Pengalaman Mengejutkan
Di rumah, saya tinggal
dengan kedua orang tua dan dua orang adik perempuan, kedua orang tua saya
bekerja dan kedua adik saya masih duduk dibangku sekolah, sedangkan saya kuliah
di salah satu universitas terkenal di Jakarta. Nama saya Agus (bukan nama asli).
Kami tinggal disebuah komplek perumahan yang tidak begitu elit di Bogor. Rumah
kami saling berdekatan dengan tetangga sebelah dan kami cukup mengenal satu
sama lain sehingga terkadang kami saling membantu, mereka datang kerumah atau
sebaliknya.
Kejadiannya lima tahun
yang lalu, suatu ketika tetangga saya pindah rumah. Tepatnya berselang dua
rumah dengan rumah saya. Dalam beberapa hari rumah itu kosong dan yang tersisa
hanya sebuah lampu bohlam yang terus menyala di teras rumahnya. Saya tahu
karena rumah itu selalu saya lalui kalau pulang kerumah. Persisnya satu minggu
setelahnya, Rabu siang hari, disebelah rumah agak sedikit berisik. Saya
kebetulan sedang tidak kuliah penasaran apa yang terjadi disana. Ternyata ada
yang mengisi rumah itu. Saya hanya menonton mereka yang sedang memindahkan
barang-barang kedalam rumah. Setelah saya tanya ternyata rumah itu dibeli oleh
seorang wanita yang rencananya rumah tersebut akan ditempati oleh saudaranya.
Sore hari keesokan
harinya ketika saya hendak pulang, seperti biasa saya melewati rumah itu.
Terlihat seorang wanita, umurnya berkisar 30 tahunan. Saya secara spontan
menemuinya dan memperkenalkan diri saya. Kurang lebih lima menit saya berbicara
dengannya. Namanya Endang, walau lebih tua dari saya tetapi dia tidak mau
dipanggil “Teteh”. Tapi saya bersikeras untuk tetap memanggilnya dengan sebutan
itu. Bentuk tubuhnya lumayan “Bahenol”, wajahnya manis dan murah senyum, dan
dari situ saya tahu bahwa dia hanya berdua dengan seorang pembantu rumah
tangga. Beberapa hari selanjutnya keluarga kami sudah cukup mengenal teh Endang
begitu juga para tetangga yang lain.
Suatu hari saya sedang
tidak kuliah jadi saya santai dirumah, kebetulan saya dirumah sendiri, teh
Endang datang kerumah ingin meminta pertolongan.
“Puunteen..”, katanya
dengan suaranya yang halus dan logat daerahnya yang kental.
“Eh.. teh Endang, ada apa ya?”, sahutku.
“Lho Agus ngga kuliah?”, tanyanya penasaran.
“Engga teh.., engga ada kuliah hari ini, ada apa teh?”, tanyaku lagi.
“Agus bisa bantu Endang ga?”, katanya dengan sedikit canggung.
“Kalo bisa saya bantu kenapa engga teh!”, kataku untuk meyakinkan dia.
“Bener nih? di rumah banyak kursi yang masih berantakan.. jadi Endang minta tolong diatur biar ga berantakan.. soalnya ngehalalangan jalan”, katanya dengan memelas.
“Kan Agus gede badannya jadi Endang minta tolong ya.. enteng koq”, tambahnya sambil menepuk pundakku.
“Masa suka pitnes ga kuat sih!”, katanya sambil tersenyum manis padaku.
“Eh.. teh Endang, ada apa ya?”, sahutku.
“Lho Agus ngga kuliah?”, tanyanya penasaran.
“Engga teh.., engga ada kuliah hari ini, ada apa teh?”, tanyaku lagi.
“Agus bisa bantu Endang ga?”, katanya dengan sedikit canggung.
“Kalo bisa saya bantu kenapa engga teh!”, kataku untuk meyakinkan dia.
“Bener nih? di rumah banyak kursi yang masih berantakan.. jadi Endang minta tolong diatur biar ga berantakan.. soalnya ngehalalangan jalan”, katanya dengan memelas.
“Kan Agus gede badannya jadi Endang minta tolong ya.. enteng koq”, tambahnya sambil menepuk pundakku.
“Masa suka pitnes ga kuat sih!”, katanya sambil tersenyum manis padaku.
Melihat senyuman itu
sebagai seorang laki-laki saya tertantang dan saya langsung berkata “Ya” walau
dalam hati dan saya yakin semua laki-laki apabila mengalaminya akan sama
reaksinya dengan saya.
“Iya deh teh, saya bantu..”, jawabku dengan sedikit kasihan melihat raut mukanya.
“Bener nih?”, katanya untuk meyakinkan saya.
“Ya udah kalo ga mau mah teh..”, kataku untuk memancing dia.
“Eh.. Agus ga marah kan, soalnya takut ganggu kamu, yuk..”, katanya sambil mengajakku kerumahnya.
“Iya deh teh, saya bantu..”, jawabku dengan sedikit kasihan melihat raut mukanya.
“Bener nih?”, katanya untuk meyakinkan saya.
“Ya udah kalo ga mau mah teh..”, kataku untuk memancing dia.
“Eh.. Agus ga marah kan, soalnya takut ganggu kamu, yuk..”, katanya sambil mengajakku kerumahnya.
Setelah sampai
dirumahnya saya heran karena semua perabotan rumahnya telah tertata rapih. Saya
merasa tertipu dan agak menyesal atas kejadian itu. Tetapi saya melihat sebuah
lukisan yang belum tergantung. Lukisan itu lumayan besar dan saya perkirakan
memang agak berat untuk diangkat oleh teh Endang.
“Aduh maap ya Gus, bukannya Endang boong sama Agus.. cuma emang lukisannya mau digantung berat sekali.. jadi Endang bilang kursi bukannya lukisan.. ga pa pa kan Gus?”, katanya sambil menjelaskan hal itu.
“Ooh.. ya ga pa pa sih teh, cuma teteh bilang aja.. ga usah malu-malu.. kita kan tetangga harus saling tolong”, kataku.
“Aduh maap ya Gus, bukannya Endang boong sama Agus.. cuma emang lukisannya mau digantung berat sekali.. jadi Endang bilang kursi bukannya lukisan.. ga pa pa kan Gus?”, katanya sambil menjelaskan hal itu.
“Ooh.. ya ga pa pa sih teh, cuma teteh bilang aja.. ga usah malu-malu.. kita kan tetangga harus saling tolong”, kataku.
Lalu teh Endang
menyerahkan beberapa buah paku, palu, dan tidak lupa lukisan yang berat itu.
Lalu teh Endang masuk kekamarnya.
Saya mulai bekerja dan tiba-tiba teh Endang keluar sambil berkata, “Gus maap ya Endang tinggal dulu, soalnya ada perlu sebentar, kalo perlu apa-apa tinggal minta si Yuyun aja yah”, katanya.
Dari situ saya baru tahu nama pembantunya.
“Nanti Endang kasi oleh-oleh deh buat Agus”, Tambahnya sambil tersenyum keluar rumah.
Lalu dia berteriak kepada pembantunya bahwa dirumah ada saya sedang memasang lukisan itu dan dia pun pergi sambil membawa mobil sedannya.
Saya mulai bekerja dan tiba-tiba teh Endang keluar sambil berkata, “Gus maap ya Endang tinggal dulu, soalnya ada perlu sebentar, kalo perlu apa-apa tinggal minta si Yuyun aja yah”, katanya.
Dari situ saya baru tahu nama pembantunya.
“Nanti Endang kasi oleh-oleh deh buat Agus”, Tambahnya sambil tersenyum keluar rumah.
Lalu dia berteriak kepada pembantunya bahwa dirumah ada saya sedang memasang lukisan itu dan dia pun pergi sambil membawa mobil sedannya.
Setelah pembantu itu
menutup pintu garasi rumah lalu ia masuk dan menemuiku.
“Agus maaf ya, ga bisa saya temenin soalnya banyak yang musti dikerjain nih.. kalo perlu sesuatu panggil saya aja yah!”, katanya.
“Eh.. iya Mbak, silahkan..”, kataku sambil memperhatikannya.
“Agus maaf ya, ga bisa saya temenin soalnya banyak yang musti dikerjain nih.. kalo perlu sesuatu panggil saya aja yah!”, katanya.
“Eh.. iya Mbak, silahkan..”, kataku sambil memperhatikannya.
Dia berbalik lalu
berjalan ke arah kamarnya didekat ruang dapur. Saya perhatikan memang umurnya
agak sedikit lebih tua dari saya dan bentuk tubuhnya agak montok dan berisi.
Setelah beberapa lama selesai juga lukisan itu tergantung di dinding. Saya
mulai merasa haus. Saya panggil si Yuyun tetapi dia tidak menyahut. Lalu saya
menuju dapur dan ternyata ada kulkas di sana. Ketika selesai minum saya
mendengar seperti suara percikan air dan ternyata memang dari kamar mandi. Si
Yuyun memang sedang mandi. Kemudian tidak tahu dari mana datangnya, saya mulai
penasaran ingin mengintip si Yuyun. Saya membayangkan tubuh Yuyun yang tadi
masih memakai pakaian lalu saya membayangkan bagaimana tubuhnya apabila
telanjang bulat. Badan saya langsung memanas dan gemetar sambil berusaha
mencari celah untuk mengintip. Tetapi sayang sekali tidak ada satu celah pun,
kemudian saya berfikir untuk melihat Yuyun berganti pakaian dimana lagi selain
di kamarnya.
Saya mencari kamarnya
dekat dapur. Saya mendapatkan hanya satu kamar disitu dan saya berkesimpulan
bahwa itu memang kamarnya. Saya masuk kamar itu lalu saya mencari tempat yang
bagus untuk bersembunyi. Akhirnya saya bersembunyi dibawah kasurnya. Beberapa
menit kemudian Yuyun masuk kamar dan mengunci pintunya. Pertama hanya terlihat
kedua kakinya saja lalu tiba-tiba terlihat handuknya yang terbelit di badannya
dilepasnya, karena handuknya seperti berputar-putar mengelilingi badannya lalu
bunyi seperti sebuah benda yang dilemparkan ke kasurnya. Saya yakin si Yuyun
dalam keadaan telanjang. Dengan nafas yang memburu saya berusaha mengintip dari
bawah kasurnya.
Setelah berusaha saya
melihat badannya yang membelakangi saya sedang memilih pakaian dalamnya. Saya
hanya melihat bagian (maaf) pantatnya saja yang besar dan padat juga sedikit
bagian payudaranya dari arah belakang. Payudaranya memang besar sekitar 36B
tetapi saya yakin lebih besar dari itu. Lalu dia agak sedikit menungging dan
dari belahan pantatnya terlihat bulu-bulu halus mengelilingi vaginanya yang
hanya terlihat sebagian dari belakang. Vagina itu terjepit oleh pantatnya
sehingga hanya berbentuk garis hitam saja dan kebetulan bulu-bulu yang
mengelilinginya tidak banyak. Tiba-tiba dia jongkok lalu terbukalah vagina
Yuyun. Saya yang dari tadi memperhatikannya sudah tidak kuat lagi sepertinya
saya ingin menyentuh dan memegang seluruh tubuh Yuyun. Badannya yang sintal
serasa memanggil saya untuk menyentuhnya. Penis saya serasa ingin bergerak bebas.
Penis saya sudah tegang dari tadi tetapi terasa sakit karena terhalang celana
dan tertahan oleh ubin. Dalam hati saya ingin keluar dari tempat persembunyian
lalu saya menyetubuhinya hingga saya puas. Apakah saya berani?
Saya mencoba bertahan
untuk tidak melakukannya tetapi apa boleh dikata keinginan saya untuk berbuat
lebih besar. Lalu saya kaluar secepat mungkin lalu saya memeluk badan Yuyun
dari belakang sambil mulutku menciumi lehernya, tangan kanan saya meremas
payudaranya, dan tangan kiri saya mulai membelah vaginanya dengan dua jari dan
memasukan jari tengah ke dalam lubang vaginanya. Yuyun kaget dan sudah
terlambat untuk menghindar dari perlakuan saya.
“Eh.. siapa.. eehh..
ja.. ngan.. aahh.. oohh.. oohh..”, suaranya sambil berusaha membalikan badannya.
“Kamu sexy.. mmhh.. ssllrrpp.. mmhh.. jangan takut.. gue bikin lu puas Yun.. mmhh.. sslrrpp..”, bisikku sambil terus mencumbunya dan menggerayangi seluruh tubuhnya.
“Ku.. rang.. ajar.. ehh.. mmhhehh.. oohh.. aughh.. le.. pas.. in.. haahh.. aahh.. mmhh.. aahh..”, katanya sambil terus mencoba membalikan badannya.
“Kamu sexy.. mmhh.. ssllrrpp.. mmhh.. jangan takut.. gue bikin lu puas Yun.. mmhh.. sslrrpp..”, bisikku sambil terus mencumbunya dan menggerayangi seluruh tubuhnya.
“Ku.. rang.. ajar.. ehh.. mmhhehh.. oohh.. aughh.. le.. pas.. in.. haahh.. aahh.. mmhh.. aahh..”, katanya sambil terus mencoba membalikan badannya.
Dari desahannya saya
mulai yakin bahwa Yuyun sebentar lagi akan menjadi santapan yang lezat untuk
memenuhi nafsu birahi saya. Terlihat dorongan Yuyun sudah mengendor dan yang
terdengar hanya desahannya saja yang membuat saya makin bernafsu. Setelah Yuyun
lemas tak berdaya seluruh tangan saya lepaskan dari badannya lalu saya
membopongnya ketempat tidurnya. Setelah badannya saya rebahkan ditempat tidur
saya melihat Yutun sudah pasrah dan terlihat air mata yang keluar dari matanya.
Sepintas saya merasa kasihan tetapi saya sudah tidak dapat berfikir panjang
lagi melihat badan yang sudah telanjang bulat dan pasrah ada didepan saya dan
siap untuk dinikmati.
Lalu saya membuka
seluruh pakaian dan sayapun telanjang sudah. Lalu saya mendekati badan Yuyun
dan menindihnya lalu saya cium seluruh wajahnya. Kedua tangan saya memegang
kedua tangannya sehingga penis saya dan vaginanya hanya bersentuhan dan
bergesekan. Dari vaginanya sudah banyak cairan yang keluar yang menandakan dia
sudah terangsang oleh perlakuan saya tadi. Bibirnya saya cium dan langsung saya
kulum sihingga lidah saya secara leluasa masuk kedalam mulutnya. Saya tidak
menyangka ternyata Yuyun membalas ciuman saya tadi sehingga kami bergelut dalam
ciuman yang sangat bernafsu. Lidah kami berdua seakan menyatu dan berusaha
untuk mendapatkan apa yang kami cari, KEPUASAN..
Setelah kami
berciuman, kedua tangan saya langsung saya arahkan kearah ketiaknya sambil
sedikit mengelitiknya. Bibir saya secara liar menjalar ke payudaranya secara
bergantian.
“Oohh.. eehh.. mmhh.. Gus.. aahh.. aahh.. aahh..”, desahnya.
“Gimana Yun enak kan?”, tanyaku padanya.
“Ee.. nn.. aakk.. ahh.. mmhh.. Gus.. ja.. ngan.. brenti.. aahh.. oohh.. aahh..”, desahnya dengan agak sedikit berteriak.
“Ehh.. Yun.. jangan teriak-teriak dong, nanti banyak yang denger..”, kataku sambil melihat sekeliling kamar.
“Abis.. ennakk.. eennaakk.. enn.. eenn.. nnaakk..”, desahnya lagi tetapi sekarang sambil berbisik.
Setelah Yuyun berkata demikian badannya terasa terangkat dan pinggulnya mendorong-dorong badan saya.
“Eehh.. eehh.. mmhh.. Gus Yuyun mau pipis.. adduuhh.. aahh.. pipiss.. ppiiss.. mmhh.. pi.. ppiiss..”, desahnya lagi.
“Oohh.. eehh.. mmhh.. Gus.. aahh.. aahh.. aahh..”, desahnya.
“Gimana Yun enak kan?”, tanyaku padanya.
“Ee.. nn.. aakk.. ahh.. mmhh.. Gus.. ja.. ngan.. brenti.. aahh.. oohh.. aahh..”, desahnya dengan agak sedikit berteriak.
“Ehh.. Yun.. jangan teriak-teriak dong, nanti banyak yang denger..”, kataku sambil melihat sekeliling kamar.
“Abis.. ennakk.. eennaakk.. enn.. eenn.. nnaakk..”, desahnya lagi tetapi sekarang sambil berbisik.
Setelah Yuyun berkata demikian badannya terasa terangkat dan pinggulnya mendorong-dorong badan saya.
“Eehh.. eehh.. mmhh.. Gus Yuyun mau pipis.. adduuhh.. aahh.. pipiss.. ppiiss.. mmhh.. pi.. ppiiss..”, desahnya lagi.
Setelah berkata
demikian terasa sekali selangkangan Yuyun basah total, seperti ada cairan yang
lebih banyak keluar dari vaginanya. Ternyata Yuyun orgasme yang kesekian
kalinya. Saya tidak tahu apakah dia sudah orgasme sebelum ini. Cairan itu
menjalar keseluruh bagian selangkangannya lalu menjalar ke pahanya dan juga berkumpul
dipantatnya. Lalu badannya bergetar dan terdiam sejenak sepertinya ingin
merasakan kepuasan yang ada saat orgasme.
Sesudah itu ia
tersenyum manja kepadaku dan berkata, “Gus.. kamu dah belum?”.
“Ya belum dong, orang kontol gue aja belum ngerasain memek Yuyun..”, kataku sambil memelintir puting payudaranya.
“Ahh.. ehhmm.. ya udah cepetan masukin Gus.. tapi cepet ya takut Bu Endang dateng..”, katanya sambil membuka kedua pahanya dan melebarkan vaginanya yang sudah basah.
“Ya belum dong, orang kontol gue aja belum ngerasain memek Yuyun..”, kataku sambil memelintir puting payudaranya.
“Ahh.. ehhmm.. ya udah cepetan masukin Gus.. tapi cepet ya takut Bu Endang dateng..”, katanya sambil membuka kedua pahanya dan melebarkan vaginanya yang sudah basah.
Lalu saya arahkan
penis saya kearah vagina Yuyun yang telah merekah. Pada saat penis saya
menyentuh bibir dalam vaginanya, terdengar bunyi klakson mobil. Ternyata Teh
Endang pulang. Dengan cepat kami berdua berpakaian dan Yuyun terlebih dahulu
keluar kamar dan segera membukakan pintu garasi.
“Yun, kamu jangan
kasih tau Teh Endang ya kalo kita berdua..”, kataku kepadanya.
“Tenang aja Gus, Yuyun mulai suka koq, abis Yuyun udah lama ga gituan..”, katanya setelah memotong perkataanku tadi.
“Tenang aja Gus, Yuyun mulai suka koq, abis Yuyun udah lama ga gituan..”, katanya setelah memotong perkataanku tadi.
Saya keheranan setelah
mendengar perkataan Yuyun bahwa ia “Sudah lama ga gituan”. Sambil keluar kamar
saya masih berfikir tentang perkataan itu. Teh Endang masuk ke rumah dan
menemuiku.
“Nah kan gampang Gus,
tuh lukisannya udah selesai, makasih ya..”, kata Teh Endang sambil tersenyum
manis padaku.
“Nih buat kamu..”, sambil menyerahkan sesuatu padaku.
“Wah jadi ngerepotin Teh Endang nih.. he.. he.. he.. makasih..”, kataku.
Ternyata sepotong besar kue Black Forest. Dalam hati saya berkata, “Tau aja dia kesukaan gue..”.
“Endang tau.. kamu kan badannya gede.. jadi doyan makan dong”, katanya.
“Nih buat kamu..”, sambil menyerahkan sesuatu padaku.
“Wah jadi ngerepotin Teh Endang nih.. he.. he.. he.. makasih..”, kataku.
Ternyata sepotong besar kue Black Forest. Dalam hati saya berkata, “Tau aja dia kesukaan gue..”.
“Endang tau.. kamu kan badannya gede.. jadi doyan makan dong”, katanya.
Setelah itu saya
berpamitan pulang walau saya ditahan untuk tidak segera pulang oleh Teh Endang.
Dengan alasan sudah agak sore, akhirnya saya diijinkan pulang.
“Kapan-kapan mainlah
kemari Gus, kita ngobrol trus ngegosip dulu”, katanya.
“Iya Teh Endang, saya suka koq main kemari”, jawabku sambil menatap Yuyun yang hanya tersenyum.
Pada saat saya melangkah keluar gerbang rumah, Teh Endang memberikan senyum manisnya padaku dan tiba-tiba Yuyun berkata, “Makasih ya Gus..”.
“Iya Teh Endang, saya suka koq main kemari”, jawabku sambil menatap Yuyun yang hanya tersenyum.
Pada saat saya melangkah keluar gerbang rumah, Teh Endang memberikan senyum manisnya padaku dan tiba-tiba Yuyun berkata, “Makasih ya Gus..”.
Saya hanya tersenyum
karena ucapan Yuyun tadi mengandung arti yang hanya dimengerti oleh kami berdua
saja. Saya meninggalkan rumah dengan sesuatu yang mengganjal, yaitu kepuasan
yang menggantung karena saya belum merasakan kepuasan yang seutuhnya dan hilang
begitu saja di depan mata, eh maksud saya di atas ranjang..
*****
Suatu hari, saya lupa
harinya, saya sedang tidak kuliah juga. Saya bermain kerumah Teh Endang lagi.
“Permisi..”, salamku. Sampai lima kali tidak ada yang menyahut. Dalam hati saya bilang apabila yang keenam kali tidak ada yang menyahut maka saya akan pulang saja.
“Permisi..”, kataku lagi dengan agak sedikit keras.
“Iya.. Iya.. tunggu sebentar..”, terdengar suara Yuyun samar-samar.
Yuyun berlarian menuju pagar dan membukakan pintu.
“Tadi saya udah denger koq, saya baru selesai mandi trus buru-buru deh..”, katanya.
Memang terlihat rambutnya yang masih basah dan tercium wangi sabun mandi yang masih wangi.
“Maaf Yun, eh Teh Endang ada ga?”, tanyaku sambil masuk kedalam rumah.
“Tadi Bu Endang pergi, katanya mau ketemu temannya.. gitu”, jelasnya.
“Agus mau ketemu Teh Endang apa aku?”, katanya lagi.
“Ngapain ketemu kamu Yun, rugi..”, kataku sedikit bercanda.
“Ah kemaren aja cuma ditongengin sedikit aja udah kaya orang kemasukan setan gerayangin badan saya..”, katanya.
“Iya sih, tapi saya lagi ga mut ah, mau ngobrol aja..”, kataku.
“Permisi..”, salamku. Sampai lima kali tidak ada yang menyahut. Dalam hati saya bilang apabila yang keenam kali tidak ada yang menyahut maka saya akan pulang saja.
“Permisi..”, kataku lagi dengan agak sedikit keras.
“Iya.. Iya.. tunggu sebentar..”, terdengar suara Yuyun samar-samar.
Yuyun berlarian menuju pagar dan membukakan pintu.
“Tadi saya udah denger koq, saya baru selesai mandi trus buru-buru deh..”, katanya.
Memang terlihat rambutnya yang masih basah dan tercium wangi sabun mandi yang masih wangi.
“Maaf Yun, eh Teh Endang ada ga?”, tanyaku sambil masuk kedalam rumah.
“Tadi Bu Endang pergi, katanya mau ketemu temannya.. gitu”, jelasnya.
“Agus mau ketemu Teh Endang apa aku?”, katanya lagi.
“Ngapain ketemu kamu Yun, rugi..”, kataku sedikit bercanda.
“Ah kemaren aja cuma ditongengin sedikit aja udah kaya orang kemasukan setan gerayangin badan saya..”, katanya.
“Iya sih, tapi saya lagi ga mut ah, mau ngobrol aja..”, kataku.
Setelah berbicara
panjang lebar dengan Yuyun, saya tahu banyak tentang dia. Yuyun ternyata janda
tanpa anak. Dia kawin muda karena dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Suaminya
di desa kawin lagi dengan wanita lain. Mendengar itu saya jadi mengerti semua.
Ketika saya tanya tentang Teh Endang ternyata juga janda dan sudah menikah dua
kali. Pada perkawinan pertama Teh Endang kawin dengan bule keturunan Australia
tetapi ditinggal suaminya kembali ke negaranya dan tidak ada kabar. Pada
perkawinan kedua Teh Endang menikah di Bandung tetapi mereka bercerai atas
kemauan Teh Endang karena mantan suaminya itu telah memiliki istri terlebih
dahulu. Juga tanpa dikarunuai anak. Pada perkawinan inilah Yuyun baru ikut Teh
Endang di Bandung.
Selama Yuyun
menjelaskan tentang hal tersebut, saya baru sadar bahwa setelah saya perhatikan
badannya ternyata terlihat samar-samar puting payudaranya yang hitam. Ternyata
Yuyun tidak menggunakan BH karena tadi tergesa-gesa membukakan pintu untuk
saya. Saya jadi bertanya-tanya jangan-jangan Yuyun tidak Memakai CD juga. Lalu
saya mencari cara untuk mengetahuinya. Saya akan membuat dia berdiri.
“Yun, ambilin minum
dong, air putih aja deh..”, kataku.
“Oh Iya lupa.. tunggu ya”, katanya sambil bergerak menuju dapur.
“Oh Iya lupa.. tunggu ya”, katanya sambil bergerak menuju dapur.
Yuyun jalan
membelakangi saya dan ternyata memang benar Yuyun tidak memakai CD karena dari
belakang terlihat belahan pantatnya dengan pantat yang besar. Saya langsung
terangsang. Saya ikuti ke dapur. Pada waktu Yuyun membelakangi saya, langsung
saya peluk dia. Saya langsung meremas kedua payudaranya dari belakang dan
menciumi lehernya sambil menggesekan penis saya yang masih terbungkus celana ke
belahan pantat Yuyun.
Yuyun kaget tetapi dia
membiarkan saya. Ia malah berpegangan pada meja dapur dan agak sedikit
membungkuk. Tangan Kiri saya langsung turun membuka bagian bawah dasternya dan
menyusup diantara kedua pantatnya untuk mempermainkan vaginanya yang masih
kering. Wangi sabun dibadannya masih terasa dan membuat saya bertambah nafsu.
“Ahh.. mmhh.. Gus..
ka.. mu.. dah.. mau ya.. eehh.. eehhmm.. terus.. aahh.. terr.. rruuss..
eehhee.. mmhh..”, desahnya.
Terasa vaginanya sudah mulai basah dan licin. Langsung jari tengah saya susupkan kedalam lubang vaginyanya. Saya buat keluar masuk secara perlahan.
“Aahh.. ennaak.. mmhh.. ennakk.. Gus.. terus.. cepet.. cep.. pet.. aahh.. aahh..”, desahnya.
Setelah itu badan Yuyun terasa menegang dan agak mendesis.
“Gus.. aahh.. pipis.. aahh.. pi.. pis.. iyaahh.. oohh..”, desahnya sambil menjepit jariku dengan kedua belahan vaginanya dengan bantuan kedua pahanya. Yuyun orgasme yang pertama kali.
Terasa vaginanya sudah mulai basah dan licin. Langsung jari tengah saya susupkan kedalam lubang vaginyanya. Saya buat keluar masuk secara perlahan.
“Aahh.. ennaak.. mmhh.. ennakk.. Gus.. terus.. cepet.. cep.. pet.. aahh.. aahh..”, desahnya.
Setelah itu badan Yuyun terasa menegang dan agak mendesis.
“Gus.. aahh.. pipis.. aahh.. pi.. pis.. iyaahh.. oohh..”, desahnya sambil menjepit jariku dengan kedua belahan vaginanya dengan bantuan kedua pahanya. Yuyun orgasme yang pertama kali.
Setelah itu langsung
saya balik badannya dan menaikan badannya ke atas meja dapur. Saya hanya
memelorotkan celana saya agar penis saya keluar dan ternyata sudah tegak dan
keras. Saya ambil kondom dari dompet dan langsung memakainya. Setelah itu saya
langsung mengarahkan penis saya ke belahan vaginanya yang telah basah. Perlahan
tapi pasti penis saya masuk seluruhnya ke dalam vaginanya. Memang mudah karena
vaginanya sudah licin dan Yuyun sudah tidak perawan lagi tetapi tetap saja
membuat saya merem-melek dibuatnya. Lalu saya diamkan penis saya di dalam
vagina Yuyun yang tertancap dalam. Lalu saya mengerayangi seluruh muka,
payudara, putingnya sampai meremas-remas kedua pantatnya yang besar. Yuyun
hanya bisa meremas kedua pantat saya dan agak sedikit mencakar. Sakitnya sudah
tidak saya hiraukan lagi.
“Oohh.. eenak.. ee..
nakk.. udah lama.. oohh.. ga.. main.. penismu.. nik.. mat Guss.. ss.. ss..
emmhh..”, desahnya yang sudah kacau.
“Terus isep.. iss.. sseepp.. teteku.. gigit.. ce.. pet.. gi.. git.. aahh.. mmhhmm..”, Katanya.
Lalu saya plintir puting payudaranya menggunakan bibir saya dan sekali-sekali saya gigit dengan agak sedikit gemas.
“Iya.. terus.. ss.. mmhhmm.. eehheehh.. Gus.. mo pipis lagi.. ga ku.. at.. aahh..”, katanya sambil menegangkan badannya.
Penis saya seperti disiram oleh cairan hangat dan itu membuat saya tak kuasa untuk menggerakan penis saya di dalam vagina Yuyun.
“Gus uudahh.. kocok vagina Yuyun.. Yuyun udah ga tahan mo dikocok sama kontol kamu.. mmhhmm..”, desahnya.
“Terus isep.. iss.. sseepp.. teteku.. gigit.. ce.. pet.. gi.. git.. aahh.. mmhhmm..”, Katanya.
Lalu saya plintir puting payudaranya menggunakan bibir saya dan sekali-sekali saya gigit dengan agak sedikit gemas.
“Iya.. terus.. ss.. mmhhmm.. eehheehh.. Gus.. mo pipis lagi.. ga ku.. at.. aahh..”, katanya sambil menegangkan badannya.
Penis saya seperti disiram oleh cairan hangat dan itu membuat saya tak kuasa untuk menggerakan penis saya di dalam vagina Yuyun.
“Gus uudahh.. kocok vagina Yuyun.. Yuyun udah ga tahan mo dikocok sama kontol kamu.. mmhhmm..”, desahnya.
Langsung dengan cepat
saya gerakkan penis saya keluar masuk vagina Yuyun. Sesekali saya tarik penis
saya dan dengan cepat saya tancapkan lagi ke vaginanya. Ini saya lakukan secara
mendadak yang membuat Yuyun berteriak kecil.
“Auwww.. mmhhmm..
auuwww.. ahh.. eehh.. gila.. kontolmu mentok Gus.. sakit.. sakit.. ahh.. eenn..
akk.. bag.. nget.. sshh..”, desahnya tiap kali saya buat gerakan itu.
“Gus.. mo.. pippiss.. ga.. tahhan.. stop.. stop.. mmhhmm.. aahh.. aahh..”, katanya.
“Kita bareng ya Yun.. oohh.. tu.. wa.. ga.. aahh..”, kataku.
“Croot.. crroott.. crroott.. serr.. serr.. seerr..”, cairan kami berdua keluar dengan derasnya di dalam vaginanya.
“Gus.. mo.. pippiss.. ga.. tahhan.. stop.. stop.. mmhhmm.. aahh.. aahh..”, katanya.
“Kita bareng ya Yun.. oohh.. tu.. wa.. ga.. aahh..”, kataku.
“Croot.. crroott.. crroott.. serr.. serr.. seerr..”, cairan kami berdua keluar dengan derasnya di dalam vaginanya.
Kami berdua berpelukan
erat saat itu. Yuyun memeluk dan mencium saya dengan erat dan tangannya
mencakar punggung saya juga kakinya yang membelit pinggang saya dengan keras.
Saya juga melakukan hal yang serupa dengannya sambil saya angkat badannya
sedikit menggendong. Penis saya terasa dihisap oleh vaginanya dan serasa akan
lepas ditelannya. Kami berdua mengerang dalam ciuman. Liur kami berdua
bercampur baur tak terkira. Lidah kami berdua serasa ingin membelit satu sama
lain. Kami berdua sudah tidak menghiraukan apakah teriakan kami berdua
terdengar sampai ke luar ruangan. Rasanya tak terkatakan walau ditulis
berhelai-helai kertas. Hanya kami berdua saja yang bisa merasakannya.
Setelah beberapa lama,
penis saya masih tertancap di dalam vaginanya, kami berdua mulai melonggarkan
pelukan itu dan kami berdua saling bertatapan. Kami berdua tersenyum sambil
diselingi dengan beberapa ciuman kecil.
“Gus kamu hebat, Yuyun
sampe berapa kali pengan pipis”, katanya disela sela ciuman kami.
“Kamu juga hebat, memek kamu tau aja kesenangan penis saya, “Kataku.
“Gus, yang terakhir tadi.. itu paling enak, bener..”, katanya.
“Iya saya juga ngrasa gitu, nih liat kontol saya masih di dalem memek Yuyun”, kataku sambil memperhatikan penis saya.
“Gus jangan dicabut ya.. masih nikmat..”, katanya sambil tersenyum.
“Udah ah, takut kondomnya bocor kelamaan di dalem”, jawabku.
“Emangnya bisa bocor Gus?”, kata Yuyun bertanya penasaran.
“Bisa kali, kalo bocor ntar kamu hamil loh.. mau kamu hamil?”, tanyaku.
“Saya ga mau ah, tapi kalo bikinnya saya mau banget..”, jawabnya sambil melirik padaku.
“Sama dong..”, kataku sambil menciumnya.
“Kamu juga hebat, memek kamu tau aja kesenangan penis saya, “Kataku.
“Gus, yang terakhir tadi.. itu paling enak, bener..”, katanya.
“Iya saya juga ngrasa gitu, nih liat kontol saya masih di dalem memek Yuyun”, kataku sambil memperhatikan penis saya.
“Gus jangan dicabut ya.. masih nikmat..”, katanya sambil tersenyum.
“Udah ah, takut kondomnya bocor kelamaan di dalem”, jawabku.
“Emangnya bisa bocor Gus?”, kata Yuyun bertanya penasaran.
“Bisa kali, kalo bocor ntar kamu hamil loh.. mau kamu hamil?”, tanyaku.
“Saya ga mau ah, tapi kalo bikinnya saya mau banget..”, jawabnya sambil melirik padaku.
“Sama dong..”, kataku sambil menciumnya.
Kami berdua berjalan
menuju kamar mandi dalam keadaan bugil. Terlebih dahulu saya buang kondom itu
di tempat sampah dapur. Lalu kami berdua mandi bersama yang tentu saja
diselingi dengan gerakan-gerakan nakal. Setelah kami kaluar dari kamar mandi
dan akan menuju kamar Yuyun, kami berdua terkejut oleh keberadaan Teh Endang
yang sedari tadi berdiri menyaksikan kami brdua dalam keadaan bugil.
“Apa yang kalian
lakukan berdua?”, katanya sambil membentak.
Kami berdua tidak menjawab sepatah katapun karena kami sudah tertangkap basah.
“Yuyun, sana kamu ke kamar kamu!”, katanya kepada Yuyun.
Yuyun berlari kecil sambil menutupi badannya langsung menuju kamarnya.
Kami berdua tidak menjawab sepatah katapun karena kami sudah tertangkap basah.
“Yuyun, sana kamu ke kamar kamu!”, katanya kepada Yuyun.
Yuyun berlari kecil sambil menutupi badannya langsung menuju kamarnya.
Teh Endang memandangku
dengan pandangan sinis. Ia memandangi badan saya dari ujung rambut ke ujung
kaki. Memang badan saya atletis, maklum saya rajin fitness. Tanpa aba-aba
terlebih dahulu, Teh Endang langsung mengarahkan ciumannya kearah bibir saya.
Tangannya meremas kedua pantat saya. Ciumannya sangat ganas dan liar. Mendapat
perlakuan itu saya kaget sambil sedikit senang. Ternyata saya tidak dimarahi
seperti yang telah saya bayangkan sebelumnya. Saya secara spontan membalasnya
dengan liar pula. Pada waktu tangan saya hendak menyusup ke arah payudaranya
dia menepis tangan saya.
“Gus masa cuma si
Yuyun doang yang kebagian, Endang juga mau..”, katanya sambil memegang penis
saya yang dari tadi sudah berdiri.
“Belum apa-apa udah mau pegang punyaku, kamu nakal Gus..”, katanya sambil tersenyum padaku.
“Abis Teh Endang duluan sih.. tuh liat punya saya sampe bediri gini..”, kataku.
“Gus ayo ke kamar Endang aja, malu kalo ada si Yuyun”, katanya sambil menggandeng tanganku menuju kamarnya.
Setelah sampai kamar Teh Endang, ia menyuruhku untuk melepaskan pakaiannya.
“Gus kamu bukain baju Endang ya, ga usah malu-malu, BH dengan CD-nya juga ya.. sampe Endang telanjang.. kaya kamu”, katanya sambil tertawa kecil padaku.
“Belum apa-apa udah mau pegang punyaku, kamu nakal Gus..”, katanya sambil tersenyum padaku.
“Abis Teh Endang duluan sih.. tuh liat punya saya sampe bediri gini..”, kataku.
“Gus ayo ke kamar Endang aja, malu kalo ada si Yuyun”, katanya sambil menggandeng tanganku menuju kamarnya.
Setelah sampai kamar Teh Endang, ia menyuruhku untuk melepaskan pakaiannya.
“Gus kamu bukain baju Endang ya, ga usah malu-malu, BH dengan CD-nya juga ya.. sampe Endang telanjang.. kaya kamu”, katanya sambil tertawa kecil padaku.
Saya langsung
membukakan pakaian Teh Endang. Pertama kemejanya, roknya, lalu terlihat BH
dengan payudara yang menantang dan CD yang menutupi gundukan vaginanya. Penis
saya seperti ingin meledak ketika saya mencopot BH dan CD-nya. Terlihatlah
payudara yang sexy dan vaginanya yang mulus tanpa bulu. Ternyata Teh Endang
rajin mencukur bulu-bulu disekitar vaginanya. Belahan vaginanya terlihat jelas
membagi dua kedua pahanya. Lalu dengan jalan yang dibuat-buat, Teh Endang
melangkah ke kasurnya dan langsung berbaring sambil mengangkangkan kedua
pahanya. Terlihat jelas vaginanya terbelah dan terlihat bibir bagian dalamnya
tentu saja klitorisnya. Secara tidak sengaja saya memperhatikan sekitar ruangan
kamar itu dan di meja riasnya terdapat beberapa penis mainan dari karet yang
membuat saya tertegun sejenak.
“Gus kamu mau liatin
kamar Endang aja atau mau sama Endang?”, katanya yang membuat aku sadar
sejenak.
“Masa body Endang dianggurin sih.. kamu ga mau sama ini..”, katanya sambil menggosok-gosok vaginanya.
“Ayo Gus buat Endang puas, masa si Yuyun dikasih tapi Endang nggak..”, rayunya.
“Cepet Gus..”, katanya. Terlihat vaginannya sudah mulai basah karena gosokannya sendiri.
“Teh Endang, siap ya..”, kataku sambil menindih badannya.
“Masa body Endang dianggurin sih.. kamu ga mau sama ini..”, katanya sambil menggosok-gosok vaginanya.
“Ayo Gus buat Endang puas, masa si Yuyun dikasih tapi Endang nggak..”, rayunya.
“Cepet Gus..”, katanya. Terlihat vaginannya sudah mulai basah karena gosokannya sendiri.
“Teh Endang, siap ya..”, kataku sambil menindih badannya.
Kami berdua langsung
berciuman dengan liar dan tangan kami masing-masing mencari bagian dari badan
kami yang kami anggap dapat memuaskan nafsu. Lidah kami beradu dan liur kami
pun sudah menyatu. Ternyata Teh Endang memiliki ciuman yang hebat. Saya tak
kuasa dibuatnya. Ia mengambil alih setiap ciuman kami. Saya hanya bisa
menggunakan tangan saya untuk menyentuh dan meremas payudaranya sehingga
terkadang ciumannya terhenti saat saya tangan saya bergelut dengan puting
payudaranya.
“Ehhmm.. yaahh..
ssiipp.. truss.. Gus.. ayo.. ter.. rus.. remes.. yang.. kenceng.. dua..
duanya.. jugaa.. ehhmm.. oohh..”, desahnya dibalik ciumannya.
Ciumanku terus berlanjut ke leher dan telinganya. Setiap bibir saya menyentuh telinganya, badannya langsung bergelinjang. Ternyata titik rangsangannya terbesar ada di sana.
“Gus jangan di kuping terus.. gelii.. gellii.. ehhmm.. ge.. llii.. eehheemm.. aahh..”, desahnya.
Lalu saya berpindah menciumi payudaranya dan sedikit menggigit putingnya.
“Ahh.. iyyaahh.. ahh.. iyyaahh.. iyahh.. iyyaahh.. oohh.. iyyaahh..”, desahnya dan lama-lama menjadi sebuah teriakan.
“Gus Endang mau pipis.. pii.. ppiiss.. eehh.. eehh.. eehheehh.. aa”, desahnya panjang.
Ciumanku terus berlanjut ke leher dan telinganya. Setiap bibir saya menyentuh telinganya, badannya langsung bergelinjang. Ternyata titik rangsangannya terbesar ada di sana.
“Gus jangan di kuping terus.. gelii.. gellii.. ehhmm.. ge.. llii.. eehheemm.. aahh..”, desahnya.
Lalu saya berpindah menciumi payudaranya dan sedikit menggigit putingnya.
“Ahh.. iyyaahh.. ahh.. iyyaahh.. iyahh.. iyyaahh.. oohh.. iyyaahh..”, desahnya dan lama-lama menjadi sebuah teriakan.
“Gus Endang mau pipis.. pii.. ppiiss.. eehh.. eehh.. eehheehh.. aa”, desahnya panjang.
Ternyata Teh Endang
orgasme, badannya naik ke atas lalu dibanting ke bawah dan ini dilakukannya
berkali-kali sambil berteriak. Badan saya terdorong ke atas berkali-kali. Lalu
badannya menegang dengan teriakan panjang, sesudah itu terdiam sejenak sambil
merasakan orgasmenya. Tubuhnya memerah dan banyak keringat yang keluar.
“Gus udah ga usah
diciumi lagi, cepet masukin punya kamu ke memek Endang.. cepet.. cepet..”,
katanya sambil memeluk badanku.
Tetapi saya langsung menuju vaginanya dan menjilat permukaan vaginanya yang telah basah akibat orgasmenya tadi.
“Gus kamu ngapain.. oohh.. jangan.. eehh.. eehh.. eehhmm..”, desahnya karena perlakuanku itu.
“Ka.. mmu.. jahh.. hat.. Endang.. dahh.. gak.. eehh.. kuat.. ka.. mmuu.. nyiksa.. eehhmm..”, katanya.
“Ahh nikmat.. eenn.. nakk.. ehhmm.. eehhee.. trus.. jilat.. jilat.. jilat.. jiillaat.. memek Endang..”, desahnya.
Lidah saya terus memburu vagina Teh Endang. Klitorisnya saya gigit, jilat, hisap dan sekali-sekali saya jepit dengan bibir saya.
“Iyahh.. heehh.. hhee.. eehhmm.. hhmm.. isep.. kacangnya.. kacang.. Endang.. trus.. oohh.. aahh.. ss.. ss.. eehhmm”, desahnya sambil menggerakkan badannya kekiri dan kekanan.
“Aahh..”, teriaknya panjang.
Tetapi saya langsung menuju vaginanya dan menjilat permukaan vaginanya yang telah basah akibat orgasmenya tadi.
“Gus kamu ngapain.. oohh.. jangan.. eehh.. eehh.. eehhmm..”, desahnya karena perlakuanku itu.
“Ka.. mmu.. jahh.. hat.. Endang.. dahh.. gak.. eehh.. kuat.. ka.. mmuu.. nyiksa.. eehhmm..”, katanya.
“Ahh nikmat.. eenn.. nakk.. ehhmm.. eehhee.. trus.. jilat.. jilat.. jilat.. jiillaat.. memek Endang..”, desahnya.
Lidah saya terus memburu vagina Teh Endang. Klitorisnya saya gigit, jilat, hisap dan sekali-sekali saya jepit dengan bibir saya.
“Iyahh.. heehh.. hhee.. eehhmm.. hhmm.. isep.. kacangnya.. kacang.. Endang.. trus.. oohh.. aahh.. ss.. ss.. eehhmm”, desahnya sambil menggerakkan badannya kekiri dan kekanan.
“Aahh..”, teriaknya panjang.
Teriakan itu
mengangetkan saya dan ternyata ia orgasme lagi. Cairan di vaginanya banyak
sekali dan membuat sekitar bibir dan mulutku basah. Langsung saya jilat sampai
habis cairan itu. Terasa asin tetapi lama-kelamaan rasanya hilang. Cakaran Teh
Endang menghujam punggung dan leher saya. Dalam hati saya berkata bahwa hari
ini saya mendapat banyak sekali cakaran dari dua orang wanita.
Lalu Teh Endang
menarik kepala saya dan kamipun berciuman dengan lebih liar. Tiba-tiba Teh
Endang membalikan badan saya sehingga dia berada diatas saya. Melihat penis
saya yang berdiri tegak, Teh Endang langsung melebarkan pahanya sehingga
vaginanya tepat berada di atas penis saya. Langsung ia mendorong vaginanya ke
arah penis saya dan lama-kelamaan penis saya sudah hilang di telan vaginanya.
Saya lupa memakai kondom yang tersisa dua buah lagi. Tetapi saya meyakinkan
diri bahwa saya dan dia bersih. Teh Endang menggerak-gerakan pinggulnya naik
turun dan kanan kiri. Terasa sangat nikmat dan tak terbayangkan rasa yang saya
alami, maupun dia.
“Gus.. gimana..
ennakk.. ga.. memek.. Endang.. eehhmm.. eehh..”, katanya.
Saya hanya mengangguk dan berusaha menaikkan pinggul saya agar penis saya masuk lebih dalam lagi. Setiap gerakan kami berdua selalu dibarengi dengan bunyi seperti “Pok.. pok.. pok.. cplak.. cplak”.
Kejadian itu berlangsung lama sehingga Teh Endang orgasme sebanyak dua kali lagi. Dua kali pula penis saya disiram oleh cairan hangat di dalam vaginanya. Lalu selang beberapa lama Teh Endang akan orgasme lagi.
Saya hanya mengangguk dan berusaha menaikkan pinggul saya agar penis saya masuk lebih dalam lagi. Setiap gerakan kami berdua selalu dibarengi dengan bunyi seperti “Pok.. pok.. pok.. cplak.. cplak”.
Kejadian itu berlangsung lama sehingga Teh Endang orgasme sebanyak dua kali lagi. Dua kali pula penis saya disiram oleh cairan hangat di dalam vaginanya. Lalu selang beberapa lama Teh Endang akan orgasme lagi.
“Gus Endang.. mau..
pipiss.. pi.. piss.. eehh..”, katanya.
“Bareng ya, saya juga dah mau nih..”, kataku.
“Keluarin.. di.. luar.. aja.. ya.. ehhmm..”, kataku.
“Teh saya keluar..”, kataku. Pada saat saya hendak menarik penis saya, Teh Endang menjatuhkan badannya dan memeluk dengan erat, sambil mencium saya, dan kakinya merangkul kedua kaki saya.
“Croott.. crroott.. crroott..”, sperma saya muncrat di dalam vaginanya dengan tertancap sempurna. Seluruh batang penis saya berada di dalam vaginanya. Cairan kami menyatu dan banyak sekali. Terasa hangat batang penis saya.
“Gus di dalem memek Endang ada yang anget-anget.. eehh.. ennak banget rasanya..” Katanya setelah merasakan muncratnya sperma saya di dalam vaginanya.
“Bareng ya, saya juga dah mau nih..”, kataku.
“Keluarin.. di.. luar.. aja.. ya.. ehhmm..”, kataku.
“Teh saya keluar..”, kataku. Pada saat saya hendak menarik penis saya, Teh Endang menjatuhkan badannya dan memeluk dengan erat, sambil mencium saya, dan kakinya merangkul kedua kaki saya.
“Croott.. crroott.. crroott..”, sperma saya muncrat di dalam vaginanya dengan tertancap sempurna. Seluruh batang penis saya berada di dalam vaginanya. Cairan kami menyatu dan banyak sekali. Terasa hangat batang penis saya.
“Gus di dalem memek Endang ada yang anget-anget.. eehh.. ennak banget rasanya..” Katanya setelah merasakan muncratnya sperma saya di dalam vaginanya.
Langsung saya
terbangun dan menarik penis saya. Saya kaget karena kaluarnya sperma si dalam
vaginanya. Saya takut apabila Teh Endang dalam masa subur dan akibatnya, HAMIL!
Dalam otak saya terbayang apabila Teh Endang hamil maka saya harus bertanggung
jawab atas hal itu.
“Gus kamu knapa.. kamu
nyesel main sama Endang?”, tanyanya melihat tingkahku yang gugup.
“Teh Endang maaf ya.. tadi keluarnya di dalem.. kan bisa hamil.. maaf saya khilaf.. tapi saya akan bertanggung jawab koq”, kataku menjelaskah dengan tidak pasti.
Teh Endang hanya tersenyum dan menatapku penuh keluguan. Melihat itu saya bertambah gugup dan malu.
“Koq Teh Endang cuma senyum doang, ada yang salah ya?”, kataku keheranan.
“Kamu emang anak yang baek, tapi kamu gak usah kuatir, Endang pake KB loh..”, katanya menjelaskan.
“Kamu lucu yah kalo lagi gugup.. makanya Endang ketawain kamu.. maap ya Gus..”, tambahnya lagi.
“Teh Endang maaf ya.. tadi keluarnya di dalem.. kan bisa hamil.. maaf saya khilaf.. tapi saya akan bertanggung jawab koq”, kataku menjelaskah dengan tidak pasti.
Teh Endang hanya tersenyum dan menatapku penuh keluguan. Melihat itu saya bertambah gugup dan malu.
“Koq Teh Endang cuma senyum doang, ada yang salah ya?”, kataku keheranan.
“Kamu emang anak yang baek, tapi kamu gak usah kuatir, Endang pake KB loh..”, katanya menjelaskan.
“Kamu lucu yah kalo lagi gugup.. makanya Endang ketawain kamu.. maap ya Gus..”, tambahnya lagi.
Mendengar itu rasanya
pikiran saya seperti lega dan akan meledak. Saya baringkan badan saya karena
puas atas jawaban Teh Endang dan saya terus membodohi diri sendiri sekaligus
menutupi rasa malu saya. Teh Endang menindih badan saya dan mencium dada saya
yang bidang lalu kami berdua berciuman mesra. Lalu kami mandi bersama dan di
sana kami melakukannya lagi berberapa kali.
Setelah itu kami
berdua makan bersama. Teh Endang menyuruh Yuyun memasakkan hidangan nasi goreng
yang menurut Teh Endang masakan Yuyun sangat enak. Selama makan Teh Endang
bercerita bahwa dia dan teman-teman sebayanya adalah hypersex. Yang lebih gila
lagi, teman-temannya rela membayar seorang gigolo untuk memuaskan nafsu mereka.
Tetapi Teh Endang tidaklah demikian. Teh Endang lebih berhati-hati dalam
memilih teman kencannya dan tidak sembarangan dibandingkan mereka. Dan
kadang-kadang teman-temannya sering mengunjungi Teh Endang atau sebaliknya dan
rencananya saya akan dikenalkan pada mereka.
Beberapa hari
berjalan, saya dan Teh Endang sering melakukan hubungan intim di rumahnya untuk
memuaskan nafsu kami berdua. Kadang bila Teh Endang belum pulang, saya
menunggunya sambil mendapatkan servis memuaskan dari si Yuyun. Bermacam gaya
kami lakukan dan dimanapun tempatnya, di kamar, garasi, ruang tamu, kamar
mandi, dapur dan tempat yang kami anggap aman, baik dengan Teh Endang maupun
Yuyun.




Post a Comment