Nikmatnya Istri Karyawanku
Hari
itu salah seorang direktur perusahaan, Pak Freddy, sedang mengadakan resepsi
pernikahan anaknya di sebuah hotel bintang lima di kawasan Senayan. Tentu saja
akupun diundang, dan malam itu akupun meluncur menuju tempat resepsi diadakan.
Aku
pergi bersama dengan Jason, temanku waktu kuliah di Amerika dahulu. Sesampainya
di hotel tampak para undangan sebagian besar membawa pasangannya masing-masing.
Iri juga melihat mereka ditemani oleh istri dan anak mereka, sedangkan aku,
karena masih bujangan, ditemani oleh si bule ini.
“Selamat
malam Pak..” sapa seseorang agak mengagetkanku. Aku menoleh, ternyata Lia
sekretarisku yang menyapaku. Dia datang bersama tunangannya. Tampak sexy dan
cantik sekali dia malam itu, disamping juga anggun. Berbeda sekali jika
dibandingkan saat aku sedang menikmati tubuhnya,.. Liar dan nakal. Dengan gaun
malam yang berdada rendah, belahan buah dadanya yang besar tampak menggoda.
“Malam
Lia” balasku. Mata Jason tak henti-hentinya menatap Lia, dengan pandangan
kagum. Lia hanya tersenyum manis saja dilihat dengan penuh nafsu seperti itu.
Tampak dia menjaga tingkah lakunya, karena tunangannya berada di sampingnya.
Kamipun
lalu berbincang-bincang sekedarnya. Lalu akupun permisi hendak menyapa para
undangan lain yang datang, terutama para klienku.
“Malam
Pak Robert..” seorang wanita cantik tiba-tiba menyapaku. Dia adalah Santi,
istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku. Mereka baru menikah sekitar
tiga bulan yang lalu.
“Oh
Santi.. Malam” kataku
“Pak Arief dimana?”
“Sedang ke restroom.. Sendirian aja Pak?” tanyanya.
“Sama teman” jawabku sambil memandangi dia yang malam itu tampak cantik dengan gaun malamnya dengan anggun. Belahan gaunnya yang tinggi memamerkan pahanya yang putih menggiurkan. Dadanya walaupun tak sebesar Lia, tampak membusung menantang.
“Makanya, cari istri dong Pak.. Biar ada yang nemenin” katanya sambil tersenyum manis.
“Belum ada yang mau nih”
“Ahh.. Bapak bisa saja.. Pasti banyak banget cewek yang mau sama bapak.. Kalau belum married saya juga mau lho..” jawabnya menggoda.
“Pak Arief dimana?”
“Sedang ke restroom.. Sendirian aja Pak?” tanyanya.
“Sama teman” jawabku sambil memandangi dia yang malam itu tampak cantik dengan gaun malamnya dengan anggun. Belahan gaunnya yang tinggi memamerkan pahanya yang putih menggiurkan. Dadanya walaupun tak sebesar Lia, tampak membusung menantang.
“Makanya, cari istri dong Pak.. Biar ada yang nemenin” katanya sambil tersenyum manis.
“Belum ada yang mau nih”
“Ahh.. Bapak bisa saja.. Pasti banyak banget cewek yang mau sama bapak.. Kalau belum married saya juga mau lho..” jawabnya menggoda.
Memang
Santi ini rasanya punya perasaan tertentu padaku. Tampak dari cara bicaranya
dan cara dia memandangku.
“Oh..
Kalau saya sih mau lho sama kamu biarpun kamu sudah married” kataku sambil
menatap wajahnya yang cantik.
“Ah.. Pak Robert.. Bisa aja..” jawabnya sambil tersipu malu.
“Bener lho mau aku buktiin?” godaku
“Janganlah Pak.. Nanti kalau ketahuan suamiku bisa gawat” jawabnya perlahan sambil tersenyum.
“Kalau nggak ketahuan gimana.. Nggak apa khan?” rayuku lagi.
“Ah.. Pak Robert.. Bisa aja..” jawabnya sambil tersipu malu.
“Bener lho mau aku buktiin?” godaku
“Janganlah Pak.. Nanti kalau ketahuan suamiku bisa gawat” jawabnya perlahan sambil tersenyum.
“Kalau nggak ketahuan gimana.. Nggak apa khan?” rayuku lagi.
Santi
tampak tersipu malu. Wah.. Aku mendapat angin nih.. Memang aku sejak berkenalan
dengan Santi beberapa bulan yang lalu sudah membayangkan nikmatnya menyetubuhi
wanita ini. Dengan kulit putih, khas orang Bandung, rambut sedikit ikal sebahu,
bibir tipis, dan masih muda lagi. Dia baru berumur 24 tahunan.
“Gimana
nih setelah kawin.. Enak nggak? Pasti masih hot y.
“Godaku lagi.
“Biasa aja kok Pak.. Kadang enak.. Kadang nggak.. Tergantung moodnya” jawabnya lirih.
“Godaku lagi.
“Biasa aja kok Pak.. Kadang enak.. Kadang nggak.. Tergantung moodnya” jawabnya lirih.
Dari
jawabannya aku punya dugaan bahwa Pak Arief ini tidak begitu memuaskannya di
atas tempat tidur. Mungkin karena usia Pak Arief yang sudah berumur
dibandingkan dengan dirinya yang masih penuh gejolak hasrat seksual wanita
muda. Pasti jarang sekali dia mengalami orgasme. Uh.. Kasihan sekali pikirku.
Tak
lama Pak Ariefpun datang dari kejauhan.
“Wah..
Pak Arief.. Punya istri cantik begini kok ditinggal sendiri” kataku menggoda.
Santi
tampak senang aku puji seperti itu. Tampak dari tatapan matanya yang haus akan
kehangatan laki-laki tulen seperti aku ini.
“Iya
Pak.. Habis dari belakang nih” jawabnya. Tatapan matanya tampak curiga melihat
aku sedang mengobrol dengan istrinya yang jelita itu. Mungkin dia sudah dengar
kabar akan ke-playboyanku di kantor.
“Ok saya tinggal dulu ya Pak Arief.. Santi” kataku lagi sambil ngeloyor pergi menuju tempat hidangan.
“Ok saya tinggal dulu ya Pak Arief.. Santi” kataku lagi sambil ngeloyor pergi menuju tempat hidangan.
Akupun
mengambil hidangan dan menyantapnya nikmat. Maklum perutku sudah keroncongan,
terlalu banyak basa-basi dengan para tamu undangan tadi. Kulihat si Jason masih
ngobrol dengan Lia dan tunangannya.
Ketika
aku mencari Santi dengan pandanganku, dia juga sedang mencuri pandang padaku
sambil tersenyum. Pak Arief tampak sedang mengobrol dengan tamu yang lain.
Memang payah juga bapak yang satu ini, tidak bisa membahagiakan istrinya.
Santi
kemudian berjalan mengambil hidangan, dan akupun pura-pura menambah hidanganku.
“San..
Kita terusin ngobrolnya di luar yuk” ajakku berbisik padanya
“Nanti saya dicari suami saya gimana Pak..”
“Bilang aja kamu sakit perut.. Perlu ke toilet. Aku tunggu di luar ya”.
“Kataku sambil menahan nafsu melihat lehernya yang putih jenjang, dan lengannya yang berbulu halus
“Nanti saya dicari suami saya gimana Pak..”
“Bilang aja kamu sakit perut.. Perlu ke toilet. Aku tunggu di luar ya”.
“Kataku sambil menahan nafsu melihat lehernya yang putih jenjang, dan lengannya yang berbulu halus
Tak
lama Santipun keluar ruangan resepsi menyusulku. Kamipun pergi ke lantai di
atas, dan menuju toilet. Aku berencana untuk bermesraan dengan dia di sana.
Kebetulan aku tahu suasananya pasti sepi. Sebelum sampai di toilet, ada sebuah
ruangan kosong, sebuah meeting room, yang terbuka. Wah kebetulan nih, pikirku.
Kutarik Santi ke dalam dan kututup pintunya.
Tanpa
basa-basi lagi, aku cium bibirnya yang indah itu. Santipun membalas bergairah.
Tangankupun bergerak merambahi buah dadanya, sedangkan tanganku yang satu
mencari kaitan retsleting di belakang tubuhnya. Kulepas gaunnya sebagian
sehingga tampak buah dadanya yang ranum hanya tertutup BH mungil berwarna krem.
Kuciumi leher Santi yang jenjang itu, dan kusibakkan cup BHnya kebawah sehingga
buah dadanya mencuat keluar. Langsung kujilati dengan rakus buah dada itu, aku
hisap dan aku permainkan putingnya yang sudah mengeras dengan lidahku.
“Oh..
Pak Robertt..” desah Santi sambil menggeliat.
“Enak San..”
“Enak Pak.. Terus Pak..” desahnya lirih.
“Enak San..”
“Enak Pak.. Terus Pak..” desahnya lirih.
Tangankupun
meraba pahanya yang mulus, dan sampai pada celana dalamnya. Tampak Santi sudah begitu
bergairah sehingga celananya sudah lembab oleh cairan kewanitaannya.
Santipun
kemudian tak sabar dan membuka kancing kemeja batikku. Dicium dan dijilatinya
putingku.. Lalu terus ke bawah ke perutku. Kemudian dia berlutut dan dibukanya
retsleting celanaku, dan tangannya yang lentik berbulu halus itu merogoh ke
dalam mengeluarkan kemaluanku dari celana dalamnya. Memang kami sengaja tidak
mau telanjang bulat karena kondisi yang tidak memungkinkan.
“Ohh..
Besar sekali Pak Robert.. Santi suka..” katanya sambil mengagumi kemaluanku
dari dekat.
“Memang punya suamimu seberapa?” tanyaku tersenyum menggoda.
“Mungkin cuma separuhnya Pak Robert.. Oh.. Santi suka..” katanya tak melanjutkan lagi jawabannya karena mulutnya yang mungil itu sudah mengulum kemaluanku.
“Enak Pak?” tanyanya sambil melirik nakal kepadaku. Tangannya sibuk meremas-remas buah zakarku sementara lidahnya menjilati batang kemaluanku.
“Enak sayang.. Ayo isap lagi” jawabku menahan rasa nikmat yang menjalar hebat.
“Memang punya suamimu seberapa?” tanyaku tersenyum menggoda.
“Mungkin cuma separuhnya Pak Robert.. Oh.. Santi suka..” katanya tak melanjutkan lagi jawabannya karena mulutnya yang mungil itu sudah mengulum kemaluanku.
“Enak Pak?” tanyanya sambil melirik nakal kepadaku. Tangannya sibuk meremas-remas buah zakarku sementara lidahnya menjilati batang kemaluanku.
“Enak sayang.. Ayo isap lagi” jawabku menahan rasa nikmat yang menjalar hebat.
Dikulumnya
lagi kemaluanku, sementara kedua tangannya meremas-remas pantatku. Sangat sexy
sekali melihat pemandangan itu. Seorang wanita cantik yang sudah bersuami,
bertubuh padat, sedang berlutut didepanku dengan pipi yang menggelembung
menghisap kemaluanku. Terlebih ketika kemaluanku keluar dari mulutnya, tanpa
menggunakan tangannya dan hanya menggerakkan kepalanya mengikuti gerak
kemaluanku, Santi mengulumnya kembali.
“Hm..
Kontol bapak enak banget.. Santi suka kontol yang besar begini” desahnya.
Tiba-tiba
terdengar bunyi handphone. Santipun menghentikan isapannya.
“Iya
Mas.. Ada apa?” jawabnya.
“Lho Mas udah pikun ya.. Khan Santi tadi usah bilang.. Santi mau ke toilet.. Sakit perut.. Gimana sih” Santi berbicara kepada suaminya yang tak sabar menunggu. Sementara tangan Santi yang satu tetap meraba dan mengocok kemaluan atasan suaminya ini.
“Iya Mas.. Mungkin salah makan nih.. Sebentar lagi Mas.. Sabar ya..”
“Lho Mas udah pikun ya.. Khan Santi tadi usah bilang.. Santi mau ke toilet.. Sakit perut.. Gimana sih” Santi berbicara kepada suaminya yang tak sabar menunggu. Sementara tangan Santi yang satu tetap meraba dan mengocok kemaluan atasan suaminya ini.
“Iya Mas.. Mungkin salah makan nih.. Sebentar lagi Mas.. Sabar ya..”
Kemudian
tampak suaminya berbicara agak panjang di telpon, sehingga waktu tersebut
digunakan Santi untuk kembali mengulum kemaluanku sementara tangannya masih
memegang handphonenya.
“Iya
Mas.. Santi juga cinta sama Mas..” katanya sambil menutup telponnya.
“Suamiku sudah nunggu. Tapi biarin aja deh dia nunggu agak lama, soalnya Santi pengin puas dulu”. Sambil tersenyum nakal Santi kembali menjilati kemaluanku.
“Suamiku sudah nunggu. Tapi biarin aja deh dia nunggu agak lama, soalnya Santi pengin puas dulu”. Sambil tersenyum nakal Santi kembali menjilati kemaluanku.
Aku
sudah ingin menikmati kehangatan tubuh wanita istri bawahanku ini. Kutarik
tangannya agar berdiri, dan akupun tiduran di atas meja meeting di ruangan itu.
Tanpa
perlu dikomando lagi Santi menaiki tubuhku dan menyibak gaun dan celana
dalamnya sehingga vaginanya tepat berada di atas kemaluanku yang sudah
menjulang menahan gairah.
Santi
kemudian menurunkan tubuhnya sehingga kemaluankupun menerobos liang vaginanya
yang masih sempit itu.
“Oh..
My god..” jeritnya tertahan.
Kupegang
pinggangnya dan kemudian aku naik-turunkan sehingga kemaluanku maju mundur
menjelajahi liang nikmat istri cantik Pak Arief ini. Kemudian tanganku bergerak
meremas buah dadanya yang bergoyang saat Santi bergerak naik turun di atas
tubuhku. Sesekali kutarik badannya sehingga buah dadanya bergerak ke depan
wajahku untuk kemudian aku hisap dengan gemas.
“Ohh
Pak Robertt.. Bapak memang jantan..” desahnya
“Ayo
Pak.. Puaskan Santi Pak..” Santi berkata sambil menggoyang-goyangkan badannya
maju mundur di atas kemaluanku. Setelah itu dia kembali menggerakkan badannya
naik turun mengejar kepuasan bercinta yang tak didapatkan dari suaminya.
Setelah
beberapa menit aku turunkan tubuhnya dan aku suruh dia menungging sambil
berpegangan pada tepian meja. Aku sibakkan gaunnya, dan tampak pantatnya yang
putih menggairahkan hanya tertutup oleh celana dalam yang sudah tersibak
kesamping. Kuarahkan kemaluanku ke vaginanya, dan langsung kugenjot dia, sambil
tanganku meremas-remas rambutnya yang ikal itu.
“Kamu
suka San?” kataku sambil menarik rambutnya ke belakang.
“Suka Pak.. Robert.. Suka..”
“Suamimu memang nggak bisa ya”
“Dia lemah Pak.. Oh.. God.. Enak Pak.. Ohh”
“Ayo bilang.. Kamu lebih suka ngentotin suamimu atau aku” tanyaku sambil mencium wajahnya yang mendongak ke belakang karena rambutnya aku tarik.
“Santi lebih suka dientotin Pak Robert.. Pak Robert jantan.. Suamiku lemah.. Ohh.. God..” jawabnya.
“Kamu suka kontol besar ya?” tanyaku lagi
“Iya Pak.. Oh.. Terus Pak.. Punya suamiku kecil Pak.. Oh yeah.. Pak Robert besar.. Ohh yeah oh.. God. Suamiku jelek.. Pak Robert ganteng. Oh god. Enakhh..” Santi mulai meracau kenikmatan.
“Oh.. Pak.. Santi hampir sampai Pak.. Ayo Pak puaskan Santi Pak..” jeritnya.
“Tentu sayang.. Aku bukan suamimu yang lemah itu..” jawabku sambil terus mengenjot dia dari belakang. Tangankupun sibuk meremas-remas buah dadanya yang bergoyang menggemaskan.
“Ahh.. Santi sampai Pak..” Santi melenguh ketika gelombang orgasme menerpanya.
“Suka Pak.. Robert.. Suka..”
“Suamimu memang nggak bisa ya”
“Dia lemah Pak.. Oh.. God.. Enak Pak.. Ohh”
“Ayo bilang.. Kamu lebih suka ngentotin suamimu atau aku” tanyaku sambil mencium wajahnya yang mendongak ke belakang karena rambutnya aku tarik.
“Santi lebih suka dientotin Pak Robert.. Pak Robert jantan.. Suamiku lemah.. Ohh.. God..” jawabnya.
“Kamu suka kontol besar ya?” tanyaku lagi
“Iya Pak.. Oh.. Terus Pak.. Punya suamiku kecil Pak.. Oh yeah.. Pak Robert besar.. Ohh yeah oh.. God. Suamiku jelek.. Pak Robert ganteng. Oh god. Enakhh..” Santi mulai meracau kenikmatan.
“Oh.. Pak.. Santi hampir sampai Pak.. Ayo Pak puaskan Santi Pak..” jeritnya.
“Tentu sayang.. Aku bukan suamimu yang lemah itu..” jawabku sambil terus mengenjot dia dari belakang. Tangankupun sibuk meremas-remas buah dadanya yang bergoyang menggemaskan.
“Ahh.. Santi sampai Pak..” Santi melenguh ketika gelombang orgasme menerpanya.
Akupun
hampir sampai. Kemaluanku sudah berdenyut-denyut ingin mengeluarkan laharnya.
Kutarik tubuh Santi hingga dia kembali berlutut di depanku. Kukocok-kocok
kemaluanku dan tak lama tersemburlah spermaku ke wajahnya yang cantik.
Kuoles-oleskan sisa-sisa cairan dari kemaluanku ke seluruh wajahnya. Kemudian
Santipun mengulum dan menjilati kemaluanku hingga bersih.
“Terimakasih
Pak Robert.. Santi puas sekali” katanya saat dia membersihkan wajahnya dengan
tisu.
“Sama-sama Santi. Saya hanya berniat membantu kok” jawabku sambil bergegas membetulkan pakaianku kembali.
“Ngomong-ngomong, kamu pintar sekali blowjob ya? Sering latihan?” tanyaku.
“Santi sering lihat di VCD aja Pak. Kalau sama suami sih jarang Santi mau begitu. Habis nggak nafsu sih lihatnya”
“Sama-sama Santi. Saya hanya berniat membantu kok” jawabku sambil bergegas membetulkan pakaianku kembali.
“Ngomong-ngomong, kamu pintar sekali blowjob ya? Sering latihan?” tanyaku.
“Santi sering lihat di VCD aja Pak. Kalau sama suami sih jarang Santi mau begitu. Habis nggak nafsu sih lihatnya”
Wah..
Kasihan juga Pak Arief, pikirku geli. Malah aku yang dapat menikmati enaknya
dioral oleh istrinya yang cantik jelita itu.
“Kapan
kita bisa melakukan lagi Pak” kata Santi mengharap ketika kami keluar ruangan
meeting itu.
“Gimana kalau minggu depan aku suruh suamimu ke luar kota jadi kita bisa bebas bersama?”
“Hihihi.. Ide bagus tuh Pak.. Janji ya” Santi tampak gembira mendengarnya.
“Gimana kalau minggu depan aku suruh suamimu ke luar kota jadi kita bisa bebas bersama?”
“Hihihi.. Ide bagus tuh Pak.. Janji ya” Santi tampak gembira mendengarnya.
Kamipun
kembali ke ruangan resepsi. Santi aku suruh turun terlebih dahulu, baru aku
menyusul beberapa menit kemudian. Sesampai di ruang resepsi tampak Jason sedang
mencari aku.
“Hey
man.. Where have you been? I’ve been looking for you”
“Sorry man.., I had to go to the restroom. I had stomachache” jawabku.
“Sorry man.., I had to go to the restroom. I had stomachache” jawabku.
Tak
lama Santi datang bersama Pak Arief suaminya.
“Pak
Robert, kami mau pamit dahulu.. Ini Santi nggak enak badan.. Sakit perut
katanya”
“Oh ya Pak Arief, silakan saja. Istri bapak cantik harus benar-benar dirawat lho..”
“Oh ya Pak Arief, silakan saja. Istri bapak cantik harus benar-benar dirawat lho..”
Santi
tampak tersenyum mendengar perkataanku itu, sementara wajah Pak Arief
menunjukkan rasa curiga. He.. He.. Kasihan, pikirku. Mungkin dia akan syok
berat bila tahu aku baru saja menyetubuhi istrinya yang cantik itu.
Tak
lama aku dan Jason pun pulang. Sebelum pulang aku berpapasan dengan Lia,
sekretarisku. Aku suruh dia untuk mendaftarkan Pak Arief untuk training di
Singapore. Memang baru-baru ini aku mendapat tawaran training ke Singapore dari
salah satu perusahaan. Lebih baik Pak Arief saja yang pergi, pikirku. Toh
memang dia yang mengerjakan pekerjaan itu di kantor, sedangkan aku hanya akan
menolong istrinya yang cantik mengarungi lautan birahi selama dia pergi nanti.
Tak
sabar aku menanti minggu depan datang. Nanti akan aku ceritakan lagi
pengalamanku bersama Santi bila saatnya tiba. Dengan tidak adanya batas waktu
karena terburu-buru, tentu aku akan lebih bisa menikmati dirinya.
Tamat




Post a Comment