Saya boleh dikatakan bukan type lelaki yang over seks, saya
hanya ingin membagi pengalaman lewat media ini. Dengan kisah ini, mungkin dapat
menambahkan perbendaharaan kisah nyata yang ada.
Awalnya, saat Dana (panggilan akrabku kepadanya) yang akan
berangkat ke Australia untuk melanjutkan pendidikannya. Dana memang seorang
cewek yang cukup cerdas dan tergolong masih lugu, sangat kontras dengan saya
yang hanya memiliki IQ cukup-cukup makan saja dan teman-temanku menyebutku si
nakal. Saya berkerja pada sebuah perusahaan BUMN, hubungan kami terjalin saat
saya belum bekerja.
Dana sebenarnya ingin melanjutkan pendidikannya di Yogjakarta,
namun karena ayahnya kurang setuju dengan hubungan kami, dengan terpaksa dan
akhirnya satu-satunya jalan diambil ayahnya Dana untuk memisahkan kami.
Ayahnya
menyekolahkannya ke luar negri, yaitu ke Australia.
“Bang Ir, rasanya saya tak tahan pisah jauh dan…..” isak Dana
ketika kami duduk berdua di taman belakang rumah saya.
“Sudah suratan tangan
kita barangkali.., tapi percayalah, dimana ada kemauan, disitu ada jalan..”
balasku sambil membelai rambutnya yang terurai indah.
Dana tiba-tiba menarik saya ke dalam kamar pribadiku. Mungkin
karena rasa yang mendalam yang membuatnya seperti itu. Mulanya saya heran
dengan apa yang ada dibenak Dana. Rasa heranku hilang ketika Dana menciumku
sambil berusaha membuka celana panjangku.
Terus terang, selama kami berpacaran, hanya sebatas ciuman dan
pelukan saja yang kami lakukan. Entah kenapa dengan Dana saat ini, saya tidak
nekat berbuat lebih dari
seperti apa yang
pernah saya lakukan dengan cewek lainnya.
“Bang, Dana ingin menyerahkan apa yang selama ini kita jaga..”
dengan pelan tapi pasti,
Dana seolah berbisik,
sambil membuka pakaian luarnya.
Melihat tubuh Dana yang bahenol dan mulus putih, kawan lahirku
(alias batang) terbangun dari tidurnya yang lelap selama ini.
Singkat cerita, setelah kami satu jam lebih melanglang buana
dalam gairah percintaan, tubuhnya mengejang pertanda akan mencapai klimaksnya,
dan saya masih tetap setia melayaninya. Tidak berapa lama saya menyusul dan
kami berdua pun terkulai di ranjang yang sudah tidak beraturan lagi. Kami
berdua terhanyut dalam rasa nikmat yang selama ini kami jaga agar tetap menjadi
hal yang sangat berharga untuk hari pernikahan kami. Benar-benar pengalaman
yang indah yang saya pernah lakukan, apalagi Dana masih perawan, dan memang
dengan sedikit usaha yang keras, akhirnya kami berdua dapat melaluinya.
Aku tersentak, dan melihat
jam bekerku menunjukkan pukul 12:16 WIB.
“Dan, bangun.. sudah jam dua belas lewat, nanti telat berangkatnya..” sentakku sambil menggoyangkan lengannya yang masih terkulai di atas dadaku.
“Mmm..” suara Dana terdengar lemas.
“Ayo bangun, sayang..” kataku sekali lagi.
“Iya, Bang Ir, aku sayang kamu..” katanya seraya mengambil pakaian, dan saya pun juga demikian.
Pukul 12:40 WIB, kami telah tiba di rumah Dana, jarak rumah kami terpaut kurang lebih 45 Km.
“Dan, bangun.. sudah jam dua belas lewat, nanti telat berangkatnya..” sentakku sambil menggoyangkan lengannya yang masih terkulai di atas dadaku.
“Mmm..” suara Dana terdengar lemas.
“Ayo bangun, sayang..” kataku sekali lagi.
“Iya, Bang Ir, aku sayang kamu..” katanya seraya mengambil pakaian, dan saya pun juga demikian.
Pukul 12:40 WIB, kami telah tiba di rumah Dana, jarak rumah kami terpaut kurang lebih 45 Km.
Setelah Dana masuk ke rumahnya, saya langsung mengarahkan speda
motor saya ke tempat yang telah kami janjikan, agar saya dapat mengantarnya ke
bandara udara. Jarak bandara udara ke rumahnya tidak jauh. Singkatnya kami pun
berpisah, kulihat wajahnya memerah untuk terakhir kalinya sebelum naik tangga
pesawat. Berat hatiku melepasnya, apalagi setelah apa yang baru saja kami
lakukan berdua di kamarku.
Dalam perjalan pulang,
saya dihadang seorang wanita muda dengan sedan Soluna warna perak di
sampingnya. Kelihatannya mobilnya sedang mogok.
“Mas, tolongin saya
dong..” jeritnya.
Setelah saya perbaiki, saya pun pamitan padanya.
“Eh.. eh.. Mas, jangan pergi dulu, saya ingin tanya alamat..!” katanya sambil menarik tangan kiriku yang sudah memegang stang sepeda motorku.
Dia menawari saya untuk bisa mengantarnya ke rumahnya, karena dia takut kalau-kalau mobilnya ngadat lagi di jalan.
Setelah saya perbaiki, saya pun pamitan padanya.
“Eh.. eh.. Mas, jangan pergi dulu, saya ingin tanya alamat..!” katanya sambil menarik tangan kiriku yang sudah memegang stang sepeda motorku.
Dia menawari saya untuk bisa mengantarnya ke rumahnya, karena dia takut kalau-kalau mobilnya ngadat lagi di jalan.
Pendek cerita, kami pun sampai pada alamat yang dituju. Sebuah
rumah tergolong mewah dengan tamannya yang terawat rapih menghiahi halaman yang
cukup luas. Di rumah tersebut hanya ada seorang pembantu dan seorang pengurus
taman. Rumah tersebut milik suami wanita muda tersebut. Barangkali sebagai rasa
ucapan terima kasihnya padaku, wanita tersebut mengajakku masuk dan menawarkan
saya minum. Karena rasa lelah dan haus sehabis membenarkan mobilnya, tawaran
tersebut tidak saya tolak.
Suaminya bernama Iyan.
Suami wanita tersebut sudah dua hari tidak pulang, mengurus proyeknya di luar
kota. Begitulah informasi yang disampaikan Sinta, pembantu di rumah tersebut.
Kety merupakan isteri simpanan Iyan.
“Mau minum apa, Mas..?
Oya kita belum saling kenalan. Nama saya Kety..,” sapanya sambil mengulurkan
tangan ke arahku untuk salam perkenalan.
“Irsan..,” balasku singkat sambil menyalami tangannya yang mulus dan lembut itu.
“Irsan..,” balasku singkat sambil menyalami tangannya yang mulus dan lembut itu.
Setelah sekian lama kami mengobgrol, ternyata umurnya sama
dengan saya, hanya berbeda dua bulan saja.
Mungkin karena kelelahan, sambil berbincang-bincang, Kety
merebahkan badannya dengan posisi kaki lurus di atas kursi panjang. Tanpa
disadari olehnya, roknya tersibak, sehingga dengan tidak sengaja mataku melihat
pahanya yang putih dan tampaknya berisi. Rupanya Kety sudah dari tadi mengawasi
mataku yang sering singgah ke arah pahanya, tapi dia malah tersenyum.
Cukup lama kami
berbincang-bincang, tidak berapa lama, saya merasakan ingin buang air kecil.
“Ket, kamar kecilnya
sebelah mana..?” tanyaku setengah kebelet setelah minum dua gelas air.
“Masuk saja dari kamar
sebelah sana.. terus belok kanan..” jawabnya sambil menunjuk arah kamar tengah.
Tanpa pikir panjang lagi, aku pun beranjak dari tempat duduk.
Tidak terasa, ternyata celana dalamku telah basah oleh tetesan air maniku
akibat melihat paha Kety tadi. Aku tersentak ketika keluar dari kamar kecil,
ternyata Kety telah merebahkan badannya di ranjang kamar dimana saya buang air
dalam keadaan hanya memakai celana dalam dan BH saja. Dalam hatiku bercampur
aduk. Antara ingin pulang karena merasa tidak etis dan keinginan untuk
menikmati pemandangan indah ini.
“Ket, saya pamit dulu,
sudah hampir malam, terima kasih atas layanannya,” kataku sambil melihat tubuh
indahnya setelah mempertimbangkan untuk pulang saja.
“Mas.., kok buru-buru, kita kan belum cerita banyak. Duduklah dulu disini..” sambil menawarkan tempat di sampingnya.
Karena merasa tidak diijinkan pulang, akhirnya kami pun kembali melanjutkan obrolan kami.
“Mas, tolong ambilkan minyak gosok di rok saya..!” pintanya.
“Ini..” kataku sambil mengulurkan tangan untuk memberikan minyak gosok tersebut kepadanya.
“Tolong gosokin dong Mas..! Kaki Kety.. lemes.” pintanya memelas.
“Mas.., kok buru-buru, kita kan belum cerita banyak. Duduklah dulu disini..” sambil menawarkan tempat di sampingnya.
Karena merasa tidak diijinkan pulang, akhirnya kami pun kembali melanjutkan obrolan kami.
“Mas, tolong ambilkan minyak gosok di rok saya..!” pintanya.
“Ini..” kataku sambil mengulurkan tangan untuk memberikan minyak gosok tersebut kepadanya.
“Tolong gosokin dong Mas..! Kaki Kety.. lemes.” pintanya memelas.
Segera saja tongkat warisan (alias alat vital saya) terbangun,
ketika tanganku mulai merambat ke pangkal pahanya, apalagi ketika terdengar
desahan Kety yang menggairahkan. Karena tidak tahan akan gairahnya, Kety
tiba-tiba menarik badan saya dan kami pun berciuman sambil bergumul. Rabaan
demi rabaan membuat kami semakin menerawang. Karena tidak tahan lagi, kami
saling membuka pakaian dalam kami. Kugenggam gumpalan dua buah dagingnya yang
masih kenyal dan putingnya pun tampak masih merah itu, mungkin karena saling berjauhan
dengan suaminya selama ini sehingga kurang mendapatkan perhatian yang lebih.
“Em.., em.., emmhh..”
desahnya mendalam ketika tangan kananku serta mulutnya menikmati gumpalan
daging tersebut, sementara tangan kiriku merayap menggengam gumpalan daging
bawah Kety yang ditumbuhi bulu yang lumayan lebatnya.
Satu jam kami menerawang ke dunia lain sampai akhirnya, “Mas, masukkaan.., udah takk.. tahan lagi..” pintanya.
Satu jam kami menerawang ke dunia lain sampai akhirnya, “Mas, masukkaan.., udah takk.. tahan lagi..” pintanya.
Aku pun siap untuk melayani permintaanya. Pelan-pelan saya
memasukkan tongkat warisanku ke dalam lembah Kety yang telah kembang kempis
mengharapkan hantaman dahsyatnya senjataku.
“Akhh.., akhh.., lebih
cepat Mas..,” pinta Kety sambil membantu genjotanku dengan menarik kuat-kuat
punggungku.
“Akhh.., akhh..” kali ini Kety tanpa sadar berteriak keras, pertanda sudah sampai pada klimaksnya.
“Akhh.., akhh..” kali ini Kety tanpa sadar berteriak keras, pertanda sudah sampai pada klimaksnya.
Kurubah posisi, Kety
kuarahkan untuk telentang dan kuangkat pinggulnya sedikit. Pelan-pelan
kumasukkan tongkat warisanku ke dalam lembah Kety yang menawan itu.
“Cleekk.., cleekk..” terdengar cairan dari dalam lembah Kety ketika tongkat tersebut masuk.
“Cleekk.., cleekk..” terdengar cairan dari dalam lembah Kety ketika tongkat tersebut masuk.
“Akhh.. emm..,”
desahnya sambil meremas seprei warna merah muda bercorak karena menahan gairah
yang dirasakannya.
Untuk kedua kalinya Kety mencapai klimaksnya, ketika itu, aku pun tidak tahan lagi untuk mengeluarkan maniku.
“Ket.., aku mau keluuaarr..”.
Untuk kedua kalinya Kety mencapai klimaksnya, ketika itu, aku pun tidak tahan lagi untuk mengeluarkan maniku.
“Ket.., aku mau keluuaarr..”.
Setelah masing-masing mencapai klimaksnya, kami terbaring lemas
dan sekujur badanku basah oleh keringatku. Tanpa terasa, jam dinding ruang tamu
berbunyi sembilan kali, pertanda telah menunjukkan pukul sembilan malam.
“Saya pamit dulu
yah..?” kataku sambil beranjak mengambil pakaian dalamku di lantai.
“Mas, disini saja bermalam.” kata Kety sambil berusaha menarik tangan kananku.
“Nanti suamimu datang, gimana dong Saya..?” timpalku.
“Mas Iyan paling besok sore baru datang.”
“Kalau ketahuan sama pembantu bagaimana..?”
“Sudah Saya katakan bahwa Mas adalah Abang kandungku dari Medan.”
“Mas, Saya tidak pernah mengalami nikmat seperti ini, Punya Mas cukup panjang dan besar dibanding punya Mas Iyan. Mas.., tidak keberatan kan kalau kita ulangi lagi nanti..?” pintanya.
Aku tertegun sejenak kemudian menjawabnya, “Boleh aja, asal jangan sampai tercium sama orang lain setelah ini.”
“Mas, disini saja bermalam.” kata Kety sambil berusaha menarik tangan kananku.
“Nanti suamimu datang, gimana dong Saya..?” timpalku.
“Mas Iyan paling besok sore baru datang.”
“Kalau ketahuan sama pembantu bagaimana..?”
“Sudah Saya katakan bahwa Mas adalah Abang kandungku dari Medan.”
“Mas, Saya tidak pernah mengalami nikmat seperti ini, Punya Mas cukup panjang dan besar dibanding punya Mas Iyan. Mas.., tidak keberatan kan kalau kita ulangi lagi nanti..?” pintanya.
Aku tertegun sejenak kemudian menjawabnya, “Boleh aja, asal jangan sampai tercium sama orang lain setelah ini.”
Akhirnya saya memutuskan untuk menginap semalam di rumahnya.
Tengah malam dan bangun pagi kami pun mengulanginya lagi kegiatan percintaan
kami, sampai akhirnya saya pamitan kepadanya.




+ komentar + 1 komentar
ijin post yah bro
Thanks infonya
agen togel terpecaya
agen prediksi jitu
prediksi shio jitu
prediksi togel
Post a Comment