Pertama kali aku pacaran yaitu pada waktu semester pertama di
kuliahku di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Y. Memang aku agak telat
untuk pacaran, semasa SMA dulu dimana sekolahku adalah sekolah homogen yang
muridnya cowok semua temen-temenku kebanyakan sudah pada punya pacar sementara
aku masih betah sendirian.
Bukannya aku tidak laku atau bagaimana, tetapi memang aku-nya
yang belum mau untuk membina suatu hubungan di samping nasihat dari orangtua
yang menganjurkan aku untuk sekolah dulu sampai selesai baru pacaran. Namun
ketika aku masuk ke bangku perkuliahan nasihat dari orangtuaku jadi tidak
mempan ketika aku naksir seorang cewek sekelas yang cantik, seksi, pintar dan
merupakan “bunga” kampus di angkatanku,
Adriana namanya dan biasa dipanggil Ana. Dia cewek yang
mempunyai darah keturunan dari Jawa Timur – Kalimantan – Belanda, jadi masih
bau-bau indo gitu. Langsung aku putar otak untuk mencari cara mendekatinya,
maklum baru kali itu aku mencoba untuk melamar cewek untuk jadi pacar.
Singkat kata akhirnya aku dapatkan Ana menjadi pacarku.
Awal-awal kami pacaran berjalan biasa-biasa saja dalam arti normal saja,
seperti layaknya remaja lain yang berpacaran. Namun ketika suatu waktu aku ajak
Ana keluar untuk merayakan Valentines Day dia menagih janji yang aku ucapkan
waktu di jalan. Memang waktu itu aku beri dia kejutan seikat mawar merah tanda
cintaku padanya, kelihatan dia surprise sekali dan bertanya
“Wah, kamu ini senengnya kok bikin kejutan sih sayang. Masih ada
kejutan lagi tidak nanti?” Aku jawab saja sekenaku,
“Oh, pasti ada doong..” sambil otakku berputar karena memang aku
tidak ada kejutan lagi untuknya.
Ketika di mobil masih di parkiran sebuah rumah makan yang
tempatnya memang agak gelap setelah kami selesai makan dan akan pulang, Ana
kembali menagih janjiku itu “Mana doong, katanya ada kejutan lagi buat aku?”
rajuknya manja. Aku terhenyak bingung, belum sempat aku berpikir tanpa kusadari
aku menyorongkan wajahku ke wajah cantiknya untuk mencium pipinya.
Tapi ternyata cewekku itu malah menyambutnya dengan bibir
sensualnya hingga bibir kami saling beradu. Aku sempat kaget juga, maklum baru
kali itu aku mencium bibir cewek.
Tapi karena ketika SMA aku sering baca buku porno dan liat film
BF maka aku pun segera mencoba untuk mengimbangi cewekku dengan memainkan
bibirku di bibirnya. Tidak lama kami berciuman, mungkin dia merasakan aku yang
begitu canggung dalam berciuman, alamak.. malu sekali aku. Memang bagi Ana, aku
ini adalah pacarnya yang ketiga setelah putus dengan pacar-pacarnya yang
terdahulu jadi dia sudah berpengalaman dalam urusan cium-mencium dan seks
dibandingkan dengan aku yang hanya tahu teorinya saja. Tapi inilah awal dari
semua cerita indah kami saat berpacaran.
Sejak saat itu kemudian aku jadi ketagihan untuk mencium bibir
sensual gadisku itu, bahkan malah dia yang membimbing tanganku untuk
membelai-belai bagian tubuhnya. Pada suatu ketika saat kami berciuman di suatu
lembah yang sepi di pinggir sawah aku kembali dibuat malu oleh Ana karena waktu
itu memang aku hanya mencium bibirnya saja sedangkan tanganku anteng hanya
memeluk pinggul atau punggungnya.
Dibimbingnya tanganku menuju buah dadanya yang berukuran 36B
itu, dan kembali aku terhenyak karena kekenyalan bukit indah kembar tersebut.
Tanganku menelungkupi buah dada itu walau masih tertutup baju, tapi ada rasa
nikmat dan senjataku jadi tegang. Lalu aku lepaskan ciumanku sambil menatapnya
tapi tanganku masih memegangi buah dadanya
“Ada apa sayang?”
tanya Ana. Aku tersipu malu, kemudian Ana bertanya,
“Mau pegang ini hh..?” sambil matanya melirik ke buah dadanya
yang indah itu. “Boleh..?” tanyaku, tanpa menjawab Ana langsung menarik
tanganku masuk ke kaos ketatnya sampai ke BH-nya dan kemudian dipelorotkan satu
tali BH-nya sehingga buah dadanya menyembul keluar.
Tanganku pun kembali menelungkupi buah dadanya yang montok dan
kenyal itu hanya bedanya sekarang tidak ada penghalang sehingga putingnya yang
bulat dan keras itu terasa di telapak tanganku. Ana mendesah dan kembali kami
berciuman, senjataku pun menjadi semakin tegang dan mengembang dalam celana
jeansku.
Karena nafsuku sudah sampai ubun-ubun kugesekkan kemaluanku ke
perutnya, Ana semakin mendesah merasakan besarnya senjataku. Semua itu kami
lakukan sambil berdiri bersandar pada sebuah pohon. Karena tempat itu agak
terbuka akhirnya kami akhiri cumbuan kami karena takut ketahuan warga sekitar.
Namun setelah itu aku jadi semakin berani dan pintar dalam
bercumbu, sering kami melakukan di rumahku di saat mengerjakan tugas kampus
berdua, didukung suasana rumah yang sepi karena kedua orangtuaku bekerja dan
adikku waktu itu masih sekolah hanya ada pembantu yang menyambi buka warung
kelontong di garasi rumahku.
Kadang juga kami bercumbu saat di bioskop, di mobil, sampai di
toilet kampus bahkan saat kami berdua berboncengan naik motor Ana sering
meremas-remas dan memainkan batang kemaluanku dari belakang.
Di atas sofa saat di rumahku kami bercumbu dengan hot-nya, aku
buka kaos ketat Ana yang memakai resleting di depan sebagai kancing (sengaja
aku belikan kaos itu untuknya supaya mudah dibuka saat ingin bercumbu). Aku
buka BH-nya sehingga tampaklah buah dadanya yang menyembul indah di hadapanku.
Kemudian aku remas-remas dengan gerakan memutar dari luar menuju ke dalam.
Sementara itu aku melumat bibir sensualnya, kemudian turun ke
lehernya. Aku jilati lehernya sampai ke telinganya, Ana mendesah pelan pertanda
dia mulai terangsang. Jilatanku turun terus sampai kemudian ke buah dadanya.
Aku jilati dan caplok buah dada itu, kusedot-sedot, lalu kujilati putingnya.
Ana meremas rambutku sambil menekan kepalaku ke dadanya. Terus kulakukan itu
terhadap buah dada yang satu lagi. Jilatanku turun ke perut, kujilati perutnya
Ana menggelinjang kegelian. Tapi jilatanku tidak bisa turun lagi karena
terhalang celana panjang katunnya. Nafsuku semakin memuncak, kemaluanku tegang
sekali ingin mencari lubang kenikmatannya untuk kumasuki.
Kurebahkan dia di sofa itu kemudian kugulung ke atas sampai ke
paha celana katunnya. Terlihat betis indahnya menantang serta paha mulusnya
yang putih itu seakan memanggilku untuk mengelusnya. Langsung saja kucium,
jilati, dan elus mulai betis indahnya sampai ke pahanya. Memang aku selalu
tertarik dengan cewek yang cantik seksi dan mempunyai sepasang kaki yang indah
dan panjang seperti Ana cewekku itu.
Batang kemaluanku sudah tambah tegang di dalam celana pendekku
yang kukenakan dan aku tidak tahan lagi, kemudian aku tindih tubuh Ana sambil
mengepaskan kemaluanku yang tegang itu di liang kemaluannya yang masih tertutup
celana katun itu. Ana memelukku dan kemudian kugesek-gesekkan batang kemaluanku
di situ sambil tanganku tak henti mengelus betis mulus dan meremas pahanya.
“Ssh.. ah.. ah.. ah..
ehm.. sayang, I want it real baby.. ehm.. ehmm.. ssh..” desah Ana di kupingku.
Aku tidak peduli dengan kata-katanya, gesekanku kupercepat
payudara Ana bergerak-gerak karena desakanku di tubuhnya. Ana semakin tidak
karuan gerakannya, sambil menggigit bibir bawahnya dia terus mendesah dan aku
semakin terangsang oleh desahannya itu. Tak lama kemudian Ana memperketat
pelukannya sambil membenamkan wajahnya ke dadaku yang berbulu dan berteriak
tertahan (takut ketahuan pembantuku soalnya),
“Aaahh.. sayaangg.. oohh.. aku keluar baby.. eehh.. hhmm..”
Kuhentikan gesekanku di kemaluannya, dan Ana melepaskan pelukannya sambil
mengecup bibirku dan berkata “Kamu huebat sayang..” dengan matanya yang indah
mengerjap-ngerjap seakan masih menikmati orgasmenya itu.
Sekarang tinggal aku yang belum tuntas, Ana seakan mengerti
keinginanku kemudian bangkit dan membuka celanaku kemudian meraih batang
kemaluanku yang berdiri tegak itu, dielusnya perlahan kemudian dikocoknya lalu
dikulumnya batang kemaluanku. Geli sekali rasanya, tapi enak sekali! Lain
sekali rasanya apabila aku onani sendiri menggunakan guling yang selama ini
sering aku lakukan.
Disedot-sedot oleh mulutnya kemaluanku, tapi kemudian aku tarik
kepalanya dan kusuruh Ana untuk tengkurap di sofa. Setelah tengkurap kupandangi
pantatnya yang padat bulat itu lalu kuremas-remas. Aku lalu mengangkanginya dan
menggesekkan batang kemaluanku mula-mula di betis indahnya lalu di paha putih
mulusnya kemudian berakhir di pantat bulatnya yang masih tertutup celana katun
itu.
Kugesekkan, ooh.. nikmat sekali pantatnya sambil tanganku
meremas-remas payudaranya dan kuciumi pipi dan lehernya. Gesekanku di pantatnya
semakin kupercepat, sampai Ana terdorong ke depan karena gerakanku. Akhirnya
penantianku hampir sampai,
“Oh.. Ana..pantatmu enak sekali.. uuh.. aku mau keluar sayang..
aah..” dan, “Creet.. croot.. croot..” air maniku memancar keluar di dalam
celana dalamku. Aku terkulai lemas menindih Ana yang masih tengkurap sementara
batang kemaluanku masih di pantatnya yang bulat itu.
Setelah itu kami merapikan baju dan kembali mengerjakan tugas
kuliah kami. Nah, maka ketika kami dapat tugas dalam kuliah, kami senang
soalnya dapat kesempatan untuk bercumbu ria, untuk memperlancar itu aku dan Ana
selalu berdua membentuk kelompok sendiri (maklum, kami berdua memang sama-sama
punya nafsu yang besar).
Namun itu belum seberapa, puncaknya saat mahasiswa angkatanku
akan mengadakan study tour ke Jakarta, tentu saja aku serta Ana jadi panitia
inti dan karena aku menjabat sebagai sekretaris Himpunan Mahasiswa Jurusan.
Maka otomatis rumahku jadi base camp anak-anak panitia untuk membuat
surat-surat kunjungan ke instansi-instansi di Jakarta dan perijinan serta
membuat buletin study tour. Nah, sebelum teman-teman datang Ana pagi-pagi
sekali sudah datang di rumahku, tidak lain tujuannya untuk bercumbu mesra itu tadi.
Namun bukan itu yang akan kuceritakan, karena ada pengalaman lain yang tak
terlupakan buatku untuk kuceritakan di sini.
Singkat cerita study tour kami berjalan sempurna, aku dan Ana
sudah punya rencana untuk memisahkan diri dari rombongan setelah kunjungan
terakhir di sebuah kantor organisasi dunia di Jakarta. Kami berdua sepakat
untuk tidak mengikuti rombongan yang sebelum pulang ke Y akan mampir rekreasi
di Dunia Fantasi, karena nantinya ternyata kami berdua membuat dunia fantasi
kami sendiri. Untuk mengelabui dosen dan teman-teman lainnya, kami pamit
memisahkan diri dari rombongan dengan tujuan masing-masing.
Ana akan ke rumah kakak perempuannya di Bekasi sedangkan aku
akan ke rumah Pakde di Jakarta Selatan. Namun setelah aku telepon ke Pak De
ternyata beliau sekeluarga sedang ada di Puncak selama 3 hari dan di rumah
hanya ada pembantu saja. Mendengar itu Ana langsung mengajakku ke rumah
kakaknya saja, aku menurut saja karena aku tidak begitu tahu kota Jakarta.
Setelah sampai di rumah kakak perempuannya, aku dikenalkan
dengan suaminya. Tak berapa lama aku semakin akrab dengan keluarga muda
tersebut. Mereka belum mempunyai momongan dan tinggal di perumahan dengan satu
pembantu. Karena kakak ipar Ana adalah pekerja yang sibuk, beliau seorang
manager di suatu perusahaan konstruksi alat berat, maka sampai di rumah sudah
capai dan langsung tertidur di kamar. Sedangkan kakak Ana seorang ibu rumah
tangga biasa.
Aku diberi kamar tidur yang terpisah dari kamar Ana, namun pada
suatu malam Ana menyelinap ke kamar yang kutempati. Mula-mula kami hanya
ngobrol-ngobrol saja membicarakan rencana kepulangan kami berdua, tapi
lama-kelamaan kami semakin merapat dan langsung berciuman.
Memang selama study tour kami “puasa” tidak bercumbu, maka
kesempatan itu tidak kami sia-siakan apalagi kakak Ana dan suaminya sudah
tertidur di kamar atas dan pembantu sudah molor sejak jam sembilan malam.
“Sayang! tolong buka bajuku doong.. biar enak,” kata Ana. Lalu kami bergulingan
di kasur saling menindih menuntaskan hasrat yang tertahan.
Di sela-sela bercumbu terdengar suara benda jatuh di teras
depan. Aku melepaskan ciumanku dan keluar memeriksa, ternyata hanya seekor
kucing yang menyenggol pot tanaman. “Sial..!” gerutuku, “gangguin orang lagi
seneng aja tuh kucing.” Tapi untungnya seisi rumah tidak ada yang terbangun
gara-gara kucing buluk itu. Lalu kembali aku masuk ke kamar melanjutkan
permainanku dengan Ana. Mulai kulumat bibirnya, kumainkan lidahku di mulutnya,
kucium lehernya dan kujilati telinganya.
“Aaah.. sayang, kamu.. hh.. kangen tidak sam.. sama aku?” tanya
Ana sambil terengah-engah menahan rangsanganku. Aku tidak menjawab karena
mulutku sibuk menciumi lehernya. Tanganku melepas BH-nya, tapi Ana merajuk dan
memakai kembali BH itu.
“Enngg.. sayang jangan pakai tangan doong.. ngelepasnya pake
mulut kamu dong yaang.. please..” edan tenan, baru kali ini Ana minta yang
aneh-aneh sama aku. Tapi aku turuti kemauannya. Kugigit tali BH-nya lalu
kupelorotkan sampai ke lengan, sementara itu untuk membuka cup BH-nya kugigit
pinggirannya dan kupelorotkan ke bawah hingga hidungku menyenggol putingnya
yang sudah tegak mengeras itu. “Aaauuw.. geli sayang, teruss.. sayang yang
satunya lagi..” pinta Ana manja.
Kembali aku melakukan hal yang sama terhadap payudara yang
satunya hingga menyembul, keluarlah dua bukit kembar yang montok, besar dan
indah itu di depan mataku. Dengan buas langsung kucaplok payudara kirinya,
kusedot-sedot dan kujilati putingnya sementara tangan kiriku meremas-remas
payudara kanannya. Kemudian bergantian kucaplok payudara kanan sementara
payudara kiri kuremas-remas sambil kumainkan putingnya (karena payudara kiri
Ana yang paling sensitif terkena rangsangan).
Payudaranya sekarang basah oleh air liurku sehingga tampak
mengkilat diterpa cahaya lampu kamar 5 Watt. Jilatanku turun ke arah perutnya,
tanganku sibuk mengelus-elus betis indah dan paha putih mulus Ana. Lalu
kupelorotkan celana pendek yang dikenakan Ana sehingga sekarang dia hanya
memakai celana dalam saja. Aku turun ke bawah untuk menciumi betis Ana lalu
naik ke atas menciumi pahanya sampai ke paha bagian dalam hingga ciumanku
sampai di selangkangannya tepat di liang kemaluan dan klitorisnya yang masih
tertutup celana dalam. Nampak sudah basah celana dalam Ana waktu itu.
“Auuw sayang enak..
ehmm.. teeruzz sayang.. lepas aja celanaku.. ooh..” ceracau Ana.
Mendengar itu tanpa disuruh untuk yang kedua kalinya langsung
kutarik celana dalam Ana sampai lepas. Aku tertegun melihat kemaluan Ana yang
sekitarnya ditumbuhi bulu-bulu lembut itu, sumpah baru kali ini aku melihat
yang aslinya.
Ternyata lebih indah daripada yang ada di gambar porno di
internet karena bisa langsung disentuh dan dijilati. Aku masih terpana dan
bingung melihatnya, lalu aku teringat sebuah adegan di film BF yang pernah
kutonton. Maka aku pun segera meniru adegan itu, pertama-tama kusentuh bibir
kemaluan Ana,
“Eeeh.. hhmm..” desah Ana. Lalu kujulurkan lidahku dan mulai
menjilati bibir kemaluannya, terasa asin dan berbau khas kewanitaan Ana namun
semakin membuatku bernafsu. Kemudian lidahku menjilati klitorisnya yang mulai
membengkak itu,
“Aaauw.. sayang, kamu apain anuku?” tanya Ana. Namun belum
sempat kujawab, Ana berkata, “Lagii doongg..” memintaku untuk menjilati
klitorisnya lagi.
“Oouw.. enak sekali.. ehmm.. aduh.. sayy.. aanngg.. ehh..” ceracau
Ana sementara kujilati klitorisnya. Cairan kenikmatan semakin deras keluar dari
liang kemaluan Ana dan tanpa ragu kujilati, terasa asin dan baunya yang khas
sungguh merangsangku.
Lalu kemudian aku bangkit dan mengangkangi tubuh Ana lalu
kuletakkan batang kemaluanku di lembah antara kedua bukit kembarnya (setelah
kulepas baju dan celanaku tentunya). Kutekan dengan tangan kedua payudaranya
untuk menjepit batang kemaluanku itu, sambil merem melek kugesekkan batang
kemaluanku sampai menyentuh dagu Ana.
Kemudian aku minta Ana untuk mengulum batang kemaluanku, belum
sempat dia siap aku sudah menyorongkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya
hingga masuk setengahnya. Ana hanya diam, tapi aku segera menarik dan
menyorongkan kemaluanku bolak-balik. Mungkin karena Ana tidak siap dia hanya
pasif saja sehingga kutarik batang kemaluanku. Setelah bosan dengan gaya itu
kemudian aku merangkak turun sambil tanganku mengelus-elus kemaluan Ana yang semakin
basah.
Karena aku sudah tidak
tahan menahan nafsu untuk menyetubuhi Ana apalagi melihat pandangan Ana yang
sayu yang juga sudah sama-sama nafsu, kuarahkan batang kemaluanku yang
mengacung tegak itu ke arah liang kemaluannya. Namun apa yang terjadi, ketika
nyaris ujung kemaluanku mengenai bibir kemaluannya, Ana menahan perutku dengan
tangannya,
“Sayang kamu mau ngapain? Mau dimasukin yah.. jangan doong.. aku
kan masih perawan!”
Busyet! edan tenaann, aku seakan-akan disambar geledek mendengar
pengakuan Ana dengan setengah tidak percaya. Bagaimana mungkin Ana yang menjadi
pembimbingku dan begitu pintar dalam hal seks yang notabene sudah berpacaran
sebanyak tiga kali itu masih perawan?
“Please.. sayang.. tolong dong ngertiin aku.. kita nikmatin itu
nanti kalo kita sudah nikah aja ya sayaangg..” lanjut Ana.
Mendengar itu aku luluh juga, karena aku sendiri berprinsip
tidak akan merusak gadis cantikku ini sebelum menikah. Tapi bagaimana dong,
kemaluanku yang masih tegang itu masa cuma dianggurin saja. Lalu kubelai rambut
Ana yang masih kukangkangi itu sambil berkata,
“Oke sayangku, aku tidak akan maksa kamu.. tapi kita lanjutin
dong acara kita. Masa sudah di puncak kok tertahan, kita main seperti biasa
aja, gesek-gesekan okey?” sambil kukecup kening dan bibirnya. Setelah itu
tangan Ana yang menahan perutku dilepasnya sehingga dengan cepat kuarahkan
batang kemaluanku untuk kugesekkan di bibir kemaluannya.
“Cepak.. cepok.. cepak.. cepok..” bunyi gesekan kemaluanku
dengan bibir kemaluan Ana yang sudah sangat basah itu. Untungnya kasur itu
hanya digelar di atas tikar di lantai sehingga tidak ada bunyi derit ranjang
gara-gara gerakan kami yang liar. Ana hanya merem melek sambil sesekali
mengerang nikmat menerima perlakuanku.
Semakin lama kelihatan Ana semakin menikmati permainan kami itu
dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya, sehingga membuat aku nekad mengarahkan
kepala kemaluanku ke lubang kemaluannya. Kutekan sedikit sehingga agak masuk ke
dalam, yah.. kira-kira hanya kepala kemaluanku saja, terasa hangat.
Kutarik dan kutekan berkali-kali secara hati-hati agar tidak
merusak keperawanan Ana. Kuhentikan gerakanku kemudian kucium bibir Ana. Terasa
kemaluanku dijepit ketat, rasanya ngilu tapi enak sekali.
“Sayang, kamu masukin ya?” tanya Ana sambil dadanya naik turun
karena napasnya tersengal-sengal menahan nafsu. “Enggak kok, cuma digesekin di
luar aja,” aku berkelit (padahal sih iya walau cuma sedikit).
Setelah itu kuganti gaya, seperti biasanya Ana kusuruh tengkurap
langsung kemaluanku kugesekkan di pantatnya yang empuk-empuk padat itu. Ehhm..
nikmat sekali rasanya. Hampir saja aku mau keluar di pantat Ana tapi dengan
segala daya upaya kutahan. Kubalikkan tubuh Ana dengan lembut kukecup bibirnya,
payudaranya, perutnya lalu kugesekkan kemaluanku di betis indah Ana.
Woouuwww.. semakin tegang dan nikmaat. Apalagi aku paling nafsu
dengan betis mulus dan indah milik wanita. Gesekanku bergantian di kedua betis
indahnya, begitu juga dengan paha mulus putihnya, hingga terasa sudah di ujung
air maniku ingin keluar dari “tempatnya”. Kembali batang kemaluanku kugesekkan
di bibir kemaluan Ana, belum lima kali gesekan aku pun keluar dengan suksesnya,
“Aaah.. Ana sayang..
uuh.. aku keluar ahh.. enaakk..”
“Croot.. creet.. craat.. criit..”
“Croot.. creet.. craat.. criit..”
Air maniku pun muncrat di perut Ana dan sebagian di pangkal
pahanya. Ana terperanjat kaget, lalu segera bangkit dan meraih celana dalamku
yang kebetulan berserakan di dekat tubuhnya dan segera melap kemaluannya dari
air maniku. Aku maklum melihatnya dan membantu membersihkan, lalu aku gandeng
dia ke kamar mandi untuk mencuci kemaluannya dengan sabun antiseptik supaya air
maniku tidak masuk ke rahimnya. Terus terang kami belum siap kalau Ana hamil
duluan.
Setelah dikeringkan dengan handuk, aku peluk tubuh bugil
seksinya dan kukecup kening dan bibirnya sembari kubelai rambut wanginya. Dia
mencubit dada berbuluku, sambil berkata,
“Iiih.. kamu bandel banget siih sayang, nanti kalo aku hamil
gimana hayoo!” Mata bulat indahnya mendelik ke arahku, namun bukannya aku
menyesal tapi malah gemas melihat wajahnya ketika sedang marah gitu jadi tambah
kelihatan cantik sekali. Alhasil aku rengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku dan
kemaluanku kembali tegang.
Setelah keluar dari kamar mandi kami merapikan diri dan Ana
kembali ke kamarnya lagi setelah mencium bibirku dengan lembut lalu aku
tertidur kecapaian. Hingga keesokan harinya aku terbangun sinar matahari sudah
terang menembus kamar dan mataku tertumbuk pada noda merah agak tidak jelas dan
masih sedikit basah di seprei kasurku. Ya ampuun, kalau benar itu noda darah
berarti memang Ana masih perawan dan akulah yang mengambil keperawanannya
walaupun aku tidak bermaksud demikian.
Barulah aku percaya memang Ana adalah gadis baik-baik, sehingga
membuatku tambah cinta. Maafkan aku sayang, aku sudah berprasangka buruk sama
kamu, ohh gadis cantikku ternyata masih ada cewek seperti kamu yang masih
menjaga kesuciannya. Tapi kejadian itu malah tidak membuat kami berdua kapok,
bahkan malam berikutnya kami melakukan lagi di kamarku setelah sebelumnya Ana
bilang padaku kalau liang kemaluannya linu kusodok dengan batang kemaluanku.
“Tapi kamu jangan kapok lho sayaang.. nanti malam lagi yaah..”
bisiknya manja saat kami jalan-jalan di Mall. Sampai kemudian kami pulang ke Y
di atas kereta dengan sembunyi-sembunyi kami saling cium bibir dan remas bagian
tubuh kami yang peka rangsangan.
Nah, itulah pengalaman pribadiku yang tidak bisa kulupakan
sampai sekarang walaupun saat ini aku dan Ana sudah berpisah karena banyak
halangan seperti hal yang sangat prinsip buat kami berdua yang menghadang
hubungan kami. Dengan sadar dan berat hati walaupun terasa pedih dan sakit di
dada, kami akhiri hubungan kami, dan sudah semenjak putus dengan Ana empat
tahun lalu di akhir tahun 96, aku belum menemukan pengganti Ana sebagai belahan
jiwaku. Ana, aku selalu dan tetap mencintaimu walaupun kita tidak bisa bersatu,
kamu tetap ada di hatiku sebagai bagian dari memori indah hidupku selama ini.
Maafkan atas semua perbuatanku kepadamu selama kita memadu kasih
dan kudoakan semoga kamu bahagia bersanding dengan orang yang benar-benar bisa
membimbing dan mencintaimu untuk selamanya. Aku akan turut bahagia bila kamu
juga merasakan bahagia permaisuriku. Terimakasih atas segala perhatianmu dan
kasih sayangmu kepadaku yang telah kau berikan dan jangan kau lupakan aku
sayang.




Post a Comment