam. Ketika aku masuk ke rumah aku terkaget, rupanya mertuaku belum
tidur. Dia sedang menonton TV di ruang keluarga.
“Eh, Mama.. belum
tidur..”
“Belum, Tom.. saya takut tidur kalau di rumah belum ada orang..”
“Oh, Maaf Ma, saya tadi mampir ke rumah dulu.. jadi agak telat..”
“Virni.. pulangnya kapan?”
“Ya.. kira-kira hari Rabu, Ma.. Oh.. sudah malam Ma, saya tidur dulu..”
“Ok.. Tom, selamat tidur..”
“Belum, Tom.. saya takut tidur kalau di rumah belum ada orang..”
“Oh, Maaf Ma, saya tadi mampir ke rumah dulu.. jadi agak telat..”
“Virni.. pulangnya kapan?”
“Ya.. kira-kira hari Rabu, Ma.. Oh.. sudah malam Ma, saya tidur dulu..”
“Ok.. Tom, selamat tidur..”
Kutinggal Mama Mona
yang masih nonton TV, aku masuk ke kamarku, lalu tidur. Keesokannya, Sabtu Pagi
ketika aku terbangun dan menuju ke kamar makan kulihat Mama Mona sudah
mempersiapkan sarapan yang rupanya nasi goreng, makanan favoritku.
“Selamat Pagi, Tom..”
“Pagi.. Ma, wah Mama tau aja masakan kesukaan saya.”
“Kamu hari ini mau kemana Tom?”
“Tidak kemana-mana, Ma.. paling cuci mobil..”
“Bisa antar Mama, Mama mau antar pesanan berlian.”
“Ok.. Ma..”
“Pagi.. Ma, wah Mama tau aja masakan kesukaan saya.”
“Kamu hari ini mau kemana Tom?”
“Tidak kemana-mana, Ma.. paling cuci mobil..”
“Bisa antar Mama, Mama mau antar pesanan berlian.”
“Ok.. Ma..”
Hari itu aku menemani
Mama pergi antar pesanan dimana kami pergi dari jam 09.00 sampai jam 07.00
malam. Selama perjalanan, Mama menceritakan bahwa dia merasa kesepian sejak
Virni makin sibuk dengan dirinya sendiri dimana suaminya pun jarang datang,
untungnya ada diriku walaupun baru malam bisa berjumpa. Sejak itulah aku jadi
akrab dengan Mama Mona.
Sampai di rumah
setelah berpergian seharian dan setelah mandi, aku dan Mama nonton TV
bersama-sama, dia mengenakan baju tidur modelnya baju handuk sedangkan aku
hanya mengenakan kaus dan celana pendek. Tiba-tiba Mama menyuruhku untuk
memijat dirinya.
“Tom, kamu capek nggak, tolong pijatin leher Mama yach.. habis pegal banget nih..”
“Dimana Ma?”
“Sini.. Leher dan punggung Mama..”
“Tom, kamu capek nggak, tolong pijatin leher Mama yach.. habis pegal banget nih..”
“Dimana Ma?”
“Sini.. Leher dan punggung Mama..”
Aku lalu berdiri
sementara Mama Mona duduk di sofa, aku mulai memijat lehernya, pada awalnya
perasaanku biasa tapi lama-lama aku terangsang juga ketika kulit lehernya yang
putih bersih dan mulus kupijat dengan lembut terutama ketika kerah baju
tidurnya diturunkan makin ke bawah dimana rupanya Mama Mona tidak mengenakan BH
dan payudaranya yang cukup menantang terintip dari punggungnya olehku dan juga
wangi tubuhnya yang sangat menusuk hidungku.
“Maaf, Ma.. punggung
Mama juga dipijat..”
“Iya.. di situ juga pegal..”
“Iya.. di situ juga pegal..”
Dengan rasa sungkan
tanganku makin merasuk ke punggungnya sehingga nafasku mengenai lehernya yang
putih, bersih dan mulus serta berbulu halus. Tiba-tiba Mama berpaling ke arahku
dan mencium bibirku dengan bibirnya yang mungil nan lembut, rupanya Mama Mona
juga sudah mulai terangsang.
“Tom, Mama kesepian.. Mama membutuhkanmu..” Aku
tidak menjawab karena Mama memasukkan lidahnya ke mulutku dan lidah kami
bertautan. Tanganku yang ada di punggungnya ditarik ke arah payudaranya
sehingga putingnya dan payudaranya yang kenyal tersentuh tanganku. Hal ini
membuatku semakin terangsang, dan aku lalu merubah posisiku, dari belakang
sofa, aku sekarang berhadapan dengan Mama Mona yang telah meloloskan bajunya
sehingga payudaranya terlihat jelas olehku.
Aku tertegun, rupanya
tubuh Mama Mona lebih bagus dari milik anaknya sendiri, istriku. Aku baru
pertama kali ini melihat tubuh ibu mertuaku yang toples.
“Tom, koq bengong, khan Mama sudah bilang, Mama kesepian..”
“iya.. iya.. iya Mah,”
“Tom, koq bengong, khan Mama sudah bilang, Mama kesepian..”
“iya.. iya.. iya Mah,”
Ditariknya tanganku
sehingga aku terjatuh di atas tubuhnya, lalu bibirku dikecupnya kembali. Aku
yang terangsang membalasnya dengan memasukkan lidahku ke mulutnya. Lidahku
disedot di dalam mulutnya. Tanganku mulai bergerilya pada payudaranya.
Payudaranya yang berukuran 36B sudah kuremas-remas, putingnya kupelintir yang
membuat Mama Mona menggoyangkan tubuhnya karena keenakan.
Tangannya yang mungil
memegang batangku yang masih ada di balilk celana pendekku. Diusap-usapnya
hingga batangku mulai mengeras dan celana pendekku mulai diturunkan sedikit,
setelah itu tangannya mulai mengorek di balik celana dalamku sehingga
tersentuhlah kepala batangku dengan tangannya yang lembut yang membuatku
gelisah.
Keringat kami mulai
bercucuran, payudaranya sudah tidak terpegang lagi tanganku tapi mulutku sudah
mulai menari-nari di payudaranya, putingnya kugigit, kuhisap dan kukenyot
sehingga Mama Mona kelojotan, sementara batangku sudah dikocok oleh tangannya
sehingga makin mengeras. Tanganku mulai meraba-raba celana dalamnya, dari sela-sela
celana dan pahanya yang putih mulus kuraba vaginanya yang berbulu lebat.
Sesekali kumasuki jariku pada liang vaginanya yang membuat dirinya makin
mengelinjang dan makin mempercepat kocokan tangannya pada batangku.
Hampir 10 menit
lamanya setelah vaginanya telah basah oleh cairan yang keluar dengan berbau
harum, kulepaskan tanganku dari vaginanya dan Mama Mona melepaskan tangannya
dari batangku yang sudah keras. Mama Mona lalu berdiri di hadapanku,
dilepaskannya baju tidurnya dan celana dalamnya sehingga aku melihatnya dengan
jelas tubuh Mama Mona yang bugil dimana tubuhnya sangat indah dengan tubuh
tinggi 167 cm, payudara berukuran 36B dan vagina yang berbentuk huruf V dengan
berbulu lebat, membuatku menahan ludah ketika memandanginya.
“Tom, ayo.. puasin
Mama..”
“Ma.. tubuh Mama bagus sekali, lebih bagus dari tubuhnya Virni..”
“Ah.. masa sih..”
“Iya, Ma.. kalau tau dari 2 tahun lalu, mungkin Mamalah yang saya nikahi..”
“Ah.. kamu bisa aja..”
“Iya.. Ma.. bener deh..”
“Iya sekarang.. puasin Mama dulu.. yang penting khan kamu bisa menikmati Mama sekarang..”
“Kalau Mama bisa memuaskan saya, saya akan kawini Mama..”
“Ma.. tubuh Mama bagus sekali, lebih bagus dari tubuhnya Virni..”
“Ah.. masa sih..”
“Iya, Ma.. kalau tau dari 2 tahun lalu, mungkin Mamalah yang saya nikahi..”
“Ah.. kamu bisa aja..”
“Iya.. Ma.. bener deh..”
“Iya sekarang.. puasin Mama dulu.. yang penting khan kamu bisa menikmati Mama sekarang..”
“Kalau Mama bisa memuaskan saya, saya akan kawini Mama..”
Mama lalu duduk lagi,
celana dalamku diturunkan sehingga batangku sudah dalam genggamannya, walau
tidak terpegang semua karena batangku yang besar tapi tangannya yang lembut
sangat mengasyikan.
“Tom, batangmu besar sekali, pasti Virni puas yach.”
“Ah.. nggak. Virni.. biasa aja Ma..”
“Ya.. kalau gitu kamu harus puasin Mama yach..”
“Ok.. Mah..”
“Tom, batangmu besar sekali, pasti Virni puas yach.”
“Ah.. nggak. Virni.. biasa aja Ma..”
“Ya.. kalau gitu kamu harus puasin Mama yach..”
“Ok.. Mah..”
Mulut mungil Mama Mona
sudah menyentuh kepala batangku, dijilatnya dengan lembut, rasa lidahnya
membuat diriku kelojotan, kepalanya kuusap dengan lembut. Batangku mulai
dijilatnya sampai biji pelirku, Mama Mona mencoba memasukkan batangku yang
besar ke dalam mulutnya yang mungil tapi tidak bisa, akhirnya hanya bisa masuk
kepala batangku saja dalam mulutnya.
Hal ini pun sudah
membuatku kelojotan, saking nikmatnya lidah Mama Mona menyentuh batangku dengan
lembut. Hampir 15 menit lamanya batangku dihisap membuatnya agak basah oleh
ludah Mama Mona yang sudah tampak kelelahan menjilat batangku dan membuatku
semakin mengguncang keenakan. Setelah itu Mama Mona duduk di Sofa dan sekarang
aku yang jongkok di hadapannya. Kedua kakinya kuangkat dan kuletakkan di
bahuku. Vagina Mama Mona terpampang di hadapanku dengan jarak sekitar 50 cm
dari wajahku, tapi bau harum menyegarkan vaginanya menusuk hidungku.
“Ma, Vagina Mama wangi
sekali, pasti rasanya enak sekali yach.”
“Ah, masa sih Tom, wangi mana dibanding punya Virni dari punya Mama.”
“Jelas lebih wangi punya mama dong..”
“Ah, masa sih Tom, wangi mana dibanding punya Virni dari punya Mama.”
“Jelas lebih wangi punya mama dong..”
“Aaakkhh..”
Vagina Mama Mona telah
kusentuh dengan lidahku. Kujilat lembut liang vagina Mama Mona, vagina Mama
Mona rasanya sangat menyegarkan dan manis membuatku makin menjadi-jadi memberi
jilatan pada vaginanya.
“Ma, vagina.. Mama sedap sekali.. rasanya segar..”
“Iyaah.. Tom, terus.. Tom.. Mama baru kali ini vaginanya dijilatin.. ohh.. terus.. sayang..”
“Ma, vagina.. Mama sedap sekali.. rasanya segar..”
“Iyaah.. Tom, terus.. Tom.. Mama baru kali ini vaginanya dijilatin.. ohh.. terus.. sayang..”
Vagina itu makin
kutusuk dengan lidahku dan sampai juga pada klitorisnya yang rasanya juga
sangat legit dan menyegarkan. Lidahku kuputar dalam vaginanya, biji klitorisnya
kujepit di lidahku lalu kuhisap sarinya yang membuat Mama Mona menjerit
keenakan dan tubuhnya menggelepar ke kanan ke kiri di atas sofa seperti cacing
kepanasan.
“Ahh.. ahh.. oghh oghh.. awww.. argh.. arghh.. lidahmu Tom.. agh, eena..
enakkhh.. aahh.. trus.. trus..” Klitoris Mama Mona yang manis sudah habis
kusedot sampai berulang-ulang, tubuh Mama Mona sampai terpelintir di atas sofa,
hal itu kulakukan hampir 30 menit dan dari vaginanya sudah mengeluarkan cairan
putih bening kental dan rasanya manis juga, cairan itupun dengan cepat kuhisap
dan kujilat sampai habis sehingga tidak ada sisa baik di vaginanya maupun paha
mama Mona.
“Ahg.. agh.. Tom..
argh.. akh.. akhu.. keluar.. nih.. ka.. kamu.. hebat dech..” Mama Mona langsung
ambruk di atas sofa dengan lemas tak berdaya, sementara aku yang merasa segar
setelah menelan cairan vagina Mama Mona, langsung berdiri dan dengan cepat
kutempelkan batang kemaluanku yang dari 30 menit lalu sudah tegang dan keras
tepat pada liang vagina Mama Mona yang sudah kering dari cairan. Mama Mona
melebarkan kakinya sehingga memudahkanku menekan batangku ke dalam vaginanya,
tapi yang aku rasakan liang vagina Mama Mona terasa sempit, aku pun keheranan.
“Ma.. vagina Mama koq
sempit yach.. kayak vagina anak gadis.”
“Kenapa memangnya Tom, nggak enak yach..”
“Justru itu Ma, Mama punya sempit kayak punya gadis. Saya senang Ma, karena vagina Virni sudah agak lebar, Mama hebat, pasti Mama rawat yach?”
“Iya, sayang.. walau Mama jarang ditusuk, vaginanya harus Mama rawat sebaik-baiknya, toh kamu juga yang nusuk..”
“Kenapa memangnya Tom, nggak enak yach..”
“Justru itu Ma, Mama punya sempit kayak punya gadis. Saya senang Ma, karena vagina Virni sudah agak lebar, Mama hebat, pasti Mama rawat yach?”
“Iya, sayang.. walau Mama jarang ditusuk, vaginanya harus Mama rawat sebaik-baiknya, toh kamu juga yang nusuk..”
“Iya Ma, saya senang
bisa menusukkan batang saya ke vagina Mama yang sedaap ini..”
“Akhh.. batangmu besar sekali..”
Vagina Mama Mona sudah terterobos juga oleh batang kemaluanku yang diameternya 4 cm dan panjangnya 28 cm, setelah 6 kali kuberikan tekanan.
“Akhh.. batangmu besar sekali..”
Vagina Mama Mona sudah terterobos juga oleh batang kemaluanku yang diameternya 4 cm dan panjangnya 28 cm, setelah 6 kali kuberikan tekanan.
Pinggulku kugerakan
maju-mundur menekan vagina Mama Mona yang sudah tertusuk oleh batangku, Mama
Mona hanya bisa menahan rasa sakit yang enak dengan memejamkan mata dan
melenguh kenikmatan, badannya digoyangkan membuatku semakin semangat
menggenjotnya hingga sampai semua batangku masuk ke vaginanya. “Tom.. nggehh..
ngghh.. batangmu menusuk sampai ke perut.. nich.. agghh.. agghh.. aahh..
eenaakkhh..” Aku pun merasa keheranan karena pada saat masukkan batangku ke
vaginanya Mama Mona terasa sempit, tapi sekarang bisa sampai tembus ke
perutnya.
Payudara Mama Mona
yang ranum dan terbungkus kulit yang putih bersih dihiasi puting kecil
kemerahan sudah kuterkam dengan mulutku. Payudara itu sudah kuhisap, kujilat, kugigit
dan kukenyot sampai putingnya mengeras seperti batu kerikil dan Mama Mona
belingsatan, tangannya membekap kepalaku di payudaranya sedangkan vaginanya
terhujam keras oleh batangku selama hampir 1 jam lamanya yang tiba-tiba Mama
Mona berteriak dengan lenguhan karena cairan telah keluar dari vaginanya
membasahi batangku yang masih di dalam vaginanya, saking banyaknya cairan itu
sampai membasahi pahanya dan pahaku hingga berasa lengket.
“Arrgghh.. argghh..
aakkhh.. Mama.. keluar nich Tom.. kamu belum yach..?” Aku tidak menjawab karena
tubuhnya kuputar dari posisi terlentang dan sekarang posisi menungging dimana
batangku masih tertancap dengan kerasnya di dalam vagina Mama Mona, sedangkan
dia sudah lemas tak berdaya. Kuhujam vagina Mama Mona berkali-kali sementara
Mama Mona yang sudah lemas seakan tidak bergerak menerima hujaman batangku,
Payudaranya kutangkap dari belakang dan kuremas-remas, punggungnya kujilat. Hal
ini kulakukan sampai 1 jam kemudian di saat Mama Mona meledak lagi mengeluarkan
cairan untuk yang kedua kalinya, sedangkan aku mencapai puncak juga dimana
cairanku kubuang dalam vagina Mama Mona hingga banjir ke kain sofa saking
banyaknya cairanku yang keluar. “Akhh.. akh.. Ma, Vagina Mama luar biasa
sekali..” Aku pun ambruk setelah hampir 2,5 jam merasakan nikmatnya vagina
mertuaku, yang memang nikmat, meniban tubuh Mama Mona yang sudah lemas lebih
dulu.
Aku dan Mama terbangun
sekitar jam 12.30 malam dan kami pindah tidur ke kamar Mama Mona, setelah
terbaring di sebelah Mama dimana kami masih sama-sama bugil karena baju kami
ada di sofa, Mama Mona memelukku dan mencium pipiku.
“Tom, Mama benar-benar puas dech, Mama pingin kapan-kapan coba lagi batangmu yach, boleh khan..”
“Boleh Ma, saya pun juga puas bisa mencoba vagina Mama dan sekarangpun yang saya inginkan setiap malam bisa tidur sama Mama jika Virni nggak pulang.”
“Iya, Tom.. kamu mau ngeloni Mama kalau Virni pergi?”
“Iya Ma, vagina Mama nikmat sih.”
“Air manimu hangat sekali Tom, berasa dech waktu masuk di dalam vagina Mama.”
“Kita Main lagi Ma..?”
“Iya boleh..”
“Tom, Mama benar-benar puas dech, Mama pingin kapan-kapan coba lagi batangmu yach, boleh khan..”
“Boleh Ma, saya pun juga puas bisa mencoba vagina Mama dan sekarangpun yang saya inginkan setiap malam bisa tidur sama Mama jika Virni nggak pulang.”
“Iya, Tom.. kamu mau ngeloni Mama kalau Virni pergi?”
“Iya Ma, vagina Mama nikmat sih.”
“Air manimu hangat sekali Tom, berasa dech waktu masuk di dalam vagina Mama.”
“Kita Main lagi Ma..?”
“Iya boleh..”
Kami pun bermain dalam
nafsu birahi lagi di tempat tidur Mama hingga menjelang ayam berkokok baru kami
tidur. Mulai hari itu aku selalu tidur di kamar Mama jika istriku ada syuting
di luar kota dan ini berlangsung sampai sekarang.




Post a Comment