Menikmati Calon Pengantin
Tetangga
belakang rumahku mau menikahkan anak gadisnya, namanya santi, umurnya 21 tahun.
Karena rumah Pak Julius sempit dan di dalam gang sempit pula, maka Pak Julius
meminjam rumahku yang tepat berada di depan rumahnya untuk dijadikan tempat
resepsi, sekaligus kamarku di lantai dua dijadikan kamar pengantin. Sedang
rumah Pak Julius sendiri dijadikan dapur untuk memasak. Aku sih tidak
keberatan, karena Pak Julius sudah seperti saudara buatku, lagian aku pikir
menolong orang akan mendatangkan rejeki. Eh ternyata benar aku dapat rejeki
nomplok.
Tetangga
belakang rumahku mau menikahkan anak gadisnya, namanya santi, umurnya 21 tahun.
Karena rumah Pak Julius sempit dan di dalam gang sempit pula, maka Pak Julius
meminjam rumahku yang tepat berada di depan rumahnya untuk dijadikan tempat
resepsi, sekaligus kamarku di lantai dua dijadikan kamar pengantin. Sedang
rumah Pak Julius sendiri dijadikan dapur untuk memasak. Aku sih tidak
keberatan, karena Pak Julius sudah seperti saudara buatku, lagian aku pikir
menolong orang akan mendatangkan rejeki. Eh ternyata benar aku dapat rejeki
nomplok.
Tiga hari sebelum
pernikahan, rumahku sudah ditata, kamar pengantin juga sudah dipersiapkan. Dan
Santi juga sudah diluluri sekujur tubuhnya, biar bersih dan harum. Wajah santi
imut, tubuhnya padat berisi alias montok, toketnya seh tidak terlalu gedhe tapi
kencang. Anaknya juga manja, maklum anak terakhir. Sebenarnya pernikahan itu
bukan maunya Santi, dia dipaksa sama orang tuanya untuk nikah sama Pak Jeremy
yang umurnya sudah 45 tahun. Karena Pak Julius punya utang sama Jeremy,
akhirnya disepakati hutang pak Julius dihapus dan sebagai gantinya pak Jeremy
kawin sama Santi.
Sehari sebelum
pernikahan suasana rumahku dan rumah pak Julius makin sibuk, saudara pak Julius
dan para tetangga sudah berdatangan, membantu memasak dan mempersiapkan
keperluan perkawinan. Santi sendiri sudah mulai tidur di kamar pengantin. Sore
itu aku diminta sama Pak Julius untuk menasehati Santi, agar dia mau dinikahkan
sama Jeremy, pak Julius khawatir Santi akan bertindak nekat.
Aku sanggupi saja permintaan
itu, toh Santi sama aku sudah sangat akrab, dia menganggap aku pamannya
sendiri. Tapi karena kesibukan, permintaan pak Julius itu baru bisa aku lakukan
malam hari, sekitar jam 9 malam. Suasana rumahku sudah sepi, hanya rumah pak
Julius yang masih terdengar ada kesibukan. Aku ajak istritku menemui Santi di
kamar pengantin, tapi istriku menolak dengan alasan capek dan mau tidur.
Akhirnya aku naik
sendiri ke lantai dua, ke kamar pengantin. Dari bawah aku dengar kecipak suara
air, mungkin Santi lagi mandi, pikirku. Aku ketuk pintunya, tak lama kemudian
Santi membukakan pintu kamar dengan berlilitkan handuk. Mataku melotot seperti
mau copot melihat tubuh Santi yang masih agak basah, kulitnya yang kuning
langsat semakin berkilat. Kupandangi Santi sejenak, melihat leher dan belahan
dadanya yang sedikit menyembul, terus pandanganku turun memerhatikan pahanya yg
licin mulus. Kontiku yang masih tersimpan dicelana tiba-tiba bergerak, semakin
lama kupandang paha Santi, semakin tegak kontiku. Pikiran ngeres segera muncul,
enak kali ******* tubuh anak gadis yang masih ranum ini.
“Ehhh om Bernard,
masuk om, maaf Santi baru selesai bilas abis luluran,” katanya.
Lamunanku buyar
mendengar suara Santi. Dengan sedikit jaim aku masuk sambil mengunci pintu
kamar, takut ada orang lain yang menguping pembicaraaan. Aku duduk di kursi
kecil dekat ranjang pengantin. Santi duduk di tepi ranjang, masih hanya dengan
menggunakan handuk yang terlilit di tubuhnya.
“Ada apa om, kok
tiba-tiba kemari?” tanyanya polos. Tidak ada nada keberatan dalam omongannya
itu.
Aku jelaskan aja
maksud kedatanganku, kalo aku disuruh sama bapaknya untuk menasehati dia supaya
mau menikah dengan Jeremy. Aku bilang sebagai anak dia harus bisa membalas budi
baik orang tuanya.
Setelah kusampaikan
semua nasehat yang bisa aku sampaikan, Santi hanya diam saja dengan muka
menunduk. Kulihat ia mulai menangis. Dengan maksud menenangkan hatinya, aku
pindah tempat dudukku di tepi ranjang, di samping Santi. Aku rangkul dia, dan
aku bilang, “Jangan sedih begitu, terima saja, toh ini semua sudah digariskan
sama yang di Atas,” kataku menghibur.
“Santi tidak mau om,
Santi ga mau nikah sama orang tua yang sudah punya anak itu,” katanya
terisak-isak. Aku rengkuh tubuh Santi supaya merapat ke tubuhku. Kupeluk ia
lebih rapat, kepalanya menempel di dadaku. Kucium bau harum lulur dan shampo.
Kontiku yang tadi sudah tidur bangun lagi.
“Om, Santi ga mau
menyerahkan tubuh Santi yang masih perawan ini ke lelaki tua lintah darat itu
om, tolong Santi om,” katanya menghiba.
“Apa yang bisa om
lakukan, Santi?” tanyaku tidak mengerti maksudnya.
Tiba-tiba kepala Santi
menengadah, dan bibirnya mengecup bibirku. Aku tidak berreaksi. Akal sehatku
masih bisa berjalan, aku tidak mau ada skandal di malam perkawinan. Tapi Santi
sudah semakin nekat. Kecupan bibirnya di bibirku sekarang semakin liar, dia
lumat bibirku dan tanngannya melepas handuk yang melilit tubuhnya. Kemudian
tangan yang satu dia letakkan di kepalaku, membuatku tidak bisa lepas dari
ciuman panasnya. Mendapat serangan mendadak seperti itu, pertahanan akal
sehatku mulai goyah. Kubalas juga ciumannya. Kami saling pagut, saling
menghisap lidah dan minum air ludah masing-masing. Kurasakan ludah Santi
bercampur pasta gigi. Aku sudah ga bisa lagi mengontrol akal sehat, langsung
tanganku bergerilya meremasi dua bukit kembarnya yang kencang, padat dan
berisi, pentilnya sudah tegak, tanda dia sudah horny. Santi mendesah kenikmatan
saat jariku bermain di dua bukit kembarnya, dan memilin-milin putingnya.
“akhhhhhhhh ooommmm
bantu Sannnntttiii iooooooommm” desahnya.
Mendengar desahan itu
nafsuku langsung on, aku ga peduli lagi pada amanat pak Julius atau kesetiaan
istriku. Kepalaku langsung nyosor ke payudaranya yang tegak menantang.
Kuisep-isep bergantian payu dara yang montok itu, kugigit-gigit lembut
putingnya yang sudah mengeras. Desahan Santi makin menggelora merasakan
permainan mulutku. Tangannya kini sibuk memereteli bajuku, lalu dilepasnya
celanaku, reflek aku berdiri supaya dia mudah melepas seluruh celanaku. Pertama
celana pendekkku dilepasnya, kemudian celana dalamku. Kami sudah bugil tanpa
sehelai benang menempel di tubuh. Kontolku yang sudah tegang dielus lembut oleh
Santi. Tapi elusan itu sering berubah menjadi tekanan saat Santi merasakan
geli-geli nikmat waktu pentilnya aku isep dengan mulutku.
Kurebahkan Santi di
tempat tidur, pantatnya tepat di pinggir ranjang, kutekuk kakinya ke atas, dan
terpampang jembut yang rapi karena habis dicukur dan tempik yang masih rapat
tapi sudah basah. Aku langsung jongkok, kepalaku tepat di muka memeknya. Aku
cium bau lendir khas perempuan. Kumainkan memeknya dengan jari-jariku, kupilin
klitorisnya. Santi makin menggila, desahannya berubah menjadi erangan….”Ohhhhh
ommmmm aku mau dientottt saaamma ommmm ga mau dientot ama orang tua jelekkkk
itu….. puasin sanntiii ooooommmmm.”
Aku jilati memeknya
yang harum itu, lidahku naik turun di sepanjang memeknya. Sesekali lidahku
menusuk ke dalam memeknya. Sesekali aku isap clitnya. Terus berganti-ganti aku
nikmati memek Santi yang perawan itu. Kujilat-jilat lagi clitnya, sedang jari
telunjukku memainkan memek bagian bawah. Santi semakin kelenjotan, tubuhnya
miring ke kiri dan ke kanan tak beraturan. Kutusukkan lidahku ke dalam
memeknya, kuisap lendir kewanitaannya yang segar sruuuuuppppppp. Dan Santi
memekik tertahan, “oooooooommmmmmmm Sannnnnntttttttttttttttttti
keeeeeeeeeeeluuuuarrr,” dan pahanya menekan kepalaku, satu kakinya menekan
kepalaku agar tidak lepas dari memeknya. Kubiarkan lidahku tetap di dalam
memeknya sampai orgasme Santi selesai. Sambil kujilat habis cairan memek Santi.
Setelah jepitan paha
dan dorongan telapak kakinya mengendur, aku mulai bisa bernafas lega. Aku
berdiri dan merebahkan tubuhku di samping Santi. “ouhhhh enak sekali ommmm,
makasih ya….” kata Santi sambil mencium keningku. Saat itu aku merasa bersyukur
karena dapat memuaskan Santi tanpa harus membobol keperawanannya. Tapi rupanya
Santi belum puas. Dia balikkan tubuhnya, dan sekarang tubuhnya menindih
tubuhku. Santi maunya ****** om masuk ke memek Santi, Santi mau pejuh om di
memek Santi.” Katanya sambil menciumi dadaku.
Aku kaget mendengar
kata-kata jorok yang keluar dari mulut Santi, dan aku tak habis pikir kenapa
Santi senekat itu. Tanpa mempedulikan keherananku, ciuman Santi terus melorot
sampai ke kontolku yang masih tegang. Precum yang ada diujung ****** diusap
pakai lidahnya. Ada rasa geli dikontolku. Dan seperti anak kecil yang dikasih
permen, Santi langsung mengemut kontolku. Dimasukkannya kontolku ke dalam
mulutnya, lalu dikeluarkan lagi, dimasukan lagi begitu seterusnya. Tangannya
meremas-remas lembut biji kontolku. Oughhhhhhh luar biasa. Aku tidak tau
darimana Santi belajar nyepong seenak itu. Aku Cuma bisa merem melek keenakan,
dan tanganku menjambak rambutnya.
Karena sudah ga tahan,
aku tarik Santi ke atas, dan kubalik tubuhnya, dia sekarang menengadah, dan
tubuhku menindih tubuhnya yang ramping itu. Tangan Santi menuntun kontolku
masuk dalam liang kenikmatannya. Karena masih perawan, memek Santi sangat
sempit, dan kontolku yang lumayan besar sulit masuk. Saat itu akal sehatku bekerja.
Aku akan berikan lagi kenikmatan pada Santi, tanpa harus menjebol keperawannya.
Pelan-pelan kumasukkan kontolku, sampai kepalanya bisa masuk, lalu kutarik
keluar, kumasukkan lagi, kukeluarkan lagi, inci demi inci kontolku masuk.
Dan kurasakan betul
sentuhan kulit-kulit sensitif itu. Waktu kepala kontolku merasakan ada benda
tumpul yang menahan, segera kuhentikan sodokan kontolku. Aku tahu benda itu
selaput dara, aku tidak mau mengoyaknya. Irama permainan mulai berubah cepat.
Santi yang baru pertama kali merasakan senggama menggelinjang-gelinjang seperti
kuda binal. Kupompakan kontolku maju mundur ke dalam memeknya, meski tetap
menahan diri supaya tidak menerobos keperawanannya. Hanya bagian pangkal
kontolku yang bisa keluar masuk ke memek Santi. Itupun sudah mengalirkan
kenikmatan yang luar biasa buatku. Dan santi sepertinya juga menikmati
permainan itu.
“Akkkkkhhhhh ommmmmmm
trrrrruuuuuussss ommmm ennnnnaaaakkkk….. enttttttootttt aaakk ooomm,
puuuuaaassssinnn aaaaakkkku ssssaaayyyyyaaaaanggg” Santi terus mendesah dan
tubuhnya menggelinjang ga karuan. Desahan Santi seperti minyak yang menyulut
api nafsuku. Kugenjot santi dengan kecepatan tingggi. Akhhhhh oughhhhhh
ssshhhhh Cuma itu yang keluar dari mulutku. “oooooooooooommmmmmmmmmm
ssssaaannnnttttttiiiiiiiiiiiiii nggggeeeeccccoooooottttt” kata Santi. Tubuhnya
bergetar hebat, tanda dia mengalami orgasme yang ketiga kalinya. Dan jepitan
dikontolku makin kuat, ditambah omongan jorok Santi, serta gelinjang tubuhnya,
membuat aku ga kuat lagi menahan dorongan air mani. “santttttiiiiiii aaakuuuuu
mau kellllllluuuuuuarrrrrrrrr.”
Langsung kucabut
kontolku dari memeknya, dan kusemprotkan pejuhku di dada Santi.
Crrrrrrooooottttt crooooottt crottt. Lima kali pejuhku menyemprot di tubuh
Santi, itung-itung sebagai tambahan lulur di badan pengantin. Setelah keluar
semua pejuhku badanku rebah di samping Santi. “oughhhh enak banget memek kamu
Santi, makasih ya….” kataku, sambil menatap langit-langit kamar.
Sesaat kemudian
terdengar isak tangis Santi. Deggg jantungku deg-degan. Mungkin Santi menyesal
sudah bersetubuh denganku. Akal sehat dan rasa berdosa mengganggu pikiranku. “Kenapa
kok kamu menangis Santi?” tanyaku.
“Om jahat….. om ga mau
membantu Santi,” katanya sambil menangis. Aku makin bingung, apa maunya anak
ini.
“Lho bukannya tadi
sudah aku bantu, kamu juga sudah empat kali orgasme?” tanyaku.
“Iya… tapi om nggak
mau menjebol keperawananku. Kata orang kalo keperawanan dijebol itu sakit, tapi
tadi Santi ga ngerasa sakit, artinya Santi masih perawan.”
“Iya, kamu masih
perawan, om pikir biarlah suamimu yang menjebol keperawananmu, bukan aku.”
Kataku menghibur.
“Nggak mau, aku mau om
yang menjebol keperawananku. Aku mau pejuh om di memek Santi. Aku mau kasih si
tua jelek itu sisa-sia aja. Om ga tau kalo dari dulu Santi tertarik ama om,
Santi cinta ama om…..” tangisnya makin tersedu-sedu.
Mendengar pengakuannya
itu aku jadi makin bingung. Aku ga tau harus bagaimana. Akhirnya aku berpikir
lebih baik menuruti kemauannya, daripada dia besok menolak dikawinkan sama
Jeremy. “Okelah Santi, om kabulkan kemauan Santi, tapi kamu janji besok kamu
mau nikah sama Jeremy,” kataku. Santi mengangguk.
Aku ajak Santi ke
kamar mandi yang ada di dalam kamar, kubersihkan tubuh dan memeknya,
kubersihkan juga kontolku. Setelah bersih kutuntun ia ke ranjang pengantin. Di
situ kami kembali saling berpagut. Bahkan sekarang ciuman Santi lebih liar dari
sebelumnya. Aku juga ga mau ketinggalan, aku lepaskan semua beban pikiran yang
menghambat nafsuku. Aku pengen ******* Santi sampai aku puas. Pikiranku sudah
benar-benar dikuasai nafsu.
Ciumanku turun ke
payudaranya yang sudah mengeras lagi, dan tanganku menari-nari di paha Santi
yang licin dan bening. Lalu ciumanku bergeser ke perut, kujilati tali pusarnya.
Santi menggelinjang, geli dan nikmat. Setelah lidah puas menari-nari di pusar,
lidahku menyusur ke bawah, menjilati dan menciumi pahanya. Lalu mulai menyerang
memeknya, tanganku ganti ke atas, meremas-remas payudara yang montok. Kontolku
semakin tegang mendengar lenguhan Santi. “Ommmm entot santi om, puasin santi
malam ini…”
“Iya sayang, malam ini
kamu punya om…..”
Permainan lidahku di
memek santi lebih berani. Lidahku berani menusuk lebih dalam memek santi.
Kugigit-gigit pelan clit Santi. Dan dari mulut santi Cuma terdengar lenguhan.
“oooooughhhhhhh ssshhhhhhhh aaaaakhhhhhh aaakhhhhhhhh” Kurasakan memek Santi
makin banjir lendir, membuat aku semakin bergairah menyedot semua cairan
lendirnya. Dan kurang dari lima menit tubuh Santi kembali menegang, pahanya
kembali menjepit kepalaku, dari mulutnya terdengar desahan. “aaaakkkkhhhhhhh
aakkkkkkkuuuuuuu kkkkkkkeeeelrrruuuuaarrr.” Lendir semakin banjir di memeknya dan
kusedot semua sampai habis. Lendir perawan memang enak dan sedap.
“ayo oooommmm entot
santiiii.” Katanya.
Lalu aku bangun dan
kuarahkan kontolku ke memeknya. Kumasukkan pelan-pelan kontolku ke memeknya
yang sempit. Masih butuh perjuangan biar kepala kontolku bisa masuk ke
memeknya. Dengan beberapa kali maju mundur akhirnya kepala kontolku berhasil
menerobos memeknya. Tubuhku kurebahkan menindih Santi, kucium bibirnya dengan
penuh nafsu. Lalu aku berbisik, “Kalo kamu kesakitan bilang aja, nanti om tahan.”
Santi Cuma mengangguk. Pantatku mulai maju mundur mendorong kontolku mmenerobos
pertahanan anak perawan yang besok pagi mau dinikahkan itu. Pelan-pelan
kumaju-mundurkan kontolku. Inci demi inci kontolku masuk ke memeknya. Sampai
aku merasa selaput dara menahan laju kontolku.
Dan sekarang aku tak
ambil pusing lagi, dengan pelan-pelan kutekan kontolku biar bisa menerobos
keperawanan Santi. Dan kulihat mata Santi terbelalak menahan sakit. Biar dia ga
berteriak, kulumat bibirnya dengan rakus. Pantatku masih terus bekerja maju
mundur berusaha menjebol gawang Santi. Dan tangan Santi memegang pinggangku
seperti ingin menahan. Aku tahu ia menahan sakit, tapi sudah terlanjur. Selaput
dara Santi sudah mulai robek, kontolku sudah mulai bisa masuk tanpa halangan
lagi. Semakin cepat kupompa kontolku ke delam memeknya, biar Santi ga terlalu
lama merasakan sakit. Beberapa saat kemudian rasa sakit sudah hilang digantikan
rasa nikmat. Santi kembali meracau keenakan.
“ommmm trruuuusssssss
yakhhhhhhh…. eeeennnnnnnaaaakkkkk ommmmmmmmmmmmm”
“Ouuuughhhhhhh
yeaaahhhhhhh ommmm jugaaa ennnnakkkkk, memekmu peret banggggeeettt”
Semakin cepat sodokan
kontolku dimemek Santi, semakin rasa desahannya.
“Akhhhhsssshh ommmmm
Santi mooo kellurrraarrrr”
“Sammmma ommmmm
jjjuggga. Keluarin dimana??”
“Di dalem ajahhhh
ooommmmm”
Semakin kupercepat
sodokanku, dan Santi mengimbangi dengan memaju mundurkan pantatnya. Sampai
kemudian kami bersamaan ngecrot. “Ommmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm”.
“Akkkkkkkkkkkkkkkkhhhhhssss
Saaaannnnnnnnnnnnnnn”
Croooooooot crooorrrr
croooooorrrr. 8 kali pejuhku nyemprot di memek Santi. Dan sepertinya Santi juga
banyak keluar lendirnya..
Kulirik jam dinding
sudah jam 2 malam. Segera kucabut kontolku dari memek Santi. Dan kukecum
keningnya. Santi terpejam sebentar dan mengucapkan terima kasih. “Santi
puasssssss banget ******* sama om, om hebat. Santi juga puas ngerjain si tua
bangka itu. Kapan-kapan ******* lagi ya om.” Kujawab dalam hati, siapa yang
nolak diajak ******* sama gadis seliar Santi?
Dan esoknya, di
pelaminan kulihat Santi duduk sambil senyum-senyum memandangku. Senyum
kemenangan dan kepuasan. Sedang Jeremy yang sudah penuh uban itu, duduk dengan
jaim. Kadang muncul rasa kasihan dalam diriku pada Jeremy, karena keperawanan
istri diberikan padaku. Aku yang mendahului malam pertamanya. Tapi apa boleh
buat, Santi yang menentukan




Post a Comment