Sebut saja namaku Etty (bukan yang
sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku
bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing
tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang
cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan
pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.
Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak
mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II
sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan
perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu
murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik
saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.
Karena kepandaianku bergaul dan pandai
berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak
berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang
aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas
cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih
tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih
bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih
bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.
Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga
(volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama
teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan
makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga
yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi
karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.
Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris
tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang,
“Selamat pagi Paa..aak”, dan dia membalas sembari tersenyum.
“Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley”.
Aku menjawab, “Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak”. “Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu”.
“Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley”.
Aku menjawab, “Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak”. “Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu”.
Aku dan teman-teman mengajak, “Di sini aja
Pak, kita ngobrol-ngobrol”, dia setuju.
“OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan”!
Aku dan teman-teman bilang, “Tidak, Pak.”, lalu aku menimpali lagi, “Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin”, lalu teman-teman yang lain, “Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..”.
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
“Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak”.
Pak Freddy menjawab, “Ah! Ya, ndak apa-apa”.
“OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan”!
Aku dan teman-teman bilang, “Tidak, Pak.”, lalu aku menimpali lagi, “Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin”, lalu teman-teman yang lain, “Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..”.
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
“Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak”.
Pak Freddy menjawab, “Ah! Ya, ndak apa-apa”.
Kemudian sengaja aku menggoda sedikit
pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu
olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat
keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
“Sorry, ya Pak”.
“Sorry, ya Pak”.
Dia menjawab, “That’s OK”. Di dalam hati aku
tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.
Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
“Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang
sendirian?”.
Aku menjawab, “Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”.
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya paké baju dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”.
Dia tersenyum, “Saya kost di sini. Sendirian.”
Aku menjawab, “Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”.
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya paké baju dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”.
Dia tersenyum, “Saya kost di sini. Sendirian.”
Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa
Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, “Udah laper, Et?”.
Aku jawab, “Lumayan, Pak”.
Lalu dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?”.
Langsung kujawab, “Ok-ok aja, Pak.”.
Aku jawab, “Lumayan, Pak”.
Lalu dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?”.
Langsung kujawab, “Ok-ok aja, Pak.”.
Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya
sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena
bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku
melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat
koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah
sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno
dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main.
Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa
yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya
menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar,
panjang dan kekar.
Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”.
Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”.
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke
arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke
atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap,
“Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”.
Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”.
Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”.
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan
membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan
segera.
Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”.
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng”.
Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan”.
Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana”.
Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”.
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng”.
Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan”.
Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana”.
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum,
“Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”.
Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”.
Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”.
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.
Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”.
Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”.
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.
Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy
bertanya lagi, “Betul kamu tidak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja.
Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan
terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan
dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih
tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, “Sakit, Et”.
Pak Freddy bertanya lagi, “Sakit, Et”.
Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu
aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak
Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu
dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa
mendesah”, aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh”.
Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
“Enak, Et?”
“Lumayan, Pak”.
Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
“Enak, Et?”
“Lumayan, Pak”.
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy
mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari
salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali
dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting
payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah
mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan
mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya
kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya
ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
“Boleh saya seperti ini, Et?”.
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.
Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk
memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak
kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy
memperingatkan, “Tahan sakitnya, ya, Et”. Aku tidak menjawab karena menahan
terus rasa sakit dan, “Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak
Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah
tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia
menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi
terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.
Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat
sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah,
“Hah, hah, hah,..”. Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan
spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya.
Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di
dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.
Sekarang rintihanku adalah rintihan
kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku
ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak
tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin
memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang
gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan
kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih
bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku.
Rupanya air maninya sudah keluar dan segera
dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia
masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”.
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini”.
Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”.
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”.
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini”.
Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”.
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.
Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak
Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan
selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, “Kita
mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?”.
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.
Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan
aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi
segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi
ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang
bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang
menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini
sebagai pengalaman saja.
Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku
bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur
pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku
masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa,
dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku
untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah
menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan
keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.




Post a Comment